Tukang Becak di Banten Bertahan Karena Tak Ada Pilihan

Tukang Becak di Banten Bertahan Karena Tak Ada Pilihan (Lain)
Tukang Becak di Banten Bertahan Karena Tak Ada Pilihan (Lain)

BANTENRAYA.CO.ID – Meski kian tersingkir akibat perkembangan teknologi transportasi sejumlah tukang becak masih bisa ditemui di sejumlah kota di Banten seperti di Kota Serang, Cilegon, hingga Lebak.

Mereka tetap bertahan sebagai tukang becak di tengah maraknya ojek online karena mereka tidak punya pilihan lain untuk menjalani hidup.

Apalagi, pemerintah daerah juga tidak peduli pada profesi dan nasib mereka.

Bacaan Lainnya

Hasanudin alias Gepeng (69 tahun) tampak sedang duduk di atas becaknya yang berada di pangkalan becak di Lingkungan Penancangan, Kota Serang.

Empat Terdakwa Penyeludup 20 Kilogram Sabu Terancam Mati

Sudah sejak pukul 07.00 dia menunggu penumpang namun belum ada satu pun yang menaiki becaknya.

Hasanudin bercerita, kondisi seperti ini sering dia alami selama beberapa tahun terakhir sejak masyarakat banyak yang memiliki kendaraan pribadi, terutama sepeda motor.

Keberadaan ojek online dengan tarif ongkos super murah semakin membuat masyarakat tidak melirik becak miliknya sebagai moda transportasi.

“Kalau mau naek becak orang harus ke pangkalan dulu tapi kalau ojek online bisa langsung dateng ke depan rumah,” kata Hasanudin, Kamis (17 Oktober 2024).

Andika Hazrumy Gagas 1 Desa 1 Produk

Hasanudin mengaku sudah 50 tahun lebih menjalani profesi sebagai tukang becak.

Dia pertama kali narik becak saat usianya baru 17 tahun pada tahun 1970-an.

Dulu, Hasanudin muda biasa mangkal di sekitaran Kompleks KPKN, Bunderan Ciceri, perempatan Ciceri.

Kompleks KPKN menjadi tempat mangkal becak karena KPKN adalah kompleks pertama di Serang.

Budi Rustandi Kampanye di Kawasan Pendukung Ria-Subadri

Keputusan Hasanudin menjadi tukang becak pun bisa dibilang sebuah takdir.

Sejak kecil, dia sudah ditinggal mati orang tua.

Hasanudin yang merupakan anak lelaki satu-satunya di keluarga pun mau tidak mau harus menjadi tulang punggung bagi keluarga sepeninggal ayahnya.

Hasanudin ingat pada tahun 1970-an penumpang becak masih banyak. Itu terjadi karena pada tahun-tahun itu belum ada angkutan massal lain.

Senam Sehat Bareng Andra Soni di Tangerang Dimeriahkan Banyak Artis, Ada Paula Verhoeven hingga Marshel Widianto

Yang memiliki sepeda motor pun masih sangat sedikit.

Pada tahun itu, becak masih menjadi primadona transportasi di Serang.

Saking ramainya profesi ini, Hasanudin yang sebelumnya sempat berjualan laksa atau kupat tahu akhirnya banting setir menjadi tukang becak.

Pada tahun 1970-an kondisi Kota Serang masih lengang, tidak hiruk pikuk seperti saat ini. Lampu PJU belum ada di jalan-jalan utama.

Tutup Drainase Amblas

Lampu jalan saat itu baru ada di Alun-alun Serang dekat Pendopo Bupati Serang. Di setiap perempatan hanya ada satu lampu.

Hasanudin masih ingat, penghasilan per harinya pada tahun 1970-an sekitar Rp350 hingga Rp500. Saat itu, satu liter beras nasih seharga 60 Rupiah atau 60 perak.

“Dulu dapet itu Rp350 perak paling gede itu. Jarang dapat Rp1.000.

Dulu itu dapat Rp500 kebeli ikan bandeng juga dan bisa buat biaya hidup dua hari lebih,” cerita Hasanudin.

