SERANG, BANTEN RAYA- Irvan Santoso mantan Kabiro Kesra Provinsi Banten yang juga terdakwa kasus pemotongan dana hibah pondok pesantren tahun 2018 dan 2020, menyebut ada sekitar 563 pondok pesantren penerima hibah tahun 2018 yang tidak membuat Laporan Pertanggungjawaban (LPJ), sehingga dirinya tidak merekomendasikan ponpes sebagai penerima hibah.
Hal itu diungkapkan Irvan dalam sidang dengan agenda keterangan terdakwa Irvan dan empat terdakwa lainnya, yaitu ketua tim evaluasi penyaluran hibah ponpes Toton Suriawinata, honorer Biro Kesra Banten Agus Gunawan, pihak swasta Epieh Saepudin, dan pengurus ponpes penerima hibah Tb Asep Subhi, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Serang, Kamis 16 Desember 2021.
Mantan Kabiro Kesra Pemprov Banten Irvan Santoso mengaku sempat mempertimbangkan pengajuan bantuan hibah ponpes tahun 2020 yang diajukan oleh Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Provinsi Banten, lantaran sebagian LPJ tahun 2018 belum diserahkan.
“Kami laporan itu sudah sesuai format tapi kami ingin seluruh ponpes yang dapat bantuan FSPP menyampaikan LPJ. Pada 22 Januari (2019) kami monitoring, tidak langsung ke lapangan tapi evaluasi 2018. Pada 22 Januari masih 563 yang belum ada LPJ, sehingga ketika FSPP mengajukan hibah lagi 2020 kami tahan dulu selesaikan dulu,” kata Irvan kepada Majelis Hakim yang diketuai Slamet Widodo.
Irvan menambahkan untuk pengajuan hibah tahun 2020 ada empat lembaga yang mengajukan yaitu di antaranya FSPP Provinsi Banten, Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) dan Baznas.
“Tanggal 27 Mei mengundang, karena ada beberapa lembaga mengajukan hibah antara lain FSPP, LPTQ, Baznas. Saya di tim evaluasi bahwa kita tidak hanya mengevaluasi persyaratan administrasi tapi survey lapangan dan ekspose program. Di ekspose, FPSS belum bisa kita rekomendasikan karena berdasarkan monev 22 Januari, masih kita pertanyakan yang 500 (LPJ),” ujarnya.
Kemudian, Irvan menjelaskan dalam ekspose pada 27 Mei 2019, terdapat perbedaan data jumlah ponpes di tahun 2018 dan 2020. Sehingga dirinya mempertanyakan kelayakan penambahan data ponpes tersebut
“Terdapat pelompatan jumlah pesantren yang diajukan. Kalau 2018 itu 3 ribu pesantren, 2020 itu 3.926. Ada lonjakan apakah ini sudah diverifikasi lanjut atau bagaimana, dan FSPP belum meyakinkan. FSPP jadi atensi besar gubernur, kemudian saya mengatakan bahwa LPJ yang 500 selesai, dan tambahan dilakukan verifikasi,” jelasnya.
Irvan mengungkapkan, dengan adanya persoalan itu, dirinya tidak merekomendasikan FSPP menjadi penerima hibah ponpes, dan Biro Kesra hanya memberikan nota dinas.
“Dengan demikian tidak ada rekom yang kita sampaikan. Makanya kami hanya menyampaikan nota dinas per 27 Mei, karena FSPP mengajukan dan FSPP tahu 30 Mei terakhir. Sementara kami menyampaikan laporan ke pimpinan bahwa FSPP sudah menyampaikan laporan untuk pemberdayaan pesantren,” ungkapnya.
Lebih lanjut Irvan menjelaskan, pada Agustus 2019 dirinya mendapatkan informasi jika lembaga-lembaga yang mengajukan hibah tahun 2020, tidak mendapatkan alokasi karena aturan.
“Ketika haji itu ada informasi dari temen-temen, ketua MUI bahwa MUI FSPP, LPTQ dan Baznas tidak bisa alokasi anggaran di 2020 karena tidak mendaftarkan di e-hibah. Karena ada aturan baru,” jelasnya.
Irvan mengungkapkan dirinya sempat bingung dengan adanya aturan itu, apalagi pemberian hibah untuk lembaga-lembaga itu merupakan atensi dari Gubernur Banten.
“Nah ini kami kebingungan, dan semuanya adalah mendapatkan atensi Gubernur. Nah ketika itu semua tidak bisa direkomendasikan, termasuk ke pesantren. Karena sampai 13 Mei sesuai pergub tidak ada satu pun proposal masuk ke pesantren,” ungkapnya.
Tidak adanya rekomendasi itu Irvan menjelaskan dirinya dipanggil ke rumah dinas gubernur. Di sana sudah ada Sekda selaku ketua TAPD, Biro Adpem dan Muhtarom dari Bappeda.
“Saya diundang ke rumdin pada prinsipnya seolah-olah kepala Kesra tidak memberikan rekomendasi ke pesantren ini. Perasaan saya ini, kami disidang,” jelasnya.
Irvan menambahkan, pada Januari 2020, Sekretaris TAPD Mahdani datang ke Biro Kesra membawa kabar perintah dari gubernur. Dirinya diminta untuk menyelesaikan pencairan hibah 2020 karena FSPP akan mengadakan mubes seluruh pengurus baik dari provinsi dan kabupaten. Selain itu, dirinya disodori Pergub Penjabaran APBD 2020 dan nota dinas dari Sekda.
“Mahdani membawa kabar perintah dari gubernur. Bahwa 8 sampai 10 Januari 2020 itu akan diselenggarakan mubes FSPP dan waktu itu memerintahkan agar segera memproses pencairan hibah pesantren 2020. Nah waktu itu kami langsung disodori daftar nama, waktu itu kami baru tahu 3.926 itu ditetapkan gubernur sebagai penerima hibah,” ujarnya.
Irvan sendiri mengakui tidak bisa menolak melakukan pencairan karena itu memang kewenangan gubernur. Selain itu, dirinya juga telah disodori Pergub Penjabaran yang sudah ditandatangani diperkuat oleh nota dinas dari Sekda.
“Secara pribadi saya takut, karena pada tanggal 2 Desember, Gubernur pada apel di Pemprov Banten sudah menyampaikan bahwa APBD 2020 harus dimulai dari Januari. Apabila ada OPD yang tidak mentaati perintah gubernur, baik OPD bidang dan kasi akan dipindahkan jadi staf biasa,” jelasnya.
Irvan menegaskan, sebelumnya dirinya telah mengusulkan agar pencairan ini bisa di APBD perubahan. Sehingga Biro Kesra bira verifikasi ponpes penerima hibah. Tapi memang usulan itu hanya dilakukan lisan dan tidak di surat pernyataan.
“Kenapa saya mengajukan pencairan, karena waktu itu kiai mau mubes, kami tidak ada waktu untuk berdebat. Nah pada 16 Januari 2020 saya diberhentikan jadi Biro Kesra,” ujarnya.
Hingga berita ini ditulis, sidang kasus hibah masih berjalan di Pengadilan Tipikor Negeri Serang. Pada persidangan selanjutnya, agendanya tentang pembacaan tuntutan. ***