BANTENRAYA.CO.ID – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Banten menyebutkan,
Kabupaten Lebak merupakan daerah dengan tingkat paling tinggi angka remaja melahirkan/ASFR (age specific fertility rate) di rentang usia 15-19 tahun.
Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Kepala BKKBN Perwakilan Provinsi Banten Rusman Effendi berdasarkan hasil pendataan keluarga (PK) di tahun 2023 lalu melalui jumlah kelahiran berdasarkan usia.
“Untuk tahun 2023 lalu, kita mencatat angka remaja melahirkan di Banten itu paling tinggi ada di Kabupaten Lebak dengan rata-rata 32,20 jumlah kelahiran per 1.000 remaja, per tahun 2023.
Airin-Ade Siap Dorong MRT hingga Reaktivasi Jalur Kereta Api di Banten
Sementara, kedua tertinggi itu adalah Kabupaten Pandeglang dengan 21,10 jumlah kelahiran, dan ketiga adalah Kabupaten Serang dengan total 17,90 jumlah kelahiran, kemudian Kota Cilegon dengan 10,9 jumlah kelahiran.
Lalu, Kabupaten Tangerang dengan 9,40 jumlah kelahiran, Kota Tangerang 8,50 jumlah kelahiran, Kota Tangerang Selatan 8,10 jumlah kelahiran, dan Kota Serang 7,40 jumlah kelahiran,” kata Rusman kepada wartawan, Selasa (5 November 2024).
“Untuk data tahun 2024 kita masih olah datanya, nanti di akhir tahun baru kita rilis. Jadi, ASFR itu apalagi rentang usai 15-19 tahun, semakin kecil angkanya, semakin bagus.
Jika dirata-ratakan, berarti dalam setahun di Lebak ada sekitar 32 kasus jumlah kelahiran dari wanita berusia remaja 15-19 tahun,” sambungnya.
Cuaca Panas di Banten Saat Ini Karena Peralihan Musim
Rusman menerangkan, tingginya angka remaja melahirkan di Kabupaten Lebak dikarenakan angka pernikahan dini yang juga masih tinggi.
Di mana, banyak anak-anak remaja yang dinikahkan oleh orang tuanya, padahal umurnya belum mencukupi.
“Ini berkolerasi dengan usia perkawinan dini yang masih banyak. Padahal, usia ideal untuk menikah itu adalah 21 tahun untuk perempuan, dan 25 tahun untuk laki-laki.
Sementara, kalau kita melihat saat ini, di wilayah sana banyak remaja yang baru lulus sekolah sudah dinikahkan. Sehingga, berdampak juga pada angka kelahiran yang tinggi,” terangnya.
Didukung Penuh oleh bank bjb, Vindes Bukan Main Berlangsung Meriah di Senayan Park
“Padahal, kalau kita melihat rentang usia 15 sampai 19 tahun itu kan masih usia sekolah. Tapi ya mungkin karena terbentur kebutuhan ekonomi, tidak dapat melanjutkan pendidikan, jadi akhirnya dinikahkan.
Makanya ini yang juga menjadi konsentrasi kita untuk menekan angka pernikahan dini,” tambahnya.
Rusman juga menerangkan, tiga kabupaten yang menduduki peringkat atas angka remaja melahirkan tersebut perlu diantisipasi dengan tren sosial di kalangan remaja saat ini.
Hal itu guna mencegah terjadinya stunting pada anak yang dilahirkannya.
PWI Pandeglang Jaga Konsistensi Organisasi
“Makanya hal ini perlu kita antisipasi agar angka pernikahan dini ini tidak menjadi tren. Karena berdampak pada angka remaja melahirkan, dan juga stunting. Jadi perlu kita antisipasi dari hulu-nya,” jelasnya.
“Saat ini, upaya yang kita lakukan itu melalui Duta Genre (Generasi Berencana), ini untuk membentuk kelompok pusat informasi konseling dari remaja, oleh remaja, dan untuk remaja.
Fungsinya mereka yang tergabung menjadi Duta Genre ini akan menjadi teman bagi remaja-remaja untuk berkonsultasi masalah-masalah yang berhubungan dengan seputar remajanya, dan menjadi rujukan tentang seputar kehidupan remaja,” lanjutnya.
Sementara itu, terpisah, Kepala Dinas Pemberdayaan Perlindungan Perempuan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Banten Sitti Nina Ma’ani mengatakan,
Airin Usung Kebersamaan, Andra Tekankan Keadilan
saat ini pihaknya sudah gencar melalukan sosialisasi dan diseminasi untuk mencegah pernikahan dini yang bekerja sama dengan seluruh stakeholder.
Ia mengatakan, pencegahan pernikahan dini juga akan berdampak pada stunting. Karena, tingkat kesehatan ibu akan berdampak pada bayi yang dikandungnya.
“Tentunya ini adalah tugas bersama untuk bagaimana kita bisa menekan angka pernikahan dini. Karena, usia remaja itu masih rentan, baik secara mental dan fisiknya. Yang mana, itu bisa berdampak negatif nantinya,” kata Nina.
“Sehingga, ini merupakan tugas kita bersama yang melibatkan berbagai aspek, baik peran orang tua, maupun guru,” ujarnya. (mg-rafi)