BANTENRAYA.CO.ID – Bulan ketiga dalam kalender Hijriyyah adalah Rabiul Awal. Bulan kelahiran nabi akhir zaman yang biasa disebut Maulid Nabi. Sebenarnya apa itu Maulid Nabi?
Dalam bahasa Arab, maulid berasal daari kata miilad yang artinya hari lahir. Dengan begitu Maulid Nabi adalah hari kelahiran Rasulullah SAW.
Nabi Muhammad SAW lahir di Kota Mekkah pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah. Beliau adalah nabi terakhir yang diutus Allah SWT untuk menyebarkan agama Islam.
Kini, Maulid Nabi adalah sebutan untuk perayaan yang diadakan oleh umat Muslim untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.
BACA JUGA: Khutbah Jumat Rabiul Awal Singkat: Maulid Nabi Tiba, Jaga Akhlak Generasi Muda
Maulid Nabi biasanya dirayakan pada bulan Rabi’ul Awal dalam penanggalan Islam, yang sesuai dengan bulan kelahiran Nabi Muhammad.
Perayaan Maulid Nabi dapat berbeda-beda dalam bentuk dan tingkat kebesarannya di berbagai negara dan komunitas Muslim di seluruh dunia.
Beberapa bentuk perayaan Maulid Nabi diadakan seperti pawai obor, ceramah, sholawat bersama, penampilan islami dan banyak lainnya.
Selain itu, masyarakat Muslim juga mengadakan acara amal seperti memberikan makanan kepada orang-orang yang membutuhkan.
BACA JUGA: Ini Doa Penutup Acara Maulid Nabi 1445 H atau 2023 yang Singkat, Lengkap dengan Latin Serta Artinya
Dalam Islam sebetulnya tidak ada aturan untuk merayaan hari ulang tahun begitupun hari ulang tahun kekasih Allah SAW.
Tujuan utama diadakannya maulid nabi atau muludan adalah untuk mengingat kembali perjuangan Nabi Muhammad SAW yang dahulu menyiarkan agama Islam.
Selain itu juga mengenalkan sikap dan teladan Rasulullah sedari dini untuk dicontoh dalam kehidupan sehari-hari serta ibadahnya.
Sehingga, makna tersebut jangan sampai hilang pada perayaan maulid nabi pada 12 Rabiul Awal. Jangan sampai umat Muslim terlena dengan banyaknya perayaan yang menyenangkan tanpa memahami esensi sebenarnya.
Hal tersebut menimbulkan pertanyaan tentang siapa sebenarnya yang pertama kali mengadakan perayaan Maulid Nabi?
Mengutip laman NU online, dalam kitab Al-Hawi lil Fatawa dijelaskan bahwa perayaan tersebut pertama kali diselenggarakan oleh seorang Raja Abu Sa’id Kaukabri bin Zainuddin Ali bin Baktikin.
Ia memiliki gelar Raja Malikul Mudzafar, yang disebut sebagai raja pertama yang memperingati hari kelahiran Rasulullah SAW.
Bagi sang raja, Nabi Muhammad SAW diutus ke bumi untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam, sehingga sudah sepatutnya diagungkan.
Maka, setiap tanggal 12 Rabiul Awal, Raja Malikul Mudzafat menyembelih ribuan kambing dan unta sebagai menu hidangan.
Acara tersebut juga diisi dengan mendengarkan kisah sejarah Rasulullah SAW mulai dari lahir hingga wafatnya beliau.
Namun jika merujuk dalam sebuah hadits, orang yang pertama kali merayakan Maulid Nabi adalah Rasulullah SAW itu sendiri.
Dalam sebuah hadits shahih riwayat Imam Muslim disebutkan:
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ قَالَ ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ
“Rasulullah ﷺ ditanya tentang puasa di hari Senin. Lalu beliau menjawab, “Itu adalah hari di mana aku dilahirkan, hari di mana aku diutus atau diturunkannya wahyu kepadaku” (HR. Muslim).
Dengan berpuasa pada hari Senin, itu menunjukkan rasa syukur dan bahagia atas kelarihannya dan turunnya wahyu kepada Rasulullah SAW.
Maka, kita sebagai umatnya sepatutnya untuk bergembira dan mengucap syukur sebanyak-banyaknya atas kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Dilansir dari NU Online, Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki menegaskan:
فَالْفَرَحُ بِهِ صَلَّى اللهُُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ مَطْلُوْبٌ فِي كُلِّ وَقْتٍ وَفِي كُلِّ نِعْمَةٍ وَعِنْدَ كُلِّ فَضْلٍ وَلَكِنَّهُ يَتَأَكَّدُ فِي كُلِّ يَوْمِ اثْنَيْنِ وَفِي كُلِّ شَهْرِ رَبِيْعْ لِقُوَّةِ الْمُنَاسَبَةِ وَمُلَاحَظَةِ الْوَقْتِ وَمَعْلُوْمٌ أَنَّهُ لَا يَغْفَلُ عَنِ الْمُنَاسَبَةِ وَيُعْرِضُ عَنْهَا عَنْ وَقْتِهَا اِلَّا مُغَفَّلٌ أَحْمَقُ
“Berbahagia dengan kehadiran Rasulullah ﷺ di dunia dianjurkan pada setiap waktu. Setiap mendapat kenikmatan dan karunia-Nya. Akan tetapi, anjuran tersebut menjadi sangat dikukuhkan pada setiap hari Senin dan bulan Rabiul Awal karena korelasi yang kuat dan momen waktu yang selayaknya diperhatikan. Sudah menjadi kemakluman bersama tidak akan melupakan dan berpaling dari sebuah momen peristiwa besar kecuali orang yang lalai dan bodoh.”***