BANTENRAYA.CO.ID – Inilah informasi materi khutbah Idul Fitri 1444 H singkat dan padat tentang kembali kepada fitrah sejati.
Khutbah Idul Fitri 1444 H bisa menjadi referensi saat anda khatib di sholat Ied.
Seperti kita ketahui Tak lama lagi, umat muslim di seluruh dunia akan menyambut datangnya hari raya Idul Fitri.
Pada tanggal 1 Syawal ini, umat Islam akan berbondong-bondong datang ke masjid untuk melaksanakan sholat ‘Ied berjamaah dan mendengarkan Khatib memberikan materi khutbahnya untuk dijadikan bahan renungan.
Penasaran dengan materi khutbah Idul Fitri 1444 H singkat dan padat tentang kembali kepada fitrah sejati? Simak artikel ini sampai selesai.
Dikutip Bantenraya.co.id dari berbagai sumber, Berikut ini adalah materi khutbah Idul Fitri 1444 H singkat dan padat tentang kembali kepada fitrah sejati:
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ ,اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْراً، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاَ، لاَإِلٰهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَاإِلٰهَ إِلاَّاللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيّاَهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى أٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ أَمَّابَعْدُ؛
فَيَآ أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
فَقاَلَ تعالى فِيْ كِتاَبِهِ الكَرِيْمِ أَعُوْذُ باِلله ِمِنَ الشَّيْطاَنِ الرَّجِيْمِ وَلِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ
وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هٰذَا يَوْمٌ عَظِيْمٌ، وَعِيْدٌ كَرِيْمٌ، أَحَلَّ اللهُ لَكُمْ فِيْهِ الطَّعَامَ، وَحَرَّمَ عَلَيْكُمْ فِيْهِ الصِّيَامَ، فَهُوَ يَوْمُ تَسْبِيْحٍ وَتَحْمِيْدٍ وَتَهْلِيْلٍ وَتَعْظِيْمٍ ، فَسَبِّحُوْا رَبَّكُمْ فِيْهِ وَعَظِّمُوْهُ وَتُوْبُوْا إِلَى اللهِ وَاسْتَغْفِرُوْهُ
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Puji syukur kita ucapkan kepada Allah Swt., karena di hari yang mulia ini kita masih diberikan kesehatan dan keselamatan serta nikmat keimanan dan keislaman . Nikmat yang banyak dan besar yang kita rasakan ini merupakan bukti bahwa Allah tidak pernah melupakan kita sebagai makhluk ciptaan-Nya. Udara yang kita hirup, darah yang mengalir di dalam tubuh kita, bahkan jantung yang selalu berdenyut yang kita sendiri tak bisa menghitung berapa banyak jumlah denyut jantung tersebut, semuanya itu tidak pernah luput dari perhatian dan kasih sayang Allah Swt
Sedangkan tugas kita sebagai Makhluk-Nya ialah dengan tidak lupa mengucapkan rasa syukur dan senantiasa ber’ubudiyah kepada Allah sebagai tanda bahwa kita adalah makhluk yang lemah dan sangat menyadari betapa kita sangat membutuhkan Allah dalam setiap keadaan.
دوام العبدية ظاهرا وباطنا مع دوام حضورالقلب مع الله
Shalawat dan salam mari sama kita sanjung sajikan kepada baginda Rasulullah Saw., beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya. Karena berkat kesabaran dan kegigihan perjuangan beliau telah berhasil membawa umat manusia akhrajannasa minadz dzulumati ila nur.
Ma’asyiral muslimin jamaah shalat ‘ied yang berbahagia
Sejak kemarin hingga hari ini mulut kita tak henti-hentinya mengucapkan takbir yang terus menerus dikumandangkan, tak lain adalah sebagai bukti bahwa sesungguhnya manusia adalah mahkluk yang lemah, tak berdaya dan tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan sedikitpun dalam menjalankan setiap aktifitas ibadah tanpa pertolongan-Nya.
Takbir adalah ucapan Allahu Akbar. Ungkapan takbir merupakan sarana pengakuan bagi setiap insan Muslim atas kebesaran dan keagungan Allah Swt., dibarengi perasaan diri yang kecil dan hina di hadapan-Nya. Sehingga sudah selayaknya siapapun yang bertakbir menghayatinya dengan perasaan merasa kecil. Bukan hakikat bertakbir jika masih ada perasaan lebih besar dan hebat dari yang lain.
Tidak heran jika takbir menjadi syiar agama Islam pada malam hari raya yang dikenal dengan istilah takbiran. Dalam bahasa sumbernya, syiar masih satu akar dengan syuʻûr yakni perasaan. Sehingga takbiran disamping sebagai syiar Islam juga mengandung nilai perasaan rendah hati di hadapan Allah swt dan seluruh makhluk-Nya. Disyariatkannya takbiran dengan berlandaskan firman Allah swt dalam QS Al-Baqarah [2]: 185.
وَلِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ
“dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
زَيِّنُوْا اِعْيَادِكُمْ بِالتَّكْبِيْر
“Hiasilah hari raya kalian dengan memperbanyak takbir”
BACA JUGA: Teks Kultum Ramadhan Singkat yang Cocok untuk Bulan Ramadhan Bertema Semangat Dalam Menggapai Surga
Takbir kita tanamkan ke dalam lubuk hati sebagai pengakuan atas kebesaran dan keagungan Allah Swt., sedangkan selain Allah semua kecil semata. Kalimat tasbih dan tahmid, kita tujukan untuk mensucikan Tuhan dan segenap yang berhubungan dengan-Nya. Tidak lupa juga, puji syukur kita tujukan untuk Rahman dan Rahim-Nya yang tidak pernah pilih kasih kepada seluruh hamba-Nya. Sementara tahlil kita lantunkan untuk memperkokoh keimanan kita bahwa Dia lah Dzat yang Maha Esa dan Maha Kuasa. Seluruh alam semesta ini tunduk pada perintah-Nya.
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Ma’asyiral muslimin jamaah shalat ‘ied yang berbahagia
Idul fitri terdiri dari dua kata yakni idul dan fitri. Istilah Idul atau “id” berasal dari “‘aud” yang berarti “kembali” sedangkan kata “fithri” berarti “pencipta” atau “ciptaan”. Dalam bahasa Arab akar kata fitri berasal dari kata “Al Fathir” yang bisa berubah menjadi kata “al Fithrah”, “al Fathrah” atau “al Futhura”.
Berdasarkan uraian ini, maka dapat disimpulkan bahwa kata “Idul Fitri” mempunyai minimal dua pengertian yaitu :
1. Kembali ke awal Penciptaan
2. Kembali ke Pencipta
Pertama, Idul Fitri sebagai proses ke awal Penciptaan. Dalam pandangan tasawuf, hakikat manusia dibagi menjadi dua bangunan utama yaitu jasmani dan bangunan rohani. Bangunan jasmani manusia diciptakan oleh Allah melalui 7 proses kejadian sebagaimana disebutkan dalam QS al Mukminun 12-14, yaitu :
– Sari pati tanah
– Nutfah
– Segumpal darah
– Segumpal daging
– Pertumbuhan tulang belulang
– Pembungkusan tulang belulang dengan daging
– Peniupan ruh ke dalam janin
Kedua, Idul Fitri sebagai proses kembali ke Pencipta. Setelah seorang bayi dalam kandungan telah cukup bulannya, yaitu selama kurang lebih sembilan bulan berada dalam kandungan maka ia secara otomatis akan dilahirkan ke alam dunia ini oleh ibunya, inilah yang disebut dengan hari kelahiran seorang bayi. Setelah bayi lahir ke dunia sampai berusia lima tahun ia masih dikategorikan seorang manusia yang masih “suci” karena pengaruh-pengaruh hawa nafsunya belumlah berdampak negative terhadap kesucian rohaninya.
Tetapi ketika seorang manusia memasuki usia akil baligh sampai ia dewasa dan lanjut usia, maka mulailah lingkungan duniawi dan hawa nafsunya mempengaruhi kebersihan rohaninya.
Meskipun banyak yang mempengaruhi kebersihan rohaninya, setiap manusia telah dibekali oleh Allah perlengkapan yang lengkap baik yang lahir maupun yang batin, yaitu jasad yang sempurna berikut perlengkapannya yaitu panca indera yang terdiri dari : penglihatan, pendengaran, pengecapan/pengucapan, penciuman, serta rasa jasmani. Empat indera tersebut semuanya berada di kepala manusia sedang rasa jasmani tersebar di seluruh tubuh. Selain itu manusia juga dilengkapi oleh akal yang berpusat di kepala yang merupakan perpaduan antara cipta, rasa dan karsa (fikir, qalbu, dan kehendak). Sedangkan perlengkapan yang paling tinggi nilainya adalah Roh yang berasal dari Allah yang telah ditiupkan oleh-Nya ketika bayi berusia kurang lebih tiga bulan. Roh manusia ini mempunyai wujud, ciri-ciri, kemampuan, dan kelebihan yang berbeda-beda dengan sifat jasmaninya.
