PANDEGLANG, BANTEN RAYA – Kain tenun khas Baduy di Kabupaten Lebak tak hanya terjual di pasar-pasar lokal, namun berhasil menembus pasar internasional. Beberapa negara yang menjadi pasar karena adanya permintaan diantaranya ialah Negara Jepang, China, dan sejumlah negara di Eropa.
Keberhasilan kain tenun Baduy dalam menembus pasar mancanegara tentunya memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat adat setempat. Khususnya, para penggiat tenun Baduy tersebut yang saat ini cenderung lebih berkembang.
“Permintaan pasar itu ada ke Jepang, Chin, dan negara lainnya . Pengrajin kain tenun Baduy tercatat sekitar 2.500 unit usaha dan perputaran uang antara Rp 500 sampai 700 juta per bulan,” kata Sekretaris Pemerintah Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Medi pada Senin, (12/8).
Peningkatan geliat produk kain tenun Baduy di pasar mancanegara saat ini, ungkap Medi, tak terlepas dari peran penggunaan metode pemasaran digital.
Hal tersebut yang memungkinkan kain tenun Baduy bisa diketahui hingga pasar mancanegara. Selain itu, berkembangnya pangsa pasar kain tenun Baduy juga berasal dari kunjungan wisatawan ke pemukiman adat Baduy.
Terlebih, saat ini juga sejumlah pihak turut membantu memasarkannya, mulai dari BUMN maupun dari pihak perusahaan swasta.
“Kami mengapresiasi omzet perajin kain Badui berkembang dan dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat adat setempat,” ungkapnya.
Medi menerangkan bahwa saat ini, usaha dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak, provinsi, BUMN, maupun swasta memberikan kontribusi yang cukup besar dengan memperhatikan para pengrajin kain tenun Baduy.
Hal tersebut terlihat dari masifnya usaha mereka dalam mempromosikan, memberikan pelatihan dan digitalisasi, serta penguatan modal. Selain itu, pihak-pihak tersebut juga sangat konsen dalam memberikan pelatihan manajemen keuangan serta peningkatan mutu dan kualitas produk.
“Kami tentu sangat terbantu adanya bantuan dari pemerintah dan BUMN sehingga pelaku usaha kain tenun Badui berkembang,” jelasnya.
Sementara itu, salah satu pengrajin kain tenun Baduy, Lina mengaku bahwa dirinya sebagai pelaku usaha kain tenun Baduy merasa kembali bangkit.
Hal tersebut terlihat dari banyaknya pembeli dari wisatawan yang datang. Selain itu juga, para pembeli online dari market place Shopee, Lazada, Tokopedia, Bukalapak, Facebook, Instagram, X, dan YouTube terus bertambah.
“Dari luar negeri banyak, terus juga sering ikut pameran di Banten atau Jakarta. Kami sangat senang kini produksi kain tenun Badui diminati konsumen hingga mancanegara itu” tuturnya.
Harga jual kain tenun Baduy sendiri saat ini cukup bervariatif tergantung dengan kain, motif, warna dan ukuran mulai dari Rp 250 ribu hingga Rp 400 ribu dari jenis poleng hideung, poleng paul, mursadam, pepetikan, kacang herang, maghrib, capit hurang, susuatan, suat songket dan smata (girid manggu, kembang gedang, kembang saka.
Begitu juga untuk motif adu mancung, serta motif aros yang terdiri dari aros awi gede, kembang saka, kembang cikur, dan aros anggeus.
Sementara itu, untuk kain tenun Baduy jenis Janggawari dijual Lima diharga yang lebih mahal mencapai Rp 1,5 juta dengan ukuran panjang 2 meter dan lebar 1 meter. “Kami relatif lumayan omzet pendapatan penjualan hingga meraup keuntungan cukup besar per bulan,” tandasnya.**