SERANG, BANTEN RAYA- Pegawai honorer di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten menuntut agar mereka mendapatkan jaminan hari tua (JHT) ketika memasuki masa pensiun. Hal itu disampaikan para honorer yang tergabung dalam Forum Pegawai Non ASN Provinsi Banten (FPNPB) kepada Ketua DPRD Provinsi Banten Andra Soni, saat audiensi di gedung DPRD Provinsi Banten, Rabu (16/3). Hadir pula dalam acara itu Ketua Komisi I DPRD Provinsi Banten Asep Hidayat dan Sekretaris DPRD Provinsi Banten Deden Apriyandi.
Ketua FPNPB Taufik Hidayat mengatakan, ada lima tuntutan yang disampaikan para honorer dalam pertemuan itu. Adapun kelima tuntutan itu adalah perjelas isu penghapusan honorer di tahun 2023, angkat para honorer menjadi P3K, buat surat keputusan honorer menjadi satu pintu di BKD, naikkan honor menjadi setara UMK, dan memberikan para honorer JHT.
Untuk poin terakhir, dibutuhkan oleh para honorer karena selama ini mereka hanya mendapatkan honor dengan nominal kecil, di bawah upah minimum kabupaten/kota (UMK). Dengan kondisi itu, jangankan untuk menabung guna bekal hari tua, untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang sehari-hari saja mereka masih susah payah. “Bahkan ada yang mau makan saja harus ngutang,” kata Taufik.
Karena itulah para honorer membutuhkan jaring pengaman sosial berupa JHT. Bila ada JHT, setidaknya mereka memiliki cadangan sedikit uang saat mereka sudah memasuki masa pensiun. Uang dari JHT itu bisa digunakan untuk menyambung hidup ketika pensiun atau menjadi modal usaha.
Apalagi, saat ini para honorer sudah banyak yang mendekati usia pensiun. Bila mereka sudah pensiun, mereka tidak akan bisa memiliki penghasilan untuk meneruskan hidup. Karena ketika sudah pensiun, tidak akan ada lagi instansi yang menerima karena sudah dianggap tidak produktif. Semenetara untuk belajar keahlian baru juga sudah tidak memungkinkan.
Berkaitan dengan penghasilan para honorer, saat ini honorer yang memiliki pendidikan SLTA hanya mendapatkan honor sebesar Rp1,95 juta per bulan. Sedangkan honorer dengan pendidikan sarjana atau S1 sebesar Rp2,3 juta per bulan. Para honorer ini menuntut upah yang layak bagi mereka setara dengan UMK atau sekitar Rp3,8 juta per bulan.
Para honorer juga menuntut agar SK honorer ditertibkan dengan menunjuk BKD Provinsi Banten sebagai organisasi perangkat daerah satu-satunya yang mengeluarkan SK honorer. Ini untuk menggantikan SK yang selama ini ada yang dikeluarkan oleh setiap OPD.
Dengan cara menyatupintukan SK ke BKD, maka pengangkatan honorer akan dapat terkontrol. Sebab persoalan honorer selama ini adalah tidak adanya kontrol pengangkatan honorer di Pemerintah Provinsi Banten sehingga persoalan honorer tidak akan pernah selesai. Setiap tahun selalu ada penambahan jumlah honorer di Pemerintah Provinsi Banten. “Sekarang ini ada lebih dari 17.000 honorer di Provinsi Banten,” kata Taufik.
Ketua DPRD Provinsi Banten Andra Soni mengatakan, karena para honorer merupakan pekerja yang bahkan honor mereka masuk dalam APBD Provinsi Banten, maka seharusnya mereka bisa mendapatkan JHT. Pertanyaannya, apakah bila mengajukan JHT penghasilan pegawai ini harus sudah UMK atau boleh diajukan meski upah belum UMK.
“Kita tidak usah berdebat soal boleh dan tidak boleh. Saya yakin ini boleh. Pemberi kerja, dalam hal ini Pemprov Banten wajib memberikan JHT,” katanya.
Namun ketika Andra menanyakan soal kemungkinan pemberian JHT untuk para honorer itu kepada Sekretaris BKD Provinsi Banten Lutfi Mujahidin, yang bersangkutan mengaku tidak tahu.
Andra juga meminta BKD menjelaskan secara tertulis kepada DPRD Provinsi Banten tentang rencanan besar (roadmap) Pemerintah Provinsi Banten dalam menyelesaikan masalah pegawai honorer. Termasuk rencanan pemberian JHT untuk para honorer. Rencana ini, menurutnya, penting diketahui DPRD Provinsi Banten sehingga DPRD dapat melihat di bagian mana dapat berperan guna menyelesaikan masalah honorer ini. “Masalahnya ini masalah sudah lama (dan belum selesai sampai sekarang),” katanya.
Politisi Partai Gerindra ini pun meluapkan kekecewaannya karena Kepala BKD Provinsi Banten Komarudin yang dia undang untuk hadir pada pertemuan itu namun tidak datang. Tidak hanya kali ini saja, Andra mengaku pernah beberapa kali mengundang Komarudin namun yang bersangkutan tidak memenuhi undangannya. “Saya kecewa sekali. Terus terang saya kecewa,” ujarnya.
Sekretaris BKD Provinsi Banten Lutfi Mujahidin mengatakan, apa yang dituntut para honorer masih dalam batas wajar. Khusus tentang kenaikan honor, dia mengatakan setuju bila honor mereka dinaikkan bahkan bila perlu setinggi-tingginya. Meski demikian, keputusan itu tetap akan berada di Gubernur Banten sebagai pimpinan.
Dia juga setuju dengan usulan JHT untuk para honorer. Namun dengan jujur dia mengaku tidak mengetahui apakah pengusulan JHT harus berkorelasi dengan besaran honor mereka setara UMK atau tidak. Guna mengetahui persoalan ini, ada perlunya menanyakannya kepada BPJS Ketenegakerjaan.
Untuk SK yang disatupintukan, menurutnya perlu banyak diskusi karena bila disamaratakan, maka akan ada hal-hal yang terimbas. Dia mencontohkan, bila dalam SK itu ada klausul tentang usia, maka bagi mereka yang tidak masuk dalam rentang usia itu akan terdampak. Begtu juga dengan lama masa kerja dan lain sebagainya. (tohir/rahmat)