SERANG, BANTEN RAYA – Banten International Stadium (BIS) yang diresmikan mantan Gubernur Banten Wahidin Halim pada Mei lalu disebut-sebut sepi dari even besar yang digelar di lapangan tersebut. Lantaran sepi dari even-event kompetisi sepak bola, BIS justru lebih sering dipakai pejabat Pemprov Banten.
Salah seorang penjaga kemanaan yang tidak mau menyebutkan namanya mengatakan, BIS biasa dibuka setiap hari sejak pukul 08.00 WIB, namun pada Jumat (21/10) pekan kemarin hingga pukul 09.00 WIB pintu 12 BIS belum kunjung dibuka. “Biasanya jam 08.00 WIB pintu 12 sudah dibuka oleh orang teknis,” ujarnya ditemui di lokasi.
Ia mengungkapkan, setiap pagi terutama pada libur akhir pekan masyarakat sekitar BIS biasa melakukan lari pagi di luar sekeliling BIS. “Suka ada masyarakat dan anak-anak sekolah dari sekitar sini yang sering olahraga. Tapi kalau yang sering main bola di dalam paling pejabat dari provinsi,” katanya.
Sementara itu, pantaun Banten Raya pada Jumat (21/10), fasilitas umum di luar BIS banyak ditumbuhi rumput kendati ada petugas kebersihan yang bekerja. Sedangkan, beberapa anak-anak sekolah laki-laki dan perempuan terlihat sedang senam dan bermain bola di luar BIS.
Seorang warga yang mengaku bernama Sahroni mengatakan, bahwa ia sering olahrga di luar BIS bersama teman-temannya atau keluarganya. “Iya suka lari pagi ke sini lumayan cari keringat. Paling di sekitaran sini karena kalau di dalam kan enggak bisa lari-lari,” katanya.
Sementara itu diketahui, Pemprov Banten mengeluarkan sedikitnya Rp750 juta per bulan untuk anggaran pemeliharaan Banten International Stadium (BIS). Anggaran itu digunakan untuk pemeliharaan rumput, pekerja, dan lain-lain.
Diketahui, pembangunan Banten International Stadium menghabiskan anggaran Rp874 miliar, dari dana pinjaman PT SMI. BIS berdiri di atas lahan seluas 60 hektare dan memiliki luas bangunan 78.116 meter persegi dengan bangunan terdiri dari 5 lantai.
Stadion ini memiliki kapasitas untuk bisa menampung penonton hingga 40.000 orang.
Rumput lapangan sepak bolanya menggunakan rumput jenis zoysia matrella yang diimpor langsung dari Italia. Jenis rumput ini merupakan jenis rumput lapangan sepak bola yang menjadi standar FIFA.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Provinsi Banten Rahmat Roegianto membenarkan biaya anggaran pemeliharaan stadion berskala internasional itu mencapai Rp750 juta per bulan. Meski begitu, dia mengklaim anggaran sebesar Rp750 juta per bulan untuk perawatan lapangan bola sekelas BIS itu masih relatif standar dan tidak berlebihan.
“Sebesar BIS menurut saya tidak terlalu mahal juga. Wajar saja kalau luasnya seperti itu,” ujarnya.
Rahmat Roegianto mengungkapkan, karena saat ini BIS masih dalam tahap pemeliharaan pihak ketiga, maka pembiayaan pemeliharaan BIS masih ditanggung oleh pihak ketiga yang membangun stadion yang berlokasi di Sindangsari, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, tersebut.
Pembebanan anggaran perawatan baru akan ditanggung oleh Pemprov Banten pada tahun 2023 dengan menganggarkannya di APBD Provinsi Banten.
Dengan luasan lapangan dan fasilitas BIS yang ada saat ini menurutnya wajar bila biaya perawatan stadion bertaraf internasional tersebut mencapai Rp750 juta per bulan. Bahkan, dia mengatakan biaya pemeliharaan BIS sebesar Rp750 juta per bulan sudah sesuai pemakaian dan perhitungan.
“Rata-rata biaya pemeliharaan Rp 750 juta, tetapi, ada kemungkinan bisa berkurang sampai Rp 500 juta. Tergantung pemakaian,” ungkapnya.
Rahmat mengatakan, daerah yang memiliki stadion bagus tidak hanya menghabiskan anggaran untuk pembuatan dan perawatannya. Ke depan, keberadaan sstadion juga bisa meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Provinsi Banten, misalkan dari biaya sewa stadion oleh pengguna.
“Di tempat lain mungkin ada pemasukan satu kali main bisa mencapai Rp100 juta sampai Rp400 juta,” ujar Rahmat Roegianto. (tanjung/tohir)