SERANG, BANTEN RAYA- Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tangerang mendakwa mantan Kepala Desa Cikupa, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang Abu Mutolib bersama tiga anak buahnya di kantor desa, telah melakukan pungutan liar (pungli) program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2021.
Adapun ketiga anak buahnya yaitu mantan Sekretaris Desa Suhendi, mantan Kepala Urusan Perencanaan Desa Ikbal Awaludin, dan mantan Kepala Urusan Keuangan Desa Muhammad Sopyan. Hal itu diungkapkan JPU dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Negeri Serang, Rabu (28/12/2022).
JPU Kejari Tangerang Fathur mengatakan, pada tahun 2020 hingga 2021 Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang melaksanakan program PTSL bersumber dari APBN anggaran Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
“Untuk Dipa PTSL sertifikat atas hak tanah (SAHT) tahun 2020 Rp1,9 miliar. Untuk Dipa PTSL pengukuran dan pemetaan bidang tanah tahun 2020 senilai Rp1,7 miliar lebih,” kata JPU dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Dedy Adi disaksikan para terdakwa.
Fathur menjelaskan, khusus untuk Desa Cikupa, Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang untuk pengukuran ditargetkan 565 fisik, dan SAHT sebanyak 500 fisik tahun 2020. Sementara tahun 2021 untuk pengukuran ditargetkan 823 fisik, dan SAHT sebanyak 825 fisik tahun 2021.
“Tahun 2020 terealisasi untuk pengukuran ditargetkan 565 fisik, dan SAHT sebanyak 500 fisik. Di tahun 2021, untuk pengukuran 729 fisik, dan SAHT sebanyak 819 fisik,” jelasnya.
Fathur menjelaskan, Abu Mutolib selaku penanggungjawab program PTSL di Desa Cikupa, diduga melakukan pungutan terhadap masyarakat yang akan melakukan pengajuan, dengan modus untuk operasional.
“Untuk program PTSL tahun 2020 dan 2021, dilakukan pemungutan biaya kepada warga pemohon PTSL yang jumlahnya variatif tergantung luas tanah. Yang mana biaya tersebut dibuat seolah-olah untuk biaya operasional di tingkat desa,” jelasnya.
Fathur menambahkan, untuk warga yang mengajukan PTSL dengan bukti kepemilikan lengkap, dengan luas tanah kurang dari 50 meter dimintai biaya Rp500 ribu per bidang tanah. Sedangkan untuk surat kepemilikan tidak lengkap dikenakan biaya administrasi Rp1 juta per bidang tanah.
“Begitu juga dengan luas tanah lebih dari 50 meter dengan surat kepemilikan lengkap dimintai administrasi Rp1 juta, dan untuk luas tanah lebih dari 100 meter dengan surat kepemilikan tidak lengkap dikenakan biaya administrasi Rp1,5 juta,” tambahnya.
Fathur mengungkapkan, keputusan pungutan bagi pelayanan PTSL tersebut atas diskusi dan hasil kesepakatan bersama dengan anak buahnya yaitu Suhendi dan Iqbal.
“Kepala Desa Cikupa, bersama-sama dengan Suhendi dan Iqbal yang memutuskan agar pembiayaan PTSL, supaya menghindari kecemburuan sosial antara warga pemohon PTSL,” ungkapnya.
Fathur menjelaskan uang hasil pungutan liar kepada pemohon PTSL kemudian dikumpulkan di bendaharanya. “Uang PTSL tersebut harus dikumpulkan kepada saksi Mohamad Sopyan selaku Bendahara PTSL Desa Cikupa. Dengan tujuan, agar ada biaya operasional untuk panitia PTSL tingkat desa,” jelasnya.
Fathur menegaskan, dari pungutan tersebut, mantan Kades Cikupa memperoleh Rp130 juta, sedangkan terdakwa lain yaitu Suhendi, Iqbal Awaludin, dan Mohamad Sopyan masing-masing memungut uang PTSL sebesar Rp170 ribu per hari.
“Total yang diterima masing-masing (Suhendi, Iqbal Awaludin, dan Mohamad Sopyan) sebesar Rp25 juta. Uang tersebut telah dipergunakan oleh terdakwa Suhendi, Iqbal Awaludin, dan Mohamad Sopyan untuk kepentingan pribadi mereka masing-masing,” tegasnya.
Perbuatan keempat terdakwa tidak sesuai dengan aturan SKB 3 Menteri Nomor 25/SKB/V/2017, Nomor: 590-316A Tahun 2017, Nomor 34 Tahun 2017 tentang pembiayaan persiapan pendaftaran tanah sistematis untuk wilayah Jawa Bali sesuai dengan aturan dikenakan biaya Rp150.000.
Atas perbuatannya itu, JPU mendakwa para terdakwa dengan pasal 11 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) KUHP.
Sidang selanjutnya ditunda hingga pekan depan, dengan agenda keterangan saksi-saksi. Sebab para terdakwa tidak melakukan eksepsi atas dakwaan JPU. (darjat)