Investigasi Semua Transaksi Di Samsat

1 KASUS SAMSAT 2
LEBARAN DI TAHANAN: Tersangka kasus penggelapan pajak pada UPTD Samsat Kelapa Dua ditahan Kejati Banten, Jumat (22/4/2022).

SERANG, BANTEN RAYA- Pegiat antikorupsi Uday Suhada mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Banten melakukan audit investigasi semua kantor Samsat yang ada di Provinsi Banten, termasuk sumber pendapatannya. Hal ini dilakukan agar diketahui sumber pendapatan di Samsat apakah juga terjadi penyimpangan seperti yang terjadi di Samsat Kelapa Dua Tangerang.

Uday yang juga Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) ini mengatakan, barang bukti berupa uang sebesar Rp29 juta dari laci meja kerja Sekretaris Bapenda Berly Rizky Natakusumah patut dipertanyakan, uang apa dan berasal dari mana. Sebab uang dalam jumlah besar di laci pejabat sangat janggal.

“Terhadap temuan itu tentu tim penyidik lebih paham langkah apa yang harus diambil untuk mengungkap uang apa itu,” kata Uday, Minggu (24/4/2022).

Bacaan Lainnya

Uday mengapresiasi langkah cepat Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten dalam menangani kasus dugaan penggelapan pajak di Samsat Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang. Apresiasi itu diberikan Uday sebab Kejati dalam waktu singkat telah mampu dan berani menetapkan tersangka sebanyak empat orang dalam kasus tersebut.”Langkah cepat Kejati Banten ini patut diapresiasi,” katanya.

Meski demikian, kata Uday, banyak pihak yang mempertanyakan apa betul dugaan pelanggaran hukum ini hanya terjadi di level Kepala Seksi (Kasi) ke bawah yang terlibat dalam persekongkolan jahat menjarah uang pendapat daerah itu. Dia menduga kejahatan itu tidak hanya terjadi sampai di tingkat kepala seksi ke bawah.”Ini sepertinya tidak hanya sebatas sampai tingkat Kasi saja persekongkolannya,” ujarnya.

Sebab menurutnya, pemegang password sistem di Samsat itu adalah Kepala UPT, bukan seorang kepala seksi apalagi seorang tenaga kerja sukarela atau TKS. Artinya, bila pekerja sekelas TKS bisa permainkan sistem, patut diduga Kepala UPT Samsat telah memberikan password itu ke TKS.

“Lalu yang menjadi pertanyaan banyak orang adalah pengembalian uang sebesar Rp6 miliar itu dari mana? Sementara proses audit belum dilakukan atau belum selesai,” ujarnya.

Sebelumnya, akademisi dan Ahli Hukum Tata Negara Universitas Lampung (Unila) Yhanu Setiawan memperingatkan agar Inspektorat Provinsi Banten tidak main-main dalam kasus penggelapan pajak di Samsat Kelapa Dua Tangerang. Sebab, semua mata tertuju ke kasus itu sehingga kejanggalan sedikit pun akan terlihat.

Karena itu, dia memperingatkan Inspektur atau Kepala Inspektorat Provinsi Banten tidak main-main dalam kasus penggelapan pajak di Samsat Kelapa Dua Tangerang.”Inspektur tidak boleh bermain-main dalam persoalan penanganan kasus besar seperti ini,” kata Yhanu Setiawan.

Yhanu mengatakan, dalam penanganan kasus penggelapan pajak di Samsat Kelapa Dua Tangerang ini banyak mata yang mengawasi. Sehingga ketika hasil pemeriksaan inspektorat diduga ada main mata dan tidak tuntas, maka akan berpotensi pada persoalan hukum baru terhadap Inspektur.

Karena hasil pemeriksaan Inspektorat itu nantinya bisa menjadi bukti awal bagi APH lainnya untuk melakukan penelusuran lebih jauh.”Bisa jadi nanti Inspekturnya juga ikut menjadi tersangka,” jelasnya.

