SERANG, BANTEN RAYA- Ribuan honorer yang ada di Provinsi Banten yang tergabung dalam Presidium Forum Honorer se-Provinsi Banten (FHPB) menggelar aksi unjuk rasa di kantor DPR RI, Senin (7/8/2023). Mereka menuntut diangkat menjadi ASN atau paling tidak PPPK oleh pemerintah.
FHPB merupakan gabungan dari Forum Honorer Provinsi Banten, Forum Honorer Kota Serang, Forum Honorer Kota Cilegon, Forum Honorer Kota Tangerang Selatan, Forum Honorer Kabupaten Lebak, Forum Honorer Kabupaten Pandeglang, Forum Honorer Kabupaten Serang, dan Forum Honorer Kabupaten Tangerang bersama dengan Forum Non ASN Jawa Tengah.
Koordinator Lapangan (Koorlap) Aksi Taufik Hidayat mengatakan, para honorer menuntut agar DPR RI segera mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Perubahan tentang ASN, dengan memuat pasal pengangkatan non ASN menjadi PNS/ PPPK. Meski tidak menemui anggota DPR RI karena masih masa reses, namun dia mengaku dihubungi via telepon oleh sejumlah anggota DPR RI yang menyatakan akan mengesahkan RUU Perubahan tentang ASN pada minggu ketiga bulan Agustus ini.
“Mereka (anggota DPR RI) menyatakan segera merevisi Undang-undang ASN,” kata Taufik.
Taufik mengatakan, bila RUU Perubahan tentang ASN, maka juga akan mengubah aturan tentang penghapusan honorer pada November 2023 mendatang. Sebab sejauh ini aturan tersebut masih berlaku karena belum dicabut atau dibatalkan oleh pemerintah.
Taufik mengaku terjadi penurunan semangat dan jumlah para peserta aksi dari honorer Provinsi Banten setelah keluarnya surat yang dibuat Penjabat (Pj) Sekda Provinsi Banten Virgojanti pada 2 Agustus 2023 lalu. Padahal, sebelumnya para honorer sudah patungan dan menyewa bus bahkan catering makanan untuk mereka aksi di Jakarta.
Taufik sendiri datang ke Jakarta dan ikut dalam aksi karena dia merupakan koorlap aksi. Selain itu, dia merasa uang yang sudah dikeluarkan oleh teman-temannya sesama honorer untuk aksi tersebut akan sia-sia bila tidak digunakan untuk menyuarakan aspirasi para honorer. Karena itu, kehadirannya di aksi tersebut merupakan perwakilan dari para honorer Provinsi Banten yang tidak dapat hadir dlaam aksi tersebut.
Sekretaris Jenderal Presidium FHPB Achmad Herwandi mengatakan, pemerintah melalui Menpan-RB telah mengeluarkan Surat Nomor B/1527/M.SM.01.00/2023 perihal status dan kedudukan eks THK-2 dan Tenaga Non ASN tertanggal 25 Juli 2023. Selain itu, Menpan-RB juga menerbitkan Surat Keputusan nomor 571 tahun 2023 tentang Optimalisasi Pengisian Kebutuhan Jabatan Fungsional Teknis Pada Pengadaan Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Tahun Anggaran 2022 tertanggal 2 Agustus 2023.
Dua kebijakan yang sudah dikeluarkan pemerintah ini menurut Herwandi sejatinya belum memenuhi rasa keadilan bagi tenaga Non ASN. Sebab surat yang diterbitkan oleh pemerintah itu tidak memberikan kepastian hukum yang jelas, karena bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 49 tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah yang diundangkan pada 28 November 2018.
Di aturan tersebut mengamanhkan pemberlakuan penghapusan honorer berlaku lima tahun sebagaimana dalam Pasal 99 ayat (1) jatuh pada 28 November 2023 yang akan datang. Sebab dalam aturan itu disebutkan, ke depan hanya akan ada dua jenis pegawai di lingkungan instansi pemerintah, yaitu PNS/ ASN dan PPPK.
