SERANG, BANTEN RAYA- Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Forum Pemantau Pembangunan Provinsi Banten (FP3B) menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Bank Banten KCK Serang, di Jalan Jenderal Ahmad Yani, Kota Serang, Senin (31/10/2022). Mereka menilai Bank Banten memiliki segudang masalah dan berada di ambang kehancuran.
Aditya Ramadhan salah seorang mahasiswa mengatakan, dulu Bank Banten masih sehat-sehat saja namun sekarang bank ini menurutnya sedang merugi, karena banyak kredit macet bermasalah yang mencapai Rp188 miliar lebih dari sekitar 31 perusahaan dan 10 cabang Bank Banten. “Saat ini PT Bank Banten sedang dalam pengawasan intens OJK,” kata Aditya.
Dia mengatakan, diduga terjadi banyak kesalahan dan pelanggaran yang diduga dilakukan oleh direksi PT Bank Banten seperti banyaknya kredit tanpa agunan bermasalah. Ini yang menyebabkan pendapatan keuangan dan operasional Bank Banten tidak terkontrol dengan baik. Semua ini terjadi karena prinsip kehati-hatian dalam proses jaminan pengembalian kredit secara aman diduga tidak diterapkan. Akhirnya Bank Banten pun merugi.
“Padahal hal ini tidak sesuai dengan peraturan Bank Indonesia nomor 5/10/PBI/2003 tentang prinsip kehati-hatian dalam kegiatan penyertaan modal,” tutur Aditya.
Dia mengatakan, Bank Banten sebagai BUMD seharusnya dapat memberikan kontribusi besar untuk masyarakat Banten dan kemajuan Banten. Namun yang terjadi justru sebaliknya, Bank Banten setiap tahun terus mengalami kerugian yang menyebabkan pemborosan anggaran keuangan daerah.
Atas banyaknya masalah tersebut haditsnya mendesak dilakukan audit secara tuntas terhadap kredit macet dan bermasalah yang kurang lebih angkanya mencapai 188 miliar. Selain itu diatur utama dan jajaran direksi bank Banten juga menurutnya harus bertanggung jawab penuh atas adanya kredit macet dan bermasalah tersebut.
Ini dilakukan agar tujuan bank Banten yang didirikan untuk menyelenggarakan usaha dan menyediakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang atau jasa dapat terjangkau oleh masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah guna peningkatan Pendapatan asli daerah dapat berjalan dengan baik.
Jamal, mahasiswa lain, mengatakan ada beberapa persoalan yang pihaknya soroti salah satunya terkait tata kelola Bank Banten yang carut marut sehingga berdampak negatif terhadap internal Bank Banten sendiri. Hal itu dibuktikan dengan munculnya segudang masalah di Bank Banten, salah satunya kredit macet.
Menurutnya, hal itu bentuk pelanggaran akibat tidak ada kehati-hatian dalam mengambil keputusan atau kebijakan pada jajaran Direksi Bank Banten. Win-win solution seharusnya dipikirkan jajaran Direksi Bank Banten bukan malah justru lebih asyik lobi-lobi politik dan membuat right issue untuk mendapatkan penambahan modal keuangan dari Pemprov Banten dan pihak terkait. (tohir)