SERANG, BANTEN RAYA- Praktik titip-menitip siswa di sekolah negeri di Banten lumrah terjadi setiap tahun. Ironisnya, praktik titip-menitip siswa ini dilakukan oleh para pejabat dari level camat sampai anggota DPRD bahkan Walikota.
Sejumlah siswa SMA Negeri 13 Kabupaten Tangerang keluar dari 5 ruang kelas baru dengan muka ceria ketika jam istirahat tiba. Sementara sebagian besarnya masih berada di dalam kelas yang dipenuhi meja dan bangku yang jaraknya berdekatan. Mereka tampak tak terganggu dengan kondisi kelas yang belum dilengkapi daun pintu dan jendela. Bahkan, bagian langit-langit kelas belum ditutup sehingga masih nampak bagian siku-siku yang terbuat dari baja ringan.
Bagian dalam ruang kelas ketika siang hari terasa gerah karena sinar matahari yang menerpa bagian atap langsung mengeluarkan hawa panas ke ruang kelas. Karena itu, pihak sekolah memasang sejumlah kipas angin yang ditempelkan di dinding untuk mengusir hawa panas.
Lima ruang kelas tak berpintu dan jendela ini merupakan ruang kelas baru di SMA Negeri 13 Kabupaten Tangerang yang berlokasi di Desa Sindang Panon, Kecamatan Sindang Jaya, Kabupaten Tangerang. Ruang kelas itu dibangun tahun 2022 ini lantaran jumlah siswa baru yang diterima oleh sekolah melebihi batas kapasitas ruangan kelas yang ada sebelumnya.
Bahkan, jumlah siswa dalam tiap kelas melebihi batas maksimal, yaitu 36 siswa, sebagaimana diatur dalam Permendikbud Nomor 7 Tahun 2017. Salah seorang siswa mengaku, dia belajar di kelas bersama dengan 49 siswa! Akibat jumlah siswa yang melebihi batas kapasitas ruang kelas yang ada, sekolah pun mencari akal bagaimana agar siswa-siswa ini dapat belajar.
Merujuk data pokok pendidikan (dapodik) SMA Negeri 13 Kabupaten Tangerang yang dilihat pada September 2022, ada 709 siswa kelas X yang tersebar di 14 rombongan belajar (rombel). Padahal, ketika PPDB dibuka, sekolah ini hanya membuka 12 rombel dengan daya tampung siswa 432 orang. Sehingga, ada kelebihan siswa sebanyak 227 siswa. Bila dibagi rata antara jumlah siswa dengan ruang kelas, maka rata-rata siswa per kelas mencapai 50 siswa.
Membludaknya jumlah siswa baru di SMA Negeri 13 Kabupaten Tangerang disebabkan karena banyak pihak yang menitip siswa agar diterima di sekolah tersebut. Praktik titip-menitip siswa ini dilakukan setelah proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) tingkat SMA/SMK di Banten selesai dilakukan pada 4 Juli 2022. Sejumlah kalangan menyebut para siswa yang masuk usai PPDB sebagai “siswa siluman”.
Meski masuk ke sekolah tidak melalui jalur PPDB, melainkan lewat “jalan belakang”, namun nyatanya nama siswa tetap dapat dimasukkan ke dalam data pokok pendidikan atau dapodik. Ada rentang waktu kurang lebih dua bulan antara waktu PPDB yang berakhir pada 4 Juli 2022 dan cut off data dari Dapodik oleh Kemendikbud yang dilakukan pada 31 Agustus 2022.
Dapodik sendiri dikelola oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi RI dan tidak ada penguncian jumlah siswa pada sistem ini usai PPDB berakhir. Dengan longgarnya pengaturan dalam dapodik, memungkinkan terbukanya praktik titip-menitip siswa di sekolah negeri.
Ironisnya, praktik dugaan titip-menitp siswa ini tidak hanya dilakukan oleh pegawai pemerintah tingkat rendah melainkan juga oleh camat, anggota DPRD Kabupaten Tangerang, bahkan anggota DPRD Banten. Di Kota Serang, titip-menitip siswa juga diduga dilakukan oleh camat bahkan Wali Kota Serang.