Terkait dengan Surat Keputusan nomor 571 tahun 2023 tentang Optimalisasi Pengisian Kebutuhan Jabatan Fungsional Teknis Pada Pengadaan Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Tahun Anggaran 2022, Herwandi mengatakan, pihaknya sejak awal menolak adanya perekrutan PPPK melalui seleksi yang dibuka juga untuk umum tersebut. Sebab hal itu meurutnya tidak adil bagi para honorer yang sudah lama bekerja.
“Bagaimana mungkin kami yang sudah bekerja puluhan tahun dengan rutinitas pekerjaan yang dilakukan setiap hari sesuai dengan bidang kami masing-masing dapat bersaing dengan pelamar umum yang baru lulus sekolah/ fresh graduate, ditambah nilai ambang batas kelulusan sangat tinggi?” katanya.
Sementara itu, Penjabat (Pj) Sekda Provinsi Banten Virgojanti ketika ditanya wartawan tentang surat edaran dan ancaman sanksi di dalamnya yang bisa diberikan kepada para honorer yang ikut aksi unjuk rasa, Virgojanti mengatakan bahwa semua lembaga memiliki aturan dan kode etik yang harus dijunjung tinggi dan ditegakkan. Begitu pula dengan honorer memiliki juga kode etik dan aturan yang mengikatnya di tempat kerja sehingga mereka harus tunduk dan patuh pada aturan tersebut.
“Semua pegawai kan ada etikanya. Ada yang ngatur. Wartawan juga ada etiknya kan?” kata Virgojanti.
Ketika ditanya apakah honorer yang ikut aksi akan mendapatkan sanksi bahkan pemecatan, Virgojanti tidak menanggapi secara langsung. Dia mengatakan, setiap kepala OPD memiliki penilaian yang terukur yang bisa digunakan untuk menilai para honorer yang ikut dalam aksi pada 7 Agustus 2023. “Ya di kepala OPD-nya masing-masing gimana (apakah akan beri sanksi atau tidak),” katanya.
Yang memberikan sanksi kepala OPD-nya? “Ya iyalah. Kan itu binaannya. Di unit kerjanya masing-masing,” tegasnya.
Senada dengan Virgojanti, Pj Gubernur Banten Al Muktabar juga tidak menjelaskan secara tegas apakah para honorer yang ikut dalam aksi unjuk rasa akan mendapatkan sanksi atau tidak. Bahkan ketika ditanya apakah ada kemungkinan honorer yang demonstrasi aka dipecat, Al Muktabar juga tidak menjawab dengan gambling.
“Nanti kita lihat dari komposisi OPD-nya, apakah itu mengganggu kerjanya atau seperti apa. Kan yg punya evaluasi teknis itu di OPD. Nanti kita lihat laporannya seperti apa oleh OPD-nya,” katanya.
Nanti, kata Al Muktabar, OPD yang akan menyampaikan apa yang berimplikasi dari adanya aksi unjuk rasa di Jakarta tersebut. Hal ini dapat dievaluasi karena OPD memiliki perjanjian kerja dan pakta integritas dengan para tenaga honorer. “Semua harus dibuktikan secara nyata, aturannya seperti itu,” katanya.
Al Muktabar mengatakan, dia selalu menyampaikan kepada para honorer yang ada di Provinsi Banten untuk bersabar karena pemerintah pusat dan daerah hingga saat ini masih berupaya mencari jalan keluar atas permasalahan honorer ini. Surat edaran yang dikeluarkan Menpan RB yang menyatakan bahwa pemerintah daerah agar tetap menganggarkan anggaran untuk pegawai non ASN atau honorer menurutnya menjadi salah satu solusi pemerintah mempertahankan honorer. “Saya pikir itu yang paling mendasar,” katanya. (tohir)