Wujudkan Sekolah Gratis di Banten Jadi Cita-cita Calon Gubernur Andra Soni

Kondisi itu berbanding terbalik dengan saat ini. Meski saat ini dia mendapatkan uang dengan nominal yang lebih besar ketimbang dulu,

namun secara nilai kecil akibat harga-harga semakin mahal.

Saat ini, Hasanudin mengaku hanya mendapatkan uang Rp20 ribu atau paling besar Rp50 ribu. Jumlah itupun terasa kecil bila sudah dibelanjakan.

Kini, Hasanudin hidup bersama dengan seorang istri dan empat anak, yaitu Sumarni, Narni, Santani, Samani di Lingkungan Penancangan Pasir, Kota Serang.

Menang Banding! Pengadilan Tinggi Banten Putuskan Shandy Susanto Sah Ahli Waris Pemilik Hotel Dinasty

“Sekarang sudah banyak online, grab, jadi penumpang nggak ada. Anak sekolah aja sekarang nggak ada yang naik becak.

Maunya bawa motor, bawa mobil,” terang Hasanudin.

Hasanudin mengaku ingin bekerja selain menjadi tukang becak.

Namun, dia mengaku tidak memiliki keahlian lain selain mengayuh kendaraan roda tiga itu. Hasanudin pun mengaku kerap bertanya-tanya mengapa dahulu dia tidak disekolahkan oleh orang tuanya.

PDIP Curigai Aparat Tak Netral di Pilkada Banten

“Jadinya nyari kerja susah. Nggak bisa ke sana ke sini. Jadi kalau setiap hari dipikir-pikir mah sedih,” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.

Karena itu, Hasanudin ingin keempat anaknya bisa sekolah dan hidup lebih baik dari dirinya.

Kedua anaknya yang paling besar kini sudah berumah tangga. Hasanudin kini tinggal membesarkan kedua anaknya yang lain.

“Makanya anak jangan sampai kaya bapak. Kalau sedih bisa dibilang sedih benaran,” katanya.

Potret Rumah Mewah di Taktakan Kota Serang Dijadikan Pabrik Pil Ekstasi

Syarif (59 tahun) sudah 25 tahun menggeluti profesi sebagai tukang becak di Lebak.

Syarif biasa mangkal di sekitar Pasar Baru Rangkasbitung di Jalan Sunan Kalijaga, Muara Ciujung, Rangkasbitung.

Setiap pagi dia berangkat dari rumahnya di Kecamatan Kalanganyar menuju sekitar Pasar Baru Rangkasbitung.

Syarif mulai narik becak sejak tahun 1999. Pada saat itu, becak menjadi moda transportasi primadona di Rangkasbitung.

7 Rumah Baduy Disapu Puting Beliung, 2 KK Ngungsi

Wajar, karena di zaman itu sepeda motor apalagi mobil merupakan barang mewah.

Karena itu, bagi pedagang pasar, anak-anak sekolah, atau orang yang ingin bepergian tak terlalu jauh, hanya memiliki pilihan becak sebagai moda transportasi.

Syarif bercerita, penghasilan pada tahun 1999 menurutnya cukup lumayan.

Hanya dengan menjadi penarik becak Syarif bisa menghidupi keluarga dan meluluskan kedua anaknya hingga jenjang SLTA. Bahkan, dia bisa membiayai anaknya ketika menikah.

Andra Soni-Dimyati Ajak Pendukung Kampanye dengan Riang Gembira

“Kalau pendapatan dulu itu ya pasti lumayan, seenggaknya bisa buat makan. Terus anak-anak juga bisa sekolah,” ujarnya.

Kondisi itu berbanding terbalik bila dibandingkan dengan saat ini. Dia mengaku saat ini mencari penumpang lebih susah sehingga penghasilannya jauh berkurang.

“Sekarang dapet Rp20 ribu saja sudah syukur,” ujarnya.

Syarif mengungkapkan, sebelum dia menjadi tukang becak dia bekerja sebagai buruh pabrik di Jakarta.

bank bjb Bersama Pemerintah Kota Sukabumi & OJK Dorong Edukasi dan Literasi Keuangan Bagi Pelaku Usaha UMKM

Setelah itu pada tahun 1999 dia balik ke kampung halamannya di Kecamatan Kalanganyar lalu memilih menjadi penarik becak.

