SERANG, BANTEN RAYA- Peringatan hari guru nasional tahun 2022 kembali menyadarkan kita bahwa nasib guru masih sangat menyedihkan. Setiap saat mereka dituntut untuk mengajar, dari pagi hingga sore hari. Namun kerja keras itu tidak berbanding lurus dengan pendapatan yang mereka peroleh. Masih banyak guru yang secara penghasilan berada di bawah upah minimum provinsi (UMP) bahkan ada yang hanya dibayar Rp6.500 per jam.
Mayang Kartika, salah satu guru honorer di SMK swasta di Baros, Kabupaten Serang mengaku hanya mendapatkan honor Rp6.500 per jam setiap kali mengajar. Padahal sekolah di mana dia mengajar merupakan sekolah full day atau sekolah yang menerapkan sistem belajar dari pagi hingga sore hari.
Dalam sebulan, Mayang diberikan waktu untuk mengajar sebanyak 48 jam. Sehingga bila dikalikan dengan honor per jam yang hanya Rp6.500 maka dalam sebulan Mayang hanya mendapatkan honor sebesar Rp312.000.
Apakah honor itu cukup? “Enggaklah. Jauh banget malah,” kata Mayang, Kamis (24/11/2022).
Untuk memenuhi kebutuhan lainnya, Mayang harus berpikir dan memutar otak. Maka dia pun mulai berjualan sejumlah barang mulai dari makanan sampai pakaian. Hasilnya cukup lumayan untuk menambah penghasilannya dari mengajar di sekolah. “Kalau hanya ngandelin dari sini (sekolah) jauh dari kata cukup,” ujar Mayang.
Meski penghasilannya dari mengajar sangat kecil, namun Mayang mengaku menikmati aktivitasnya sebagai guru. Dia mengaku bercita-cita menjadi guru karena dorongan dari orang tuanya ketika dia masih SMA.
Kala itu orang tuanya memberinya arahan agar bila kelak mendapatkan pekerjaan hendaknya pekerjaan itu tidak mengganggu waktu untuk dia mengurus suami dan anaknya kelak. Apalagi sampai saat ini dia mengaku masih belum memiliki aktivitas lain selain mengajar.
Tapi kalau ada sekolah lain yang menawarkan honor lebih besar mau pindah? “Yaaaa manusiawi lah kalau itu,” ujar Mayang.
Nasib lebih beruntung dialami oleh Tian Maulana, seorang guru honorer di SMK Negeri 1 Kabupaten Pandeglang. Dia mengungkapkan, dalam sebulan memiliki gajii pokok Rp1,1 juta. Selain itu ada pendapatan tambahan sesuai dengan jam mengajar yang diupahi Rp75 ribu per jam.
Tian yang mengajar pelajaran Produktif Perhotelan dan Tata Boga ini mengaku sudah 7 tahun menjadi guru honorer dan merasa nasibnya dari sisi pendapatan sudah lebih baik sejak kewenangan SMA dan SMK diambil alih oleh Pemerintah Provinsi Banten.
“Kalau sekrang sudah cukup sejahtera dengan gajii pokok Rp1,1 juta dan jam ngajar Rp75 ribu per jam,” kata Tian.
Tian sendiri mengaku sudah resmi terdaftar sebagai guru honorer yang diberikan surat tugas resmi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten. Menurutnya, yang menyedihkan adalah guru-guru yang belum diangkat honorer atau baru menjadi guru setelah adanya penutupan guru honorer oleh Pemerintah Provinsi Banten yang dilakukan pada awal tahun 2022 yang lalu. Mereka tidak akan mendapatkan hak sebagaimana yang Tian dapatkan.
Meski demikian, ada sejumlah hal yang harus diperbaiki agar nasib guru akan menjadi lebih baik. Pertama, penyaluran honor di luar gaji yang sampai saat ini masih tidak tetap tanggal pengirimannya. Selain itu adanya perbedaan antara guru honorer dan guru ASN yang salah satunya dicirikan oleh seragam yang dikenakan.
“Yang dibutuhkan adalah kepastian gaji dan tidak dibedakan antara guru honorer dengan ASN, karena sekarang ini jomplang banget,” katanya.
Sementara itu, Deny Surya Permana, salah satu guru ASN di SMA Negeri 2 Kota Serang mengatakan, bagi guru ASN yang mengajar di jenjang SMA/SMK di Banten saat ini menurutnya sudah bisa dikatakan layak dari sisi pendapatan. Yang masih memprihatinkan adalah para guru yang mengajar di jenjang SD dan SMP yang masih sangat.
Guru ASN menurutnya, bisa mengantongi penghasilan Rp3 juta sampai Rp5 juta per bulan dari gaji dan tunjangan kinerja. Meski demikian, bila dibandingkan dengan pegawai di OPD lain, penghasilan guru termasuk kecil. Dia mencontohkan, guru dengan golongan 3D hanya mendapatkan tunjangan Rp2,7 juta, sedangkan pelaksana di OPD lain, bahkan office boy, tunjangannya bisa di angka Rp7 juta.
“Guru selau dinomorduakan. Keberpihakan Pemprov Banten terhadap guru masih dipertanyakan,” katanya.
Selain itu, jenjang karir guru juga kerap sangat lambat. Apalagi dengan adanya kepala sekolah yang menjabat tidak hanya 2 periode (satu periode 4 tahun), maka jenjang karir guru untuk menjadi kepala sekolah atau pengawas mandek. “Tapi yang terjadi sampe pensiun masih kepala sekolah,” ujarnya. (tohir)