Trending

Sekretaris DPK Provinsi Banten Ardius Prihatono Tersangka Korupsi UNBK dan Langsung Ditahan

SERANG, BANTEN RAYA – Sekretaris Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Banten Ardius Prihatono ditahan dan ditetapkan tersangka oleh penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, Rabu 16 Februari 2022, atas dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadaan 1.800 unit komputer Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten tahun 2018 lalu, senilai Rp25 miliar.

Untuk diketahui sebelum menjabat sekretaris DPK Banten, Ardius Prihatono pada tahun 2018, dirinya menjabat sebagai Sekretaris Dindikbud Banten, sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek Pengadaan 1.800 unit komputer UNBK senilai Rp25 miliar tersebut.

Kasi Penerangan Umum (Penkum) Kejati Banten Ivan Hebron Siahaan mengatakan pada Rabu (16/2) ini tim Penyidik Pidsus telah melakukan pemeriksaan terhadap Ardius. Hasilnya, temuan penyidik, setelah pemeriksaan secara mendalam ditemukan bukti-bukti atas kejahatannya.

“Bahwa dari hasil pemeriksaan AP telah diduga keras, berdasarkan bukti yang cukup telah melakukan dugaan Tindak Pidana Korupsi, karena tidak melaksanakan tugas dan kewajiban selaku KPA dan PPK,” katanya kepada Banten Raya di Kejati Banten, Rabu 16 Februari 2022.

Ivan menjelaskan pemeriksaan yang dilakukan sejak pukul 10.00 WIB, hingga pukul 16.00 WIB, Kejati Banten menetapkan Ardius Prihatono sebagai tersangka, dan langsung dilakukan penahanan di
Rutan Kelas II Pandeglang.

“Maka pada hari ini AP ditetapkan sebagai tersangka, berdasarkan Surat Penetapan Tersangka yang ditandatangani oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Banten (Reda Manthovani),” jelasnya.

Lebih lanjut, Ivan mengungkapkan Ardius akan dilakukan penahanan hingga 20 hari ke depan sejak 16 Februari 2022 hingga 7 Maret 2022. Penahanan terhadap tersangka, karena alasan subyektif berdasarkan pasal 21 ayat 1 KUHAP.

“Dalam hal kekhwatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak barang bukti atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana, dan tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara 5 tahun lebih,” ungkapnya.

Ivan menegaskan Ardius akan diduga telah melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah, UU Nomor 20 Tahun 2001 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Koordinator Pidsus Kejati Banten Febri mengatakan penyidik masih melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, untuk mengembankan perkara itu, dan siapa saja yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatan melawan hukum dalam dugaan korupsi tersebut.

“Untuk sementara kita menunggu proses pemeriksaan selesai (tersangka lain), kita tunggu perkembangan pemeriksaan,” katanya.

Febri menjelaskan dalam perkara ini penyidik masih menunggu hasil perhitungan kerugian negara dari Inspektorat. Namun diduga kerugian negaranya mencapai Rp6 miliar.

“Sedang berjalan, perhitungan yang dihitung inspektorat kita tidak bisa memperkirakan kita tunggu hasil dari Inspektorat,” jelasnya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari internal Kejati Banten, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi. Dari hasil penyidikan diketahui pelaksana proyek yaitu PT AXI diduga melakukan penyimpangan dalam pelaksanaanya.

Penyimpangannya yaitu komputer tidak sesuai spesifikasi pada kontraknya. Kontraktor juga mengirimkan barang jumlahnya tidak lengkap atau tidak sesuai sebagaimana yang ditentukan dalam kontrak. Kemudian, adanya penggunaan software bajakan tanpa lisensi (Ilegal) dari Microsoft.

Selain itu, pengadaan komputer untuk UNBK dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yang bersumber dari dana APBN 2017 sebesar Rp 25 miliar, seharusnya digunakan pada tahun tersebut. Namun DAK tidak digunakan dan menjadi SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) 2017.

Kemudian pada APBD Perubahan 2017, Dinas Pendidikan Provinsi Banten menganggarkan Pengadaan Komputer UNBK, senilai Rp 40 miliar dengan kualitas yang sama dengan rancangan dalam DAK.

Sehingga dari hasil penyelidikan itu, penyidik Pidsus Kejati Banten telah menyimpulkan adanya perbuatan melawan hukum dalam pengadaan komputer untuk keperluan UNBK di Provinsi Banten yang mengakibatkan kerugian negara Rp6 miliar. *

Baca artikel Bantenraya.co.id lainnya di Google News
 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button