3.800 Honorer di Banten Terancam Diberhentikan

Doni Serang Honorer Gruduk Pendopo Gubernur Banten 1
Honorer Gruduk Pendopo Gubernur Banten : Ratusan honorer unjukrasa di depan Gerbang Pendopo Gubernur Banten, Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Kecamatan Curug, Kota Serang, Kamis, 20 Oktober 2022. Dalam orasinya mereka meminta 3800 honorer yang ada di Lingkungan Pemprov Banten agar bisa terindek oleh BKD dan BKN. Selain itu juga mereka meminta kepada Pemprov Banten untuk mencarikan langkah-langkah dan solusi bagi honorer tidak terakomodir, meminta agar mereka diakomodir dalam seleksi P3K dan CPNS yang dikhususkan bagi tenaga honorer atau dilakukan seleksi secara tertutup dan kesejahteraan. Doni Kurniawan/Banten Raya

SERANG, BANTEN RAYA- Sebanyak 3.800 pegawai non ASN atau honorer di Provinsi Banten yang tidak terinput dalam pendataan terancam diberhentikan. Para honorer ini was-was mereka akan segera diberhentikan karena tidak masuk dalam pendataan yang diperintahkan BKN.

Sebagai bentuk solidaritas kepada para honorer yang tidak terdata itu, puluhan honorer menggelar aksi unjuk rasa di KP3B, Kamis (20/10/2022).

Ketua Umum Forum Pegawai Non PNS Non Kategori Provinsi Banten Taufik Hidayat mengatakan, aksi yang digelar itu merupakan aksi solidiritas dan aksi damai untuk teman-temannya sesama honorer yang berjumlah 3.800 orang yang belum terverifikasi. Nama-nama mereka, ketika proses pendataan tidak bisa dimasukkan daalam aplikasi verifikasi honorer karena tidak ada dalam format.

Bacaan Lainnya

“Temen-temen ini tidak masuk dalam pendataan karena terhalang dengan jabatan,” kata Taufik di sela aksi.

Dia menjelaskan, 3.800 honorer ini bertugas sebagai satuan pengamanan (satpam), sopir (driver), office boy (ob), clening service, pramubakti, dan laundry. Sementara dalam sistem pendataan yang dibuat BKN, nama pekerjaan tersebut tidak diperbolehkan untuk dilakukan verifikasi karena jabatan tersebut tidak ada di aplikasi BKN. Dengan demikian, mereka sampai detik ini belum jelas karena belum masuk data BKN.

“Mereka terhalang Surat Edaran Kemenpan-RB karena itu jabatan-jabatan yang dikecualikan yang tidak masuk dalam prioritas pendataan,” ujarnya.

Taufik mengungkapkan, ke-3.800 honorer ini tidak terdata dan khawatir akan diberhentikan atau dipekerjakan dengan cara outsorching. Bila itu terjadi, maka masa kerja mereka yang sudah bertahun-tahun hilang begitu saja karena peraturan itu. “Ini bertolak belakang dengan Surat Edaran Kemenpan RB,” ujarnya itu yang tidak masuk pendataan adalah mereka yang digaji oleh pihak ketiga atau outsourcing.

Isi dari Surat Edaran Kemenpan RB itu, kata Taufik, yang tidak masuk dalam pendataan adalah yang bekerja dan dibayar honornya oleh pihak ketiga. Sementara ribuan honorer ini banyak yang digaji menggunakan APBD Provinsi Banten. Sehingga, dengan demikian, mereka seharusnya masuk dalam pendataan karena bukan yang digaji dari pihak ketiga.

Taufik mengatakan, seharusnya ketika masa pendataan itu juga BKD Provinsi Banten bisa mensiasati 3.800 honorer yang profesi atau jabatannya tidak ada dalam aplikasi BKN dimasukkan sebagai bagian administrasi. Dengan demikian, mereka tetap akan bisa masuk dalam pendataan. Meski mereka berprofesi satpam, misalkan, namun dalam pendataan dimasukkan sebagai bagian administrasi.

“Padahal mereka mengabdi belasan tahun di pemprov. Mereka digaji melalui APBD bukan outsourcing. Makanya ini bertolak belakang dengan isi Surat Edaran Kemenpan RB yang ditadatangani almarhum Tjahjo Kumolo,” tuturnya.

Ketua Komisi I DPRD Provinsi Banten Ahmad Jazuli Abdillah mengatakan, pendataan yang dilakukan BKN namun tidak mengakomodir sejumlah profesi honorer seperti melemparkan masalah yang dimiliki oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Padahal yang memiliki kebijakan soal pengangkatan honorer adalah pemerintah pusat.

Jazuli juga melihat ada ketidakadilan dalam pendataan honorer yang dilakukan BKN ini. Dia menganalogikan ketika ada honorer yang berprofesi sebagai pramubakti yang sudah bekerja selama 8 tahun namun karena profesinya itu tidak ada dalam format aplikasi pendataan BKN maka dia tidak bisa masuk dalam pendataan. Padahal dia digaji menggunakan dana APBD Provinsi Banten.

Namun ketika ada honorer staf administrasi yang bekerja baru 1,5 tahun langsung bisa masuk dalam pendataan yang dilakukan oleh BKN karena profesinya ada dalam format aplikasi yang digunakan oleh BKN untuk mendata honorer. Padahal, dari sisi masa kerja dia baru sebentar dibandingkan dengan pramubakti tadi. “Ini kan tidak adil,” katanya Jazuli.

Karena itu, sesuai arahan Pj Gubernur Banten, maka data honorer yang ada di Banten seluruhnya diserahkan ke BKN. Jazuli juga meyakinkan bahwa semua honorer yang ada saat ini di Provinsi Banten tidak akan diberhentikan karena pada dasarnya Pemerintah Provinsi Banten sampai saat ini masih membutuhkan tenaga mereka. (tohir)

Pos terkait