Semua perlengkapan yang telah diberikan oleh Allah kepada setiap manusia itu dimaksudkan agar manusia dapat menjalankan fungsinya sebagai utusan Allah atau khalifah Allah di muka bumi, tetapi sayangnya mayoritas manusia tidak dapat mengemban tugas tersebut bahkan yang lebih parah lagi kebanyakan manusia itu terbelit dengan hawa nafsunya dan dunianya sehingga lupa terhadap tugasnya, lupa terhadap Tuhannya, lupa terhadap syahadatnya, dan lupa terhadap asalnya. Dengan kata lain pada saat itu manusia buta mata hatinya terhadap Tuhannya dan tidak mengenal asalnya yaitu Allah Swt. Padahal suatu saat setiap manusia akan mengalami kematian dan rohnya harus kembali kepada yang meniupkannya. Oleh sebab itu, Allah memberitahukan kepada setiap manusia agar ia mencari kampung akhirat (kampung asalnya) dan juga harus berusaha mengenal Allah (ma’rifatullah) dan menemui Allah (liqa’Allah) ketika ia masih berasa dan hidup di atas bumi.
وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَاۖ وَأَحۡسِن كَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ
“Dan carilah dengan apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu, kampung akhirat dan janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu……” (QS Al Qashash 28 : 77).
يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡإِنسَٰنُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَىٰ رَبِّكَ كَدۡحٗا فَمُلَٰقِيهِ
“Hai manusia! Sesungguhnya engkau harus berusaha dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, hingga engkau menemuiNya”. (QS Al Insyiqaaq 84 : 6)
Berdasarkan ayat tersebut, Allah memerintahkan agar manusia berusaha untuk kembali menemui-Nya, agar nantinya ketika wafat rohnya dapat kembali ke asalnya yaitu Allah. Kembalinya seorang manusia kepada Allah sebagai Al Fathir, hal ini disebut dengan istilah Idul Fithri. Proses kembalinya seorang manusia ke Pencipta dikiaskan dengan bahasa symbol sebagaimana awal mula kejadian manusia (yaitu keadaan seperti bayi dalam kandungan). Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur’an yaitu :
وَلَقَدۡ جِئۡتُمُونَا فُرَٰدَىٰ كَمَا خَلَقۡنَٰكُمۡ أَوَّلَ مَرَّةٖ
“Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendirian sebagaimana Kami ciptakan kamu pada mulanya (awal penciptaan)….” (QS Al An’am 6 : 94).
…. كَمَا بَدَأَكُمۡ تَعُودُونَ
“Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepada-Nya)“.(QS Al A’raaf 7 : 29).
Berdasarkan ayat-ayat tersebut setiap manusia akan kembali menemui Sang Pencipta (Al Fathir) sebagaimana ia diciptakan pada mulanya yaitu seorang bayi. Tetapi kata “bayi” tersebut bukanlah arti yang sesungguhnya melainkan setiap manusia yang ingin kembali menemui Sang Pencipta (Idul Fithri) maka ia harus melakukan suatu laku seperti seorang bayi dalam kandungan. Para ahli thariqat menamakan laku tersebut dengan istilah shaum khawasul khawas menjadi Bayi Ma’ani, yakni puasanya hati dari kepentingan jangka pendek dan pikiran-pikiran duniawi serta menahan segala hal yang dapat memalingkan dirinya pada selain Allah Swt. Puasa khusus yang lebih khusus lagi yaitu, di samping hal tersebut adalah puasa hati dari segala keinginan hina dan segala pikiran duniawi, serta mencegah memikirkan apa-apa selain Allah Swt (shaum al-Qalbi ‘an al-Himam ad-Duniyati wa al-Ifkaar al-Dannyuwiyati wakaffahu ‘ammaa siwa Allaah bi al-Kulliyati).
Tetapi tentu saja untuk mencapai hal ini bukan sesuatu yang mudah, tidak cukup sekedar mendengarkan ceramah agama, atau membaca buku-buku keislaman. Melainkan penempahan diri melalui riyadhah dan mujahadah dengan cara menahan rasa lapar, meninggalkan dunia, menyapih segala kebiasaan jiwa, senantiasa berzikir dan bertafakur, menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya secara istiqomah di bawah bimbingan seorang guru ruhaniah atas dasar petunjuk Allah Swt.
مَن يَهۡدِ ٱللَّهُ فَهُوَ ٱلۡمُهۡتَدِۖ وَمَن يُضۡلِلۡ فَلَن تَجِدَ لَهُۥ وَلِيّٗا مُّرۡشِدٗا
“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.” (QS. Al Kahfi:17)
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Ma’asyiral muslimin jamaah shalat ‘ied yang berbahagia
Hidup dan kehidupan ini telah banyak memberikan pelajaran berharga bagi siapapun. Manusia dari generasi ke generasi telah berlalu meninggalkan dunia yang fana ini. Apa yang pernah dicapai, disandang dan dikuasai, semuanya ditinggalkan oleh mereka. Mereka membawa bekal ketaqwaannya masing-masing untuk dihadapkan di hari pembalasan kelak.
