LPA Banten: Korban Pemerkosaan Jangan Dikawinkan

1 DISKUSI
Suasana diskusi Refleksi Hari Anak Nasional yang digelar Pokja Wartawan Harian dan Elektronik Provinsi Banten di KP3B, Kota Serang, Kamis, 28 Juli 2022.

SERANG, BANTEN RAYA- Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Banten berpendapat bahwa perempuan korban pemerkosaan seharusnya tidak dikawinkan dengan pelaku pemerkosaan. Bila itu terjadi, maka korban pemerkosaan akan mengalami dua kali kekerasan oleh si pelaku pemerkosaan.

Ketua LPA Provinsi Banten Hendry Gunawan mengatakan, dalam catatan yang dimiliki LPA Banten terjadi tindak kekerasan seksual berupa pemerkosaan dengan korban anak. Namun dengan alasan agar bisa menutupi aib keluarga akhirnya si pelaku dan korban dikawinkan secara sah berdasarkan hukum agama.

“Pernikahan itu adalah opsi orang tua yang biasanya khawatir dengan aib keluarga, tetapi mereka tidak khawatir dengan masa depan anak ketika sudah dewasa misalkan KDRT, ada trauma, khawatirnya akan berdampak pada pola asuh si anak ketika mulai dewasa,” kata Hendry saat diskusi Refleksi Hari Anak Nasional yang digelar Pokja Wartawan Harian dan Elektronik Provinsi Banten di KP3B, Kota Serang, Kamis (28/7/2022).

Bacaan Lainnya

LPA Provinsi Banten sendiri bila menemukan kasus semacam ini akan merekomendasikan agar kasus ini dilaporkan ke lembaga yang konsen pada penanganan kasus anak. Atau ke kepolisian sehingga diproses secara hukum sehingga korban mendapatkan keadilan. Dari belasan kasus kekerasan seksual pada anak terdapat dua kasus yang berakhir korban dan pelaku dikawinkan. “Jangan sampai anak menjadi korban 2 kali,” ujarnya.

Hendry mengungkapkan, kasus kekerasan seksual pada anak tahun ini mengalami peningkatan 30 persen dibandingkan dengan tahun 2021. Namun, ada pola yang berbeda yang muncul pada tahun ini yaitu adanya keterlibatan LGBT dan kasus prostitusi online yang melibatkan anak.

“Kalau tahun sebelumnya kasus kekerasan seksual pada anak bentuknya pencabulan orang dewasa ke anak tahun 2022 ini ada penyimpangan salah satunya LGBT dan prostitusi online,” ujarnya.

Kedua kasus ini muncul diduga disebabkan lantaran lemahnya pengawasan orang tua terhadap penggunaan gadget pada anak. Sehingga predator seksual dan LGBT dengan mudah menyasar anak sebagai korban.

Kepala DP3AKKB Provinsi Banten Siti Ma’ani Nina mengatakan, yang paling penting dalam kasus kekerasan anak adalah pemenuhan hak anak. Bila memerlukan pendampingan psikolog atau psikiater, maka itu harus dipenuhi. Juga bila perlu tinggal di Rumah Aman maka hal itu akan dilakukan.

“Para korban ini kita dampingi sampai bisa pulih dari traumanya,” katanya.

Nina mengatakan, guna mengatasi kekerasan pada anak di Provinsi Banten, pihaknya terus melakukan sosialisasi tentang hak anak. Juga sosialisasi call center pengaduan agar masyarakat bisa melaporkan kasus kekerasan pada anak kapan pun dan di mana pun.

“Ini sudah kerja sama dengan UPTD dan kabupaten/ kota,” katanya.

Mulyana, wartawan senior dari kantor berita Antara, mengatakan, jurnalis selain bertugas memberitakan kasus kekerasan pada anak sebaiknya mendeklarasikan diri sebagai wartawan sahabat anak. (tohir)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *