PANDEGLANG, BANTEN RAYA – Jalan Picung-Munjul, di Kampung Angsana, Desa Ciodeng, Kecamatan Sindangresmi, Kabupaten Pandeglang, terbelah dan amblas sepanjang 100 meter, Selasa (3/1).
Amblasnya jalan juga terjadi di Jalan Picung-Munjul, Desa Sukasaba, Kecamatan Munjul.
Kedua akses jalan beton amblas akibat badan jalan mengalami pergeseran tanah setelah hujan terus menerus semalaman.
Camat Sindangresmi Muklis Arifin mengatakan, jalan milik Pemprov Banten itu awalnya amblas 25 meter. Kemudian bertambah di siang hari menjadi 100 meter dan lebar dua meter.
“Semakin parah rusaknya. Kondisi tanahnya enggak kuat nahan air hujan,” katanya, Selasa (2/1).
Dia menerangkan, jalan yang amblas saat ini sudah mendapat penanganan pemerintah. Dampak dari amblasnya jalan tersebut membuat aktivitas roda empat tidak bisa melintas. “Sedang ditangani. Pengendara roda empat untuk sementara belum bisa melintas, dan mencari jalan alternatif lain,” terangnya.
Kapolsek Munjul AKP Iwan Rustriwa mengatakan, kedua akses jalan Picung-Munjul yang amblas akibat badan jalan mengalami longsor. Hal itu terjadi akibat curah hujan tinggi.
“Sesuai laporan di lapangan bahwa amblas kedua akses jalan itu akibat tebing jalan longsor,” kata Iwan.
Dia mengimbau, masyarakat tidak melintas di jalan tersebut. Sebab, akses jalan tidak bisa dilalui kendaraan roda empat. Sementara saat ini kedua akses jalan sudah mendapat penanganan dari pemerintah. “Sekarang jalan itu sedang ditangani menggunakan alat berat oleh pemerintah provinsi,” ujarnya.
Camat Munjul Rudiyanto menuturkan, akses jalan di Desa Sukasaba ambruk sepanjang 15 meter. Namun akses jalan tersebut masih bisa dilalui kendaraan roda empat maupun roda dua.
“Betul amblas. Tapi pengendara masih bisa melintas. Sekarang sudah ditangani sama tim Pemprov Banten, karena kewenangan jalan itu masuk ke provinsi,” katanya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Pandeglang, Asep Rahmat membenarkan, akses jalan Munjul-Picung ambruk. Saat ini kedua akses jalan tersebut sudah mendapatkan penanganan DPUPR Provinsi Banten.
“Sudah kami sampaikan ke provinsi. Sekarang sedang dalam penanganan tim DPUPR Banten,” terangnya.
Bagian Pengawas UPT Bina Marga DPUPR Provinsi Banten, Mufti mengatakan, UPTD Pengelolaan Jalan dan Jembatan (PJJ) Pandeglang, Provinsi Banten sudah menerjunkan alat berat, hingga memasang rambu peringatan di lokasi jalan Raya Munjul-Picung yang amblas.
“Alat berat sudah kami terjunkan, dan memasang rambu-rambu lalulintas. Saat ini akses jalan sudah bisa dilintasi pengendara,” katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Provinsi Banten Riki Handriana mengatakan, pada hari yang sama di Kabupaten Lebak terjadi fenomena tanah bergerak yang terjadi di tiga lokasi atau tiga titik.
“Ya itu adalah fenomena tanah bergerak seperti di Palu tapi ini lebih ringan,” kata Riki, Selasa (3/1). .
Adapun penyebab fenomena tanah bergerak salah satunya adalah karena curah hujan yang tidak berhenti selama beberapa waktu terakhir. Hal ini kemudian menyebabkan kondisi tanah labil yang akhirnya mengakibatkan tanah bergerak. Ini juga ditambah dengan kondisi di wilayah Banten yang memang rawan terjadinya bencana.
“Tanah bergerak itu biasanya ada yang bergeser. Ini beda dengan longsor yang terjadi di daerah perbuktikan. Kalau tanah bergerak terjadi di daerah datar,” ujarnya.
Riki mengatakan, fenomena tanah bergerak di Provinsi Banten sebetulnya jarang terjadi. Bencana yang paling sering terjadi di Provinsi Banten adalah longsor dibandingkan dengan tanah bergerak.
Tanah bergerak memang menjadi fenomena yang langka di Provinsi Banten. Meski demikian, Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Banten sudah memetakan daerah-daerah mana saja di Provinsi Banten yang memiliki potensi tanah bergerak. Namun umumnya tanah bergerak sangat berpotensi terjadi di Banten selatan, yaitu di Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang.
“Lebak dan Pandeglang adalah daerah rawan tanah bergerak,” kata Riki.
Meski terjadi fenomena tanah bergerak di dua daerah di Banten, yaitu Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang namun sampai saat ini BPBD Provinsi Banten belum menerima laporan adanya korban luka maupun korban jiwa akibat bencana alam tersebut. Fenomena tanah bergerak yang paling besar terjadi di Indonesia terjadi di Palu beberapa tahun yang lalu.
Riki mengatakan, setelah mendapatkan informasi adanya tanah bergerak tersebut, BPBD Provinsi Banten sudah elakukan monitoring ke lapangan. Berdasarkan pemetaan sementara, jalan-jalan tersebut sampai saat ini tidak bisa dilalui oleh kendaraan, terutama roda empat.
“Untuk kendaraan kita alihkan ke jalan alternatif lain, itu ranah dishub yang mengatur kalau lalu lintas,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Banten Arlan Marzan mengatakan, kerusakan jalan yang terjadi yang menyebabkan jalan provinsi rusak berat bukan disebabkan karena kualitas jalan. Kerusakan itu terjadi karena adanya pergerakan tanah. Kerusakan itu tidak dapat terhindarkan karena merupakan musibah dari bencana alam.
“Itu bencana. Terjadi pergeseran tanah,” katanya Arlan singkat. (yanadi/tohir)