Pembelian BBM Pakai Barcode bikin Nelayan Baksel Boncos

Pembelian BBM Pakai Barcode bikin Nelayan Baksel Boncos
NELAYAN: Salah satu nelayan sedang beraktivitas di wilayah Binuangeun, Kabupaten Lebak belum lama ini.(Aldi Setiawan/Banten Raya)

LEBAK, BANTEN RAYA – Pemberlakuan pembelian BBM subsidi baik Pertalite maupun Solar dengan menggunakan sistem barcode atau QR Code oleh pemerintah pusat, dikeluhkan nelayan di Lebak Selatan (Baksel).

Pasalnya, mekanisme ini dinilai rumit dan berbelit. Tidak sebatas itu, kebijakan ini pun membuat para nelayan boncos.

Ketua Paguyuban Nekayan Kabupaten Lebak, Agus Basri menuturkan, semenjak diberlakukan pembayaran via barcode, pembelian BBM bersubsidi juga rupanya dibatasi. Satu orang nelayan, maksimal hanya boleh membeli sebanyak 20 liter pertalite atau solar dalam sehari.

Bacaan Lainnya

Baca Juga : Pendaftaran Pengawas TPS Dibuka, Bawaslu Butuh 2.062 Orang

Jumlah tersebut dinilai oleh Agus Basri tak mampu mencukupi kebutuhan bahan bakar kapal kebanyakan nelayan untuk melaut. Alhasil, para nelayan akhirnya terpaksa membeli bahan bakar secara eceran dengan harga yang tentunya lebih mahal.

“Akhirnya kami tidak bisa memenuhi kebutuhan, karena solar dan pertalite sedikit. Pada akhirnya kami harus beralih ke eceran yang harganya jauh lebih mahal lagi dibandingkan di Pom bensin,” kata Agus saat dihubungi Banten Raya pada Kamis, (12/9).

Agus menyebut realita yang terjadi hari ini tentu membuat cost para nelayan untuk melaut menjadi membengkak. Sementara, pendapatan nelayan sendiri tidak menentu.

Baca Juga : Relawan Andra-Dimyati Gerilya Humanis ke Masyarakat Lebak

Bahkan jika sistem barcode dan pembatasan dalam pembelian BBM bersubsidi diteruskan, bukan tidak mungkin nelayan terus mengalami kerugian.

“Nelayan merugi karena pengeluaran besar namun pemasukan berkurang. Jadi kami rugi besar dengan adanya aturan tersebut yang sangat memberatkan khususnya kami nelayan,” ungkapnya.

Agus sendiri bersama nelayan lain di daerah Muara Binuangeun, Panyaungan, Bayah dan Cilograng menyatakan menolak aturan tersebut dengan alasan sangat memberatkan dan merumitkan para nelayan.

Baca Juga : Seekor Badak Jawa Kembali Lahir di TNUK

Bahkan, dirinya tak segan menyebut aturan tersebut sangat mengganggu. “Untuk pembuatan Barcode atau QR code ini kami tidak bisa perorangan, jadi kami nelayan harus berkoordinasi dengan Dinas Perikanan. Sangat ribet dan menyusahkan kami sebagai nelayan. Harusnya kan kami bisa membuatnya tanpa harus ke dinas terkait kalo bisa dipermudah aja. Karena kalo dulu disediakan oleh pihak Pertamina,” tegasnya.

Keluhan serupa juga disampaikan oleh nelayan lain di Kecamatan Bayah, Samin. Senada dengan yang disampaikan Agus, ia juga kesal lantaran pembelian BBM subsidi dibatasi.

Bahkan, ia juga mengaku bahwa dirinya sering tak mendapat jatah sesuai yang ditetapkan sebanyak 20 liter.

Baca Juga : Dinkes Kirim 39 ODGJ ke RSMM Bogor

“Kadang kurang 20 liter itu. Jadi ya terpaksa beli ke eceran. Jelas lebih mahal. Belum biaya yang lain-lain kan, buat melaut, perawatan kapal,” ucapnya.

Sebagai nelayan kecil, Samin menilai bahwa aturan pembatasan dan sistem pembelian BBM bersubsidi tidak adil khususnya ke para komunitas nelayan.

Dirinya berharap pemerintah bisa merubah aturan yang kini tengah berjalan dan nelayan bisa membeli BBM secara mandiri tanpa harus berkoordinasi dengan Dinas Perikanan.

“Tidak adil buat nelayan kecil. Coba kalau kita liat pejabat yang punya gaji dan mereka punya motor dibawah 250, ya mereka sesuka hati beli, mau lima kali juga ya sesuka hati mereka. Mudah-mudahan dirubah,” tandasnya. ***

 

Pos terkait