SISWA TITIPAN PEJABAT
Berdasarkan data yang berhasil didapatkan KJI Banten, sejumlah kalangan diduga menitipkan siswa agar bisa diterima di SMA Negeri 13 Kabupaten Tangerang. Mereka terdiri dari para aparat polsek dan koramil di Sindang Jaya sampai dengan pejabat bahkan LSM. Di antara para pejabat yang diduga menitipkan siswa itu adalah Wakil Ketua DPRD Provinsi Banten M Nawa Said Dimyati, Ketua Komisi V DPRD Provinsi Banten Yeremia Mendrofa, anggota DPRD Kabupaten Tangerang Rijcki Gilang Sumantri, dan Camat Sindang Jaya Abudin.
Bendahara SMA Negeri 13 Kabupaten Tangerang Khosim kepada KJI Banten pada 30 Agustus 2022 lalu tidak membantah adanya siswa titipan para pejabat ini. Dia mengaku, praktik titip-menitip siswa terjadi setiap tahun dan belum ada solusi untuk mengatasi masalah ini. Akibatnya, pada tahun 2022 ini SMA Negeri 13 Kabupaten Tangerang kelebihan 277 siswa. Agar para siswa ini tetap dapat belajar dengan nyaman, maka mau tidak mau harus ada penambahan ruang kelas baru.
“Daek teu daek nambah rombel (mau tidak mau menambah rombel),” ujar Khosim.
Karena sekolah tidak mungkin membangun ruang kelas baru secara mendadak akibat kelebihan 227 siswa itu, maka pembangunan ruang kelas baru sebanyak 5 kelas itu dilakukan dengan menggunakan uang orang tua siswa yang anaknya berhasil masuk menjadi siswa dengan cara melalui dititipkan itu. Khosim tidak mau mengungkapkan berapa dana yang terkumpul. Namun, dia mengaku sekolah masih punya hutang, karena sejumlah material bangunan yang digunakan belum dibayar.
“(Anggaran pembangunan ruang kelas baru) Swadaya dari temen-temen yang minta diakomodir. Kami tidak punya kelas kalau mau bantu (membangunkan kelas) silakan,” kata Khosim.
Sebelum pembangunan ruang kelas baru itu, Khosim mengaku sudah berkonsultasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten bahkan dengan anggota DPRD Provinsi Banten Nawa Said Dimyati. Namun, dinas tidak memberikan jawaban apa pun. Padahal, sekolah sedang dalam situasi genting karena ratusan siswa terancam belajar secara darurat di perpustakaan dan butuh ruang kelas baru.
Didesak kebutuhan akan ruang kelas baru karena ada ratusan siswa yang butuh kelas, sekolah mau tidak mau harus mengawal pembangunan 5 ruang kelas baru itu.
Khosim mengaku, sekolah bukan tidak pernah berusaha mencari solusi atas masalah titip-menitip siswa ini karena antusiasime masyarakat menyekolahkan anak mereka ke SMA Negeri 13 Tangerang sangat tinggi. Dia mengatakan, tahun 2020 pernah membuat proposal mengusulkan sekolah baru di Pasarkemis ke Gubernur Banten. Namun, usulan itu belum direalisasikan.
Padahal, menurutnya, solusi dari masalah titip-menitip adalah tambah ruang kelas baru di sekolah yang sudah ada. Atau membuat sekolah negeri baru. Sebab selama ini rasio lulusan SMP dengan jumlah SMA/ SMK yang ada tidak sesuai.
Ketika dikonfirmasi, Nawa Said Dimyati tidak membantah bila dia menitipkan siswa agar masuk ke SMA Negeri 13 Kabupaten Tangerang. Namun, dia mengaku tidak melakukannya secara langsung melainkan melalui perantara RW. Nawa mengatakan, praktik titip-menitip siswa ke sekolah negeri hampir dilakukan oleh semua anggota DPRD bahkan pegawai di dinas.
“Kalau nitipin anak, iya tapi tidak langsung ke sekolahan. Hanya memfasilitasi beberapa pengurus RW untuk ketemu di sana, baik RW yang ada di sekitar sekolah maupun RW yang agak jauh dikit tapi masih sekitaran itu. Saya enggak mau langsung karena enggak semua yang dititipin juga masuk kan,” katanya.