Yhanu mengatakan, pada hakikatnya kedudukan semua orang di mata hukum sama. Sehingga dengan begitu tidak akan bisa ada orang yang terlindungi jika terlibat. Karena semuanya pasti akan diperiksa, berdasarkan hasil penelusuran serta bukti-bukti yang didapatkan oleh penyidik karena pasti akan dicari sampai akar permasalahannya.

Diketahui kasus penggelapan pajak di Samsat Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, saat ini sedang ditangani Inspektorat Provinsi Banten. Inspektorat menargetkan proses audit selesai pada 16 Mei 2022.

MOBIL MEWAH
Seperti diketahui, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten telah menetapkan tersangka dan menahan 4 orang yang diduga pelaku penggelapan pajak di UPTD Samsat Kelapa Dua Tangerang pada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Banten. Diduga pelaku menilap 12 persen dari harga beli mobil mewah seperti Ferrari, Lamborghini dan lain-lain.

Untuk diketahui pada Jumat (22/4) lalu, Kejati Banten menahan keempat orang tersangka. Mereka adalah Zulfikar selaku Kasi Penagihan dan Penyetoran pada UPTD Samsat Kelapa Dua, Ahmad Prio selaku staf atau petugas Bagian Penetapan pada UPTD Samsat Kelapa Dua, Muhammad Bagja Ilham selaku tenaga honorer (TKS) bagian kasir UPTD Samsat Kelapa Dua, dan Budiono pihak swasta yang juga mantan pegawai yang membuat aplikasi Samsat.

Salah satu sumber anonim Banten Raya di Lingkungan Badan Pendapatan Belanja (Bapenda) Provinsi Banten mengatakan, informasi adanya penggelapan uang dengan melakukan manipulasi data mobil baru (BBN I) menjadi mobil bekas (BBN II) sudah lama diendus oleh Bapenda.

“Ini sebenarnya sudah lama jadi perbincangan di Bapenda. Memang Budiono ini yang tau sistem aplikasi. Sejak isu ini ramai, sistem aplikasi sempat down, gak bisa diakses dan ada data-data yang hilang. Itu awal April kejadiannya (diduga diretas oleh Budiono),” katanya saat ditemui Banten Raya, Sabtu (23/4/2022).

Menurutnya, empat tersangka itu tidak menggelapkan semua jenis kendaraan baru. Mereka hanya melakukan penggelapan pajak BBN 1, atau hanya mobil-mobil mewah seperti Ferrari, dan Lamborghini. “Mobil mewah yang harganya miliaran (yang digelapkan pajaknya). Bukan mobil biasa,” ujarnya.

Dia mengungkapkan, keempatnya memperoleh 12 persen dari nilai mobil yang digelapkan. Dia mencotohkan, harga mobil Ferrari 488 Pista untuk tahun 2022 yaitu sekitar Rp7 miliar, dengan begitu empatnya bisa memperoleh Rp840 juta (12 persen) dari satu kendaraan. “Data yang digelapkan sekitar 200 kendaraan (mobil mewah). Informasi lebih lebih dari Rp5,9 miliar (uang yang digelapkan), itu bisa sampai belasan miliar,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, pada Jumat (22/4) lalu, tim pidsus telah melakukan penggeledahan di Kantor Bapenda dan Samsat Kelapa Dua, dan ditemukan 1 bundel foto tangkapan layar, 1 buah flasdisk, serta uang tunai sebesar Rp29.854.700, di dua lokasi tersebut.

“Tim penyidik telah menetapkan 4 orang tersangka yaitu tersangka Z jabatannya Kasi Penagihan dan Penyetoran di Samsat Kelapa Dua. Tersangka AP, PNS dengan jabatan staf bagian penetapan pada Samsat Kelapa Dua, tersangka MBI sebagai tenaga honorer bagian kasir di UPTD Samsat Kelapa Dua, dan tersangka B pihak swasta yang juga mantan pegawai yang membuat aplikasi Samsat,” katanya.