25 tahun sebagai pengayuh becak tak membuat Syarif mengeluh. Meski diakuinya menjadi tukang becak sangat melelahkan, terutama saat awal-awal menjalaninya, namun hal itu tidak dijadikan alasan untuk berhenti.

Terlebih, becak merupakan satu-satunya sumber penghasilan. Dan setiap hari, istrinya menunggu dirinya di rumah dan berharap membawa kabar baik, membawa uang untuk hidup mereka.

Di usianya yang 59 tahun, Syarif terlihat masih kekar tubuhnya. Kulit sedikit mengkilap hitam legam akibat terpaan sinar matahari setiap hari. Urat-urat di tangan dan betisnya pun tampak menonjol.

Program Poros Desa Airin-Ade Didukung Warga Banten Selatan

Syarif mengaku belum berpikir untuk pensiun dari profesinya. Selagi masih diberi kesehatan, dia akan tetap mengantarkan penumpang hingga tujuan dengan senyum dan sabar untuk menutupi kelelahan.

Dia berharap pemerintah daerah lebih memperhatikan orang-orang kecil sepertinya.

“Mudah-mudahan bisa lebih diperhatiin saja sih orang-orang kecil sama pemerintah. Ini juga lagi nabung kang dibantuin anak buat kredit motor,” ucap Syarif.

Asad (60 tahun) juga sudah puluhan tahun bekerja sebagai tukang becak di Kota Cilegon.

bank bjb Raih Penghargaan Pengembangan UMKM Terbaik Dari IWEB

Lingkungan Terate Udik, Kelurahan Masigit, Kecamatan Jombang, ini biasa mangkal di Simpang Tiga Pertigaan Masjid Al Hadid di Kelurahan Ramanuju.

Asad mengaku tetap bertahan menjadi penarik becak karena tidak memiliki keahlian lain. Bahkan, SD saja dia tidak sampai lulus.

Namun, Asad tetap bertahan sampai sekarang ditengah gempuran moda transportasi lainnya, termasuk juga ojek online yang sudah sangat banyak ada di Kota Cilegon.

Dia mengaku terpaksa masih narik becak karena harus menghidupi 9 anaknya.

Airin Gagas Banten Cerdas Lebih dari Sekolah Gratis

“Untungnya sekarang anak-anak sudah besar dan berkeluarga,” katanya, Minggu (20 Oktober 2024).

Asad merasakan saat ini sudah tidak banyak lagi warga yang memilih becak sebagai moda transportasi.

Meski demikian, dia percaya rezeki sudah diatur oleh Tuhan. Setiap manusia pasti sudah ditentukan rejekinya.

“Ada saja pasti, karena memang becak ini beda dengan motor bisa muat barang lebih,” ujarnya.

Heboh! Uang Warga Kebon Dalem Hilang, Tuyul Disebut Sebagai Pelakunya

Asad mengatakan, penghasilan sebagai tulang becak memang tidak bisa diandalkan.

Penghasilannya sehari-hari hanya cukup untuk menghidupi 9 anaknya.

Selain itu, dia tidak bisa memfasilitasi anak-anaknya untuk mengenyam pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bahkan, hingga SMA pun dia tidak sanggup.

“Dulu ada anak saya almarhum minta masuk SMA dan harus bayar Rp600 ribu.

Proyek Amburadul Penyelamatan Badak

Namun, saya tidak sanggup. Jadi semua anak saya rata-rata hanya lulusan SMP,” cerita Asad. Matanya tampak berkaca-kaca.

Asad berharap, warga miskin seperti dirinya yang tidak bisa berbuat banyak untuk menyekolahkan anak bisa mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah daerah.

“Kami harap orang seperti kami bisa mendapatkan perhatian lebih. Karena memang kondisinya sangat sulit dan kami tidak punya kemampuan lain selain narik becak,” kata Asad berharap. (harir/ aldi/ uri/ tohir)

Pos terkait