Terkait pembangunan ruang kelas baru sebanyak 5 ruang kelas yang menggunakan dana sumbangan dari orang tua siswa baru, Nawa mengaku tidak mengetahui besaran iuran yang diberikan orang tua ke sekolah untuk membangun ruang kelas baru tersebut. Yang dia tahu, dia pernah ditanya sekolah soal rencana pembangunan ruang kelas baru, dia berpendapat pembangunan ruang kelas baru boleh dilakukan oleh Komite Sekolah sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, terutama Pasal 3 Ayat (1) poin b.
“Kalau Komite Sekolah yang mengumpulkan sumbangan pendidikan itu diperbolehkan. Dasarnya ada. Tapi kalau sekolah, tidak diperbolehkan,” katanya.
Meski demikian, Nawa Said mengatakan, adanya sejumlah sekolah yang menambah rombongan belajar pasti atas seizin Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten. Menurutnya, tidak mungkin sekolah berani menambah rombel bila tidak direstui oleh dinas pendidikan.
Ketua Komisi V DPRD Provinsi Banten Yeremia Mendrofa mengatakan, memang ada banyak masyarakat yang meminta dia untuk membantu agar bisa masuk ke SMA Negeri 13 Kabupaten Tangerang. Namun, dia mengatakan, tidak menggubris permintaan masyarakat tersebut.
“Saya tidak bisa melakukan itu. Saya tidak bisa membantu. Saya tidak bisa menolong,” katanya.
Dia menyatakan, setiap ada warga yang nitip agar anaknya dimasukkan ke sekolah, dia menyatakan semua harus mengikuti aturan yang ada. Dan dia menyerahkan semua hasilnya pada proses seleksi di sekolah tanpa intervensi apa pun.
Anggota DPRD Kabupaten Tangerang Rijcki Gilang Sumantri saat dikonfirmasi membantah bahwa dia menitipakn siswa ke sekolah negeri, terutama SMA Negeri 13 Kabupaten Tangerang. Dia mengatakan, ada sejumlah orang tua yang mendatanginya agar dibantu supaya anak mereka masuk sekolah negeri yang diinginkan. Karena itu, dia mempertemukaan RW dengan guru. “Saya hanya menjembatani dengan guru,” katanya.
Soal pungutan dana ke orang tua siswa guna membangun ruang kelas baru, Gilang mengatakan hal itu adalah urusan guru dan orang tua. Dia mengaku tidak tahu-menahu soal itu.
Camat Sindang Jaya H Abudin yang dimintai konfirmasi KJI Banten mengaku menitipkan siswa ke SMA Negeri 13 Kabupaten Tangerang karena ingin membantu masyarakat dan sebagai bentuk rasa cintanya kepada warga. “Ooowww seharusnya bukan masalah kalau ada rasa cinta dan kasih sayang,” kata Abudin melalui pesan WhatsApp pada Rabu (21/9/2022).
KASUS DI KOTA SERANG
Praktk titip-menitip siswa yang membuat jumlah siswa kelebihan ternyata tidak hanya terjadi di Kabupaten Tangerang. Di Kota Serang, banyak yang menitipkan siswa agar masuk ke SMK Negeri 5 Kota Serang, dan SMA Negeri 3 Kota Serang. Mereka yang menitipkan siswa berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari wartawan merangkap LSM, tentara, Camat, bahkan Walikota Serang Syafrudin.
Berdasarkan dapodik, jumlah siswa kelas X di SMA Negeri 3 Kota Serang mencapai 560 siswa. Padahal ketika PPDB, sekolah ini hanya menerima 468 siswa. Artinya, ada 92 siswa yang diterima di luar jalur PPDB.
Karena ada siswa yang berlebih, maka sekolah terpaksa menambah 2 rombel dan mendirikan 1 ruang kelas baru. Karena ruang kelas baru belum selesai, maka para siswa terpaksa belajar di musala dan ruang laboratorium untuk sementara, karena progres pembangunan ruang kelas baru saat ini baru mencapai 40 persen. Bangunan yang disebut musala itu hanya berupa bangunan memanjang berlantai keramik dengan dinding hanya setengah. Adapun bagian atas belum dipasangi langit-langit sehingga panas dari atap akan sangat terasa ketika siang hari.
