Polda Akui RJ Kasus Perkosaan Salahi Perpol

1 KASUS PERKOSAAN
PENYELIDIKAN: Bidpropam dan Bagwasidik Ditreskrimum Polda Banten saat melakukan pemeriksaan dan audit penyidikan perkara pemerkosaan gadis difabel, Rabu (26/1).

SERANG, BANTEN RAYA- Polda Banten memastikan bahwa restoratif justice (RJ) atau pembebasan dua pelaku perkosaan gadis keterbelakangan mental berusia 21 tahun hingga hamil, di Kecamatan Kasemen Kota Serang, menyalahi Peraturan Polri (Perpol). Sehingga kasusnya harus dilanjutkan hingga pengadilan.

Kabid Humas Polda Banten Kombes Pol Shinto Silitonga mengatakan dari hasil penyelidikan, pembebasan kedua pelaku perkosaan tidak sesuai dengan Perpol nomor 8 tahun 2021 tentang penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif.

“Ada permohonan pencabutan laporan polisi sebagai salah satu syarat restoratif justice. Namun penghentian penyidikan tidak seharusnya dilakukan oleh penyidik, melainkan tetap melanjutkan perkaranya hingga dapat disidangkan ke pengadilan,” katanya kepada Banten Raya, Rabu (26/1).

Shinto menambahkan, Bidpropam Polda Banten dan Bagian Pengawasan Penyidikan (Bagwasidik) Ditreskrimum Polda Banten telah melakukan penyelidikan atas perkara itu sejak Jumat (21/01) lalu.

“Sejak Jumat lalu, kita telah melakukan pemeriksaan dan audit penyidikan perkara pemerkosaan gadis difabel, sesuai hasil diskusi dengan Komisioner Kompolnas Poengki Indarti, juga mendengarkan masukan dari beberapa pihak,” tambahnya.

Untuk itu, Shinto menjelaskan, Polda Banten telah mengintruksikan agar Polres Serang Kota, melakukan peninjauan ulang atas penghentian perkara perkosaan yang dilakukan oleh paman dan tetangga korban.

“Merekomendasikan agar Polres Serang Kota melakukan gelar perkara khusus, terkait keluarnya SP3 atau penghentian penyidikan atas perkara tersebut, dengan asistensi langsung dari Bidpropam dan Bagwasidik Ditreskrimum Polda Banten,” jelasnya.

Shinto menegaskan, perkara itu menjadi atensi bagi Kapolda Banten Irjen Pol Rudy Heriyanto agar korban mendapatkan keadilan.

“Kapolda Banten menginstruksikan kepada tim pemeriksa dan tim audit penyidikan untuk memprioritaskan rasa adil bagi korban dengan mendengarkan masukan dari banyak pihak,” tegasnya.

Sebelumnya, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti pembebasan Edi Junaedi (39) dan Samudin (46) warga Kecamatan Kasemen, Kota Serang, pelaku perkosaan gadis keterbelakangan mental berusia 21 tahun hingga hamil oleh Polres Serang Kota.

“Kompolnas akan melakukan klarifikasi terhadap perkara ini. Perkosaan adalah delik biasa, bukan delik aduan, sehingga meskipun pelaku bermaksud mencabut kasus, maka proses pidananya tetap harus jalan,” katanya.

Poengky menyayangkan jika penyidik Polres Serang Kota membebaskan pelaku, hanya lantaran adanya pencabutan laporan. Bahkan korban juga harus dinikahkan dengan salah satu pelaku.

“Sangat disayangkan jika penyidik membebaskan dua orang pelaku perkosaan dengan alasan perkara sudah dicabut oleh pelapor. Alasan pencabutan laporan karena adanya perdamaian, dengan cara kesediaan pelaku untuk menikahi korban yang telah hamil 6 bulan juga perlu dikritisi,” ujarnya.

Poengky menegaskan, penerapan restorative justice oleh penyidik Polres Serang Kota sangat tidak tepat, jika diterapkan pada kasus perkosaan apalagi korban merupakan seorang perempuan keterbelakangan mental yang wajib dilindungi.

“Alasan restorative justice itu kasus-kasus pidana yg sifatnya ringan. Bukan kasus perkosaan, apalagi terhadap difabel yang wajib dilindungi. Dalam kasus ini, sensitivitas penyidik harus tinggi,” tegasnya.

Poengky mengungkapkan, Polda Banten harus segera turun tangan, menindaklanjuti persoalan tersebut dan melakukan penyelidikan. “Saya merekomendasikan Wassidik dan Propam turun untuk memeriksa penyidik,” ungkapnya. (darjat/rahmat)

Pos terkait