Menurut Eben, pada April 2021, Zulfikar selaku Kasi Penagihan mengumpulkan ketiga tersangka lainnya untuk mendiskusikan cara masuk ke sistem UPTD guna mendapatkan uang. “Bulan Juni 2021, tersangka Z memerintahkan tersangka MBI untuk melakukan perbuatan tersebut terhadap mobil baru (BBN I) untuk dimanipulasi datanya menjadi mobil bekas (BBN II),” jelasnya.

Lebih lanjut, Eben menambahkan, tersangka Muhammad Bagja Ilham selaku tenaga honorer bagian kasir kemudian memilih seluruh berkas pendaftaran pajak baru mobil.
“Setelah berkas dipilih maka tersangka MBI dengan membawa kertas penetapan yang telah dikeluarkan oleh tersangka AP mendatangi biro jasa untuk meminta uang secara tunai sesuai kertas penetapan pajak,” tambahnya.

Kemudian, Eben mengungkapkan, tersangka Ahmad Prio membayarkannya ke Bank Banten. Setelah dibayarkan tersangka Muhammad Bagja Ilham mengirimkan data pembayaran ke tersangka Budiono yang berada di luar Kantor UPTD Samsat
Kelapa Dua.

“Tersangka B yang telah mengetahui password dan VPN untuk melakukan perubahan secara sistem, penetapan yang tadinya BBN I menjadi BBN II. Setelah berhasil diubah, penetapan yang telah diubah tersebut dikirimkan melalui chatting ke tersangka
MBI,” ungkapnya.

Eben menambahkan, tersangka Muhammad Bagja Ilham kemudian kembali ke Bank Banten untuk melakukan perbaikan pembayaran atas penetapan yang telah dimanipulasi.
“Kemudian hasil selisih kelebihan uang tersebut oleh tersangka MBI diserahkan kepada tersangka Z. Selanjutnya uang-uang hasil perbuatan melawan hukum tersebut diserahkan kepada tersangka AP untuk dikumpulkan,” tambahnya.

Lebih lanjut, Eben mengungkapkan, tiga tersangka Ahmad Prio, Muhammad Bagja Ilham dan Budiono juga melakukan penggelapan tanpa sepengetahuan tersangka Zulfikar, karena pembagian tidak sesuai dengan janji.

“Tersangka MBI, B dan AP melakukan juga hal tersebut tanpa sepengetahuan tersangka Z sejak Agustus 2021 sampai Februari 2022. Dikarenakan para tersangka merasa tidak mendapat seperti yang dijanjikan oleh tersangka Z,” ungkapnya.

Eben menegaskan, uang hasil kejahatan ketiganya kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi, dan pembelian sejumlah barang-barang. “Dari uang hasil yang telah dikumpulkan tersebut, para tersangka telah digunakan untuk membeli mobil, motor, rumah, dan untuk keperluan lainnya,” tegasnya.

Selain perkara penggelapan, Eben juga mempertanyakan uang pengembalian ke Bapenda Banten sebesar Rp5,9 miliar. Padahal hasil audit terhadap kasus itu belum ada hasil.
“Untuk pengembalian kami sedang mempelajari mengapa ini dikembalikan, dan apa dasar pengembalian. Karena tahun 2021 sudah selesai, wajib pajak sudah membayar sesuai dengan klasifikasi (pajak). Kenapa ini (uang hasil korupsi) diterima di tempat itu. Ini yang sedang kami dalami,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Bapenda Provinsi Banten Opar Sohari ketika dikonfirmasi terkait informasi penggelapan pajak mobil mewah dan adanya pemotongan uang honorer tidak memberikan jawaban. Padahal, pesan konfirmasi telah dibacanya. (tohir/darjat/rahmat)

 

Pos terkait