Betapa penting menyadari bahwa kita semua akan kembali kepada akhirat yang abadi. Sementara kita telah melewati hari demi hari, tahun demi tahun, periode demi periode. Telah panjang waktu yang kita lalui. Dan banyak peritiwa yang kita saksikan sebagai pembelajaran. Allah telah memperlihatkan kepada kita balasan sementara atas perilaku demi perilaku yang telah diperbuat manusia di dunia ini.
Sempurnalah kenikmatan Allah apabila kita bersama-sama berjuang di jalan Allah kemudian meraih kebahagiaan bersama-sama pula di akhirat, saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa”
Demikianlah Khutbah Idul Fitri ini. Semoga dapat memberikan kemanfaatan bagi kita semua dan marilah kita berdo’a semoga ibadah kita selama ini khususnya di Bulan Ramadan tahun ini diterima Allah SWT. Dengan datangnya 1 Syawwal ini pula kita berharap mudah-mudahan kita akan menjadi insan yang bertaqwa dan kembali kepada fitrah-Nya yang sempurna. Irji’i ila Rabbiki raadhiyatan mardhiyah fadkhulii fii ibadi wadkhuli jannatii
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَذِكْرِ اْلحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Khutbah kedua
الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً لاَ إِلَهَ إِلاّاَلله ُوَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لاَ إِلَهَ إِلاّاَلله ُوَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ المُشْرِكُوْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ وَلَوْكَرِهَ المُناَفِقُوْنَ. الحَمْدُ لِلّهِ حَمْداً كَثِيْرًا كَماَ أَمَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ الله ُوَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ إِرْغاَماً لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الخَلَآئِقِ وَالبَشَرِ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ مَصَابِيْحَ الغُرَرِ. أَمَّا بَعْدُ: فَيآأَيُّهاَالحاَضِرُوْنَ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَافْعَلُوْاالخَيْرَ وَاجْتَنِبُوْآ عَنِ السَّيِّآتِ. وَاعْلَمُوْآ أَنَّ الله َأَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّابِمَلَآئِكَةِ المُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. فَقاَلَ تعالى فِيْ كِتاَبِهِ الكَرِيْمِ أَعُوْذُ باِلله ِمِنَ الشَّيْطاَنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَحِيْمِ. إِنَّ اللهَ وَمَلَآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيْ يَآأَيُّهاَالَّذِيْنَ آمَنُوْآ صَلُّوْآ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. فَأَجِيْبُوْآالله َاِلَى مَادَعَاكُمْ وَصَلُّوْآ وَسَلِّمُوْأ عَلَى مَنْ بِهِ هَدَاكُمْ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصِحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَعَلَى التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِيْ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَارْضَ الله ُعَنَّا وَعَنْهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الراَحِمِيْنَ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِناَتِ وَالمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ الأَحْيآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعُ قَرِيْبٌ مُجِيْبٌ الدَّعَوَاتِ. اللَّهُمَّ انْصُرْأُمَّةَ سَيّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللَّهُمَّ اصْلِحْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللّهُمَّ انْصُرْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللّهمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ. وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الدِّيْنَ. وَاجْعَلْ بَلْدَتَناَ إِنْدُوْنِيْسِيَّا هَذِهِ بَلْدَةً تَجْرِيْ فِيْهَا أَحْكاَمُكَ وَسُنَّةُ رَسُوْلِكَ ياَ حَيُّ ياَ قَيُّوْمُ. يآاِلهَناَ وَإِلهَ كُلِّ شَيْئٍ. هَذَا حَالُناَ ياَالله ُلاَيَخْفَى عَلَيْكَ. اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنّاَ الغَلآءَ وَالبَلآءَ وَالوَبآءَ وَالفَحْشآءَ وَالمُنْكَرَ وَالبَغْيَ وَالسُّيُوفَ المُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَآئِدَ وَالِمحَنَ ماَ ظَهَرَ مِنْهَا وَماَ بَطَنَ مِنْ بَلَدِناَ هَذاَ خاَصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ المُسْلِمِيْنَ عاَمَّةً ياَ رَبَّ العَالمَيِنَ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَهْلِكِ الكَفَرَةَ وَالمُبْتَدِعَةِ وَالرَّافِضَةَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ. وَاجْعَلِ اللَّهُمَّ وِلاَيَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ. رَبَّناَ اغْفِرْ لَناَ وَلِإِخْوَانِناَ الَّذِيْنَ سَبَقُوْناَ بِالإِيمْاَنِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِناَ غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّناَ اِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيْمٌ. رَبَّناَ آتِناَ فِيْ الدُّنْياَ حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِناَ عَذَابَ النَّارِ وَالحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ العاَلمَيِنَ
Demikian materi khutbah Idul Fitri 1444 H singkat dan padat tentang kembali kepada fitrah sejati.***