Guna mengatasi kekurangan kelas, pihak sekolah mengajukan penambahan 2 rombel ke Dindikbud Provinsi Banten dan dindik diklaim menyetujui usulan itu. Untuk bisa membangun ruang kelas baru, orang tua siswa yang menitipkan anaknya agar masuk ke SMK Negeri 5 Kota Serang diduga diminta uang mulai dari Rp2 juta sampai Rp6 juta yang disebut pihak sekolah sebagai uang infak atau sedekah.
Sekolah pun berhasil mengumpulkan uang Rp51.800.000 yang berasal dari 92 siswa baru yang masuk tidak melalui jalur PPDB. Dana inilah yang digunakan untuk membangun ruang kelas baru di SMK Negeri 5 Kota Serang.
Dalam perjalanannya, proses pembangunan itu tidak berjalan mulus. Sebab, ada yang melaporkan pungutan itu ke Inspektorat Provinsi Banten dan Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten. Inspektorat Provinsi Banten pun memerintahkan sekolah agar mengembalikan uang kepada orang tua siswa. Namun sekolah beralasan, uang sudah menjadi barang sehingga tidak bisa sepenuhnya dikembalikan ke orang tua siswa.
Kepala SMK Negeri 5 Kota Serang Amin Jasuta tidak membantah adanya pungutan uang infak itu. Dia menjelaskan, uang Rp6 juta itu, Rp2 juta digunakan untuk daftar ulang dan Rp4 juta sisanya untuk dibelikan komputer untuk praktik siswa. “Kita memang mintanya daftar ulang Rp2 juta, kemudian untuk beli komputernya Rp4 juta itu,” kata Amin.
Camat Taktakan Mamat Rahmat membenarkan dirinya ikut dalam proses titip siswa sebanyak 36 siswa agar mereka diterima sekolah setelah PPDB usai. Ke-36 siswa ini diminta membayar Rp2 juta per siswa. Dari 36 siswa itu, 8 siswa lainnya tidak diharuskan membayar uang, lantaran diketahui berasal dari keluarga tidak mampu.
Usaha untuk menitipkan siswa ini bermula dari dorongan para orang tua yang anaknya tidak diterima saat PPDB. Ramainya kasus ini mendorong Forum Komunikasi Mahasiswa Taktakan menggelar diskusi publik guna mencari solusi atas para siswa yang tidak lolos PPDB. Diskusi dihadiri anggota Komisi V DPRD Provinsi Banten Umar Barmawi, Ketua DPRD Kota Serang Budi Rustandi, Camat Taktakan Mamat Rahmat, dan Kepala SMK Negeri 5 Kota Serang Amin Jasuta.
Dalam forum itu, anggota DPRD meminta Camat Taktakan mengakomodir 200 siswa yang tidak diterima saat PPDB. Namun, pada prosesnya setelah diseleksi hanya 36 siswa yang lolos seleksi. Adapun kriteria mereka yang lolos seleksi harus sudah pernah daftar PPDB, merupakan warga Kecamatan Taktakan, dan dari keluarga tidak mampu. Mamat mengungkapkan, titip-menitip siswa dan adanya uang infak di SMK Negeri 5 Kota Serang ini lazim terjadi setiap tahun.
SISWA TITIPAN WALIKOTA
Praktik titip-menitip siswa juga terjadi di SMA Negeri 3 Kota Serang. Ketua PPDB SMA Negeri 3 Kota Serang Jajang Sudrajat mengaku, sekolah menerima banyak surat rekomendasi titipan siswa agar sekolah dapat menerima siswa tersebut saat PPDB. Surat rekomendasi itu berasal dari aparat penegak hukum, LSM, sampai Walikota Serang.
Surat rekomendasi itu diselipkan di berkas siswa dan baru diketahui keberadaannya saat proses verifikasi berkas. Meski demikian, dia mengklaim dalam proses penerimaan siswa tidak dipengaruhi oleh ada atau tidaknya surat rekomendasi dari pejabat maupun penegak hukum.
“Perkara ada rekomendasi dan diterima, lha orang diterima mau gimana? Masa kita begitu ada rekomendasi tidak diterima? Kan nggak bisa juga,” kata Jajang.
