BANTENRAYA.CO.ID – Bakso Echa yang berlokasi di Jalan KH Damanhuri, Kampung Ciparay, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang bisa dikatakan menjadi warung bakso favorit masyarakat setempat.
Warung bakso yang berdiri sejak tahun 1997 ini hingga kini terus ramai didatangi pembeli.
Suriah selaku pemilik Bakso Echa menceritakan bahwa ia memulai berjualan bakso karena hobi memakan bakso dan tidak ada kegiatan lain setelah lama berhenti kerja selain menjaga dua anaknya saat itu.
Ia mengatakan bahwa ada beberapa alasan mengapa warung bakso miliknya terus bertahan selama 23 tahun tidak habis dimakan waktu walau banyak pesaing warung bakso yang semakin menjamur.
“Saya membuat bakso sendiri, giling sendiri, jadi lebih sehat. Itu salah satu kelebihan bakso di sini. Selain bakso saya juga jualan camilan hasil produksi sendiri seperti keripik jagung, keripik singkong kacang kedelai, makaroni, mie kriuk dan kue bawang ketapang. Itu menjadi ciri khas jualan Bakso Echa dan menjadi legend di daerah Cinangka,” jelas Suriah saat ditemui di warung Bakso Echa miliknya.
Bukan hanya karena makanan yang ia jual, Suriah juga selalu berupaya memberikan pelayanan dengan rasa kekeluargaan dan persahabatan. Sehingga banyak pelanggan yang sudah menjadi dekat seperti saudara sendiri.
“Saya pengennya menjual juga bersedekah. Pelayanan dengan rasa kekeluargaan dan persahabatan. Dengan ramah tamah kepada pembeli mungkin juga sifat saya dan kedua memang keharusan kepada pembeli. Mereka juga baik dan hampir udah seperti saudara,” ujar Suriah.
Selain bakso, ia juga menjual mie ayam dengan rasa yang berbeda dengan mie ayam lainnya. Rasanya legit, bumbu rempahnya sangat terasa, serta kental atau lekoh dalam bahasa Sunda.
Berbeda dengan bakso, ia tidak membuat mie sendiri namun membeli mie dari produksi rumahan yang dibuat langsung di pasar.
Harga bakso dan mie ayam Bakso Echa sangat terjangkau. Harga mie ayam hanya Rp10.000 sudah dapat bakso pentol. Sedangkan bakso satu porsi juga Rp10.000 namun variatif mulai dari Rp5.000, pelanggan bisa mendapat bakso sesuai porsi dan harga.
“Bakso per porsi Rp10 ribu variasi, namanya kita jualan di kampung. Bisa minta Rp5 ribu porsi anak sekolah atau Rp7 ribu. Saya tidak membatasi untuk harga harus per harga sekian,” kata Suriah.
Ia mengatakan walau usahanya masih bertahan, pendapatan dari penjualan bakso sudah lama menurun semenjak tsunami Tanjung Lesung dan pandemi Covid 19.
Dulu ia dapat menjual 200 porsi per hari sedangkan kini menurun hingga tiga kali lipat.
Suriah meyakini penurunan ekonomi masyarakat sangat berpengaruh terhadap daya beli. Penurunan ekonomi masyarakat disebabkan oleh pandemi dan juga musim tani.
“Pendapatan drastis menurun semenjak pandemi. Karena ekonomi rakyat ikut menurun, sehingga daya beli masyarkat semakin kurang. Dari musiman juga berpengaruh, musim rambutan, melinjo, duren, dan lain-lain. Keliatannya sekarang lagi engga musim apa-apa. Karena pendapatan di daerah kita mayoritasnya masih di pertanian dan pariwisata,” jelas Suriah.
Kendati demikian, dirinya tidak terlalu memikirkan keuntungan yang didapatinya. Usaha warung baksonya masih berjalan hingga kini pun Suriah tetap mensyukurinya.
“Tapi dengan penurunan yang drastis begitu kita enggak putus asa, masih tetap eksis aja sebagai kegiatan dan tambahan untuk keluarga. Alhamdulillah suami masih kerja dan anak-anak udah pada bekerja. Karena kalau kita berhenti, berarti nanti berhenti roda ekonomi kita,” kata Suriah.
Suriah berharap kepada pengusaha-pengusaha kecil untuk tidak berkecil hati. Tetap terus berusaha dan terus eksis. Ia meyakini di lain hari pasti rezeki akan selalu bertambah. (mg-reva)