Cerita Mahasiswa Banten Bertahan Hidup Saat Gempa Turki, Makan Roti Sisa, 5 Hari Tinggal di Masjid

1 MAHASISWA BANTEN DI TURKI
Mahasiswa asal Banten yang kuliah di Turki selamat dari gempa, dan kini berada di KBRI. Foto : Dokumentasi Fajar untuk Banten Raya

SERANG, BANTEN RAYA- Sebanyak 4 mahasiswa asal Banten yang kuliah di Turki terdampak gempa Turki yang terjadi pada Senin (6/2/2023) lalu. Empat mahasiswa tersebut selamat dari gempa berkekuatan Magnitudo 7,8 tersebut. Mereka sempat 5 hari tinggal mengungsi di masjid, dan makan seadanya karena tidak memiliki perbekalan yang cukup.

Fajar Firdaus, mahasiswa Universitas Gaziantep, Turki, asal Kota Cilegon, Banten, mengungkapkan, saat musibah gempa itu dirinya bersama tiga mahasiswa lainnya yang berasal dari Banten yang selamat dari gempa Turki.

Selain dia, tiga mahasiswa lainnya atas nama Maulana dari Anyer, Kabupaten Serang; Torik dari Tangerang; dan Karisa dari Tangerang. Karisa merupakan satu-satunya mahasiswa perempuan di antara mereka.

Fajar menceritakan detik-detik mengerikan ketika gempa pertama terjadi pukul 04.20 waktu Turki. Saat itu, kata Fajar, suasana masih gelap karena di sana masih malam. Di Turki, subuh berlangsung pukul 06.30.

“Saat gempa pertama terjadi sekitar 30 detikan, kita masih bingung karena baru bangun tidur,” kata Fajar memulai cerita kepada Banten Raya melalui pesan WhatsApp, Minggu (12/2/2023).

Fajar sendiri tinggal di sebuah bangunan asrama di lantai 5, dan saat gempa terjadi sangat terasa guncangannya. Karena panik, Fajar berusaha menyelamatkan diri dengan berlari ke bawah. Semua orang yang tinggal di gedung itu juga berusaha untuk ke bawah, maka terjadi tabrak-tabrakan. “Saya lihat tembok sudah retak-retak parah banget,” katanya.

Karena panik dan ingin menyelamatkan diri, Fajar tidak sempat membawa barang-barang berharga termasuk makanan. Karena cuaca di Turki sedang musim dingin, dia menyadari bahwa pakaian yang dikenakan hanya pakaian biasa ketika sampai di bawah.

Beberapa saat kemudian, Fajar kembali ke lantai 5 untuk mengambil pakaian penghangat dan dokumen berharga seperti paspor. “Pas kita lagi ngambil itu goyang lagi, karena gempa lagi (gempa susulan),” katanya.

Setelah itu mereka dievakuasi ke masjid terdekat. Gempa sempat terjadi lagi beberapa kali. Fajar mengaku sempat menolong temannya yang perempuan, dan melihat bagian atap apartemen tempat tinggal temannya itu sudah ambruk akibat gempa. Beruntung temannya dapat dievakuasi juga, dan bertahan hidup bersama Fajar dan lainnya.

Setelah gempa, keesokan harinya para mahasiswa itu harus bertahan hidup dengan makan seadanya. Mereka mencoba memakan makanan berupa mie instan. Mereka sempat memasak mie untuk dimakan sampai dengan dua kali. Namun karena perbekalan sudah tidak ada lagi, dan hanya tersisa satu bungkus roti, maka roti itu diberikan kepada temannya yang perempuan. Sedangkan para lelaki hanya memakan roti kering yang merupakan roti sisa.

“Kita makan roti kering entah sisa kapan. Kita makan roti kering karena tidak ada makanan lagi,” ujar Fajar.

Fajar menceritakan, saat itu toko-toko tidak ada yang buka sehingga tidak tahu harus membeli makanan di mana. Apalagi, uang yang tersisa cuma ada Rp1 juta hasil donasi.
Beruntung ada yang memberi mereka makanan ketika berada di masjid, akhirnya mereka bisa makan sampai dengan keesokan harinya.

Menurut Fajar, sampai hari ketiga paca gempa pihak KBRI belum ada yang datang untuk mengevaluasi mereka. Ketika mereka mendapatkan informasi ada toko yang buka di dekat kampus pada siang hari, mereka segera naik taksi menuju ke toko tersebut dan membeli sejumlah makanan untuk kebutuhan mereka dengan menggunakan uang donasi Rp1 juta tersebut.

“Kita beli jajanan dan makanan dan nunggu sampe jam 9 malem karena akan dijemput oleh KBRI,” katanya.

Lalu pada hari kelima, sampailah pihak KBRI datang dan menjemput mereka. Saat ini, mereka berada di tempat KBRI dan tidak khawatir lagi karena makanan disediakan setiap hari.

“Alhamdulillah sekarang untuk makanan aman dan pakaian juga dikasih satu orang satu. Akhirnya kita bisa ganti pakaian setelah selama 5 hari pakai pakaian yang ada di badan sampai gatal-gatal,” kata Fajar.

Meski sudah aman di KBRI, namun Fajar mengatakan, mereka masih memerlukan pakaian penghangat. Sebab asrama yang dia tinggali sudah dikunci dan tidak bisa lagi kembali. (tohir)

Pos terkait