Walikota Serang Syafrudin saat dikonfirmasi tidak menampik bahwa dia membantu siswa agar diterima di sekolah dengan membuatkan surat rekomendasi. Dia beralasan, melakukan itu untuk membantu masyarakat agar bisa sekolah.
Dia juga menegaskan, surat rekomendasi itu diberikan untuk keluarga tidak mampu. Bukan keluarga pejabat. “Warga biasa. Tukang ojek, tukang becak, orang tidak mampu,” kata Syafrudin.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten Tabrani mengatakan, sesuai aturan, sekolah tidak boleh menerima siswa di luar jalur PPDB. Dia juga mengatakan, sekolah maupun orang tua tidak bisa seenaknya membangun ruang kelas baru dengan alasan karena anak mereka bersekolah di sekolah itu. Sebab persoalan pendidikan tidak hanya masalah keberadaan siswa dan ruang kelas, melainkan juga rasio guru dan anggaran.
“Yang jelas hari ini tidak ada aturan, masyarakat mau membangun sekolah karena anaknya mau sekolah di situ. Belum ada aturannya. Nanti semua orang pada bikin, masalah gurunya gimana? Membebani guru juga,” katanya.
Terkait jumlah siswa dalam satu rombel, Tabrani mengatakan, dalam aturan disebutkan maksimal satu rombel adalah 36 siswa. Namun, bisa juga lebih mencapai 40 siswa bila luas ruangan memungkinkan. “Kalau sampai 50 itu kelewatan,” katanya.
Selain akan membebani guru, penambahan siswa dan ruang kelas tanpa mempertimbangan kajian juga akan membebani APBD Provinsi Banten seumur hidup. Sebab dalam setiap pendirian sekolah ada perhitungan jumlah penduduk dan rasio kebutuhan guru.
Menurutnya, sangat mudah membangun sekolah karena ada anggaran di APBD. Namun, keberadaan guru, terutama yang ASN, harus juga dipikirkan. Sebab dia juga punya data ada satu sekolah yang jumlah guru ASN-nya hanya satu orang. “Pembangunan sekolah ada aturannya. Tidak seenaknya kepala sekolah,” tuturnya.
Terkait pembangunan ruang kelas baru di SMA Negeri 13 Kabupaten Tangerang, Tabrani mengaku tidak tahu ada pembangunan tersebut.
Sementara itu, menurut Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten Zainal Muttaqin, upaya memasukkan siswa ke sekolah setelah PPDB usai masuk sebagai pelanggaran hukum, yaitu maladministrasi. Sebab tidak ada kriteria jelas pada siswa-siswa ini, sebagaimana kriteria yang diatur dalam aturan main ketika PPDB.
Proses PPDB dibuatkan regulasi oleh pemerintah agar ada keadilan dalam prosesnya. Sebab di sekolah negeri, jumlah ruangan kelas dan guru terbatas sehingga harus ada seleksi untuk bisa menjadi siswa dengan cara menaati regulasi itu. Sedangkan siswa yang masuk usai PPDB, tidak memiliki kriteria sehingga menghilangkan rasa keadilan.
Temuan Ombudsman Banten, hampir semua kabupaten/kota di Banten, kecuali Lebak, ada kasus penambahan siswa di luar PPDB. Data per 23 Setember 2022 dari dapodik, ada kelebihan siswa sebanyak 5.942 siswa di Banten. Mereka adalah siswa yang masuk dapodik setelah PPDB usai. Dari jumlah itu, sebanyak 4.314 siswa berada di SMA dan 1.628 siswa berada di SMK.
Jumlah penambahan siswa tahun 2022 ini lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2021 lalu, yang mencapai 3.900 siswa. “Ini merupakan kemunduran dari proses PPDB di Banten,” kata Zainal.
Liputan ini merupakan kolaborasi sejumlah jurnalis yang tergabung dalam Klub Jurnalis Investigasi (KJI) Banten yang terdiri dari Muhamad Tohir dan Darjat Nuryadin (Banten Raya), Fathul Rizkoh (Detik.com), Rasyid Ridho (Kompas.com), Haerul Anwar (IDN Times), Rizky Nindia Aszahra (Bantennews.com), Mildaniati (Tribunbanten.com), Muflikhah (Banten Pos), dan Rizki Putri (Kabar Banten). *** (tohir)