Tokoh Banten Tolak Presiden 3 Periode

Tolak 3 periode

SERANG, BANTEN RAYA- Sejumlah tokoh di Banten menolak rencana penambahan masa jabatan presiden menjadi 3 periode yang kini sedang digulirkan sejumlah pihak. Mereka menilai, penambahan masa periode presiden menjadi 3 periode sangat melukai hati masyarakat.

Salah satu tokoh masyarakat Banten yang menolak adalah mantan Bupati Serang dua periode Ahmad Taufik Nuriman atau ATN. Dia mengatakan, ketentuan masa jabatan presiden maksimal dua periode merupakan hasil perjuangan reformasi tahun 1998, dan merupakan hal yang paling jadi perhatian pada masa reformasi. “Kalau menurut saya sesuai konstitusi saja karena kalau ditambah menjadi tiga periode ini pelanggaran konstitusi yang serius,” ujarnya, Rabu (6/4/2022).

ATN mengingatkan, pembatasan masa jabatan presiden cukup dua periode, yang telah diatur dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945 merupakak hasil perjuangan rakyat Indonesia. “Jangan sampai ketika tidak berkuasa menuntut masa jabatan dibatasi, begitu berkuasa lupa diri, ini kan enggak benar,” katanya.

Bacaan Lainnya

ATN berpendapat, jika ada pihak-pihak yang memaksakan kehendak untuk menambah masa jabatan presiden menjadi tiga periode tidak menutup kemungkinan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) akan jatuh sebelum masa jabatannya habis pada 2024 nanti. “Sekarang saja sudah kelihatan gerakan-gerakan mahasiswa yang menolak presiden tiga periode,” tuturnya.

Menanggapi adanya dukungan Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) yang mendukung presiden tiga periode, ATN telah mendapat informasi bahwa yang memberikan dukungan bukan Apdesi yang sah, karena pengurus Apdesi yang sah menolak presiden tiga periode.

“Jadi prinsipinya menurut saya, ikuti aturan yang ada. Soal Pak Jokowi yang menyatakan harus patuh pada konstitusi saya tidak begitu percaya karena membiarkan bawahannya bermanuver menggalang dukungan agar masyarakat mendukung periode presiden ditambah tiga periode,” katanya.

Terpisah, KH Enting Abdul Karim, salah satu ulama Banten menyebut bahwa Presiden Joko Widodo adalah sosok yang radikalisme UUD 1945 bila merestui wacana presiden 3 periode. Sebab, menurut Enting, dalam UUD 1945 menyebutkan bahwa periode presiden hanya dua periode.

Enting mengatakan, ketika tahun 2019 lalu ada gerakan “2019 Ganti Presiden” mereka yang terlibat dalam kampanye itu dianggap sebagai kelompok yang radikal. Padahal bila melihat aturan, tahun 2019 ini adalah tahun Pemilu, yang salah satu agendanya adalah pemilihan presiden. Sehingga, wajar saja dan tidak menyalahi undang-undang bila saat itu ada seruan untuk mengganti presiden pada 2019. “Tapi ini malah disebut dengan radikal,” kata Enting.

Enting mengatakan, bila mereka yang mengampanyekan 2019 ganti presiden disebut radikal, meski sudah sesuai dengan aturan atau undang-undang, maka bila Presiden Jokowi menyetujui jabatan presiden menjadi 3 periode maka menurutnya hal iu sudah jelas-jelas melanggar UUD 1945. Karena itu, sudah sepantasnya menyematkan cap radikal bila tetap meneruskan wacana presiden 3 periode.

“Jokowi kalau punya keinginan 3 periode berarti radikalisme UUD. Artinya sudah tahu undang-undangnya melarang, padahal dia sebagai pelaku, juga pelanggar sekaligus,” kataya.

Enting mengungkapkan, awalnya dia berpikir wacana presiden 3 periode hanya lip service untuk mengalihkan isu yang saat ini sedang menjadi perbincangan publik. Isu-isu yang dimaksud di antaranya adalah undang-undang sisdiknas, kelangkaan minyak goreng, ibu kota negara baru, kesenjangan semakin kuat, kenaikan pajak, kenaikan harga pertamax, dan lain-lain. “Tapi kalau yang ngomong Luhut Binsar Pandjaitan masa iya hanya pengalihan isu,” katanya.

Apalagi, gerakan mendorong Jokowi 3 periode seperti ada agenda besar. Hal ini bisa dilihat dari desain rencana wacana ini yang terstruktur, sistematis, dan massif berupa penggalangan kepala desa, pernyataan ketua parpol, dan spanduk dukungan Jokowi 3 periode yang disebar di sejumlah tempat.

“Yang jelas ini adalah upaya melanggengkan kekuasaan, setidaknya IKN tidak bisa selesai tahun 2024, dan ini proyeknya oligarki. Kalua proyeknya beralih ke orang lain, mereka enggak kebagian angpau,” katanya.

Enting juga mengatakan, mereka yang merupakan para pengusung 3 periode ini adalah orang yang tidak tahu Undang-undang dan tidak tahu aturan. Padahal, dalam Undang-undang sudah jelas masa jabatan presiden dibatasi hanya sampai 2 periode. “Yang mengusulkan 3 periode adalah yang tidak paham hukum dan undang-undang,” tuturnya.

Lalu apa yang harus dilakukan masyarakat guna menandingi atau menghalau wacana presiden 3 periode? Menurut Enting, masyarakat yang paham tentang persoalan ini harus menularkan atau membagikan pemahaman mereka kepada orang lain, baik lewat video, tulisan, penjelasan langsung, dan lainnya.

Tokoh Kota Cilegon Nawawi Sahim juga menentang wacana perpanjangan jabatan Jokowi dan penambahan 3 periode jabatan presiden.
Para tokoh di kota baja tersebut beralasan, jika saat ini kondisi negara tidak sedang darurat, apapun alasannya tidak tepat.

“Negara tidak dalam kondisi darurat, kenapa mesti 3 periode. Toh semua sudah diatur undang-undang,” katanya.

Pendekar sekaligus politisi ini menyampaikan, soal nantinya ada aturan yang bisa diubah lewat legislatif, maka itu menyalahi amanat dari rakyat.

“Negara ini punya rakyat Indonesia bukan punya para ketua partai dan politisi,”ujarnya.

Nawawi mendesak jika Pemilu harus tetap dilaksanakan sesuai aturan dan undang-undang yakni pada 2024. Hal itu agar rakyat bisa memilih lagi siapa pemimpin di eksekutif dan di legislatif yang dianggap mewakili kepentingannya.

“Itu aturan (Pemilu 2024), presiden itu dilantik untuk 5 tahun begitu juga DPR RI-nya,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Harian Presidium Korps Alumni HMI (KAHMI) Kota Cilegon Dedy Arisandi menyatakan, wacana perpanjangan dan usulan 3 periode jabatan presiden jelas menyalahi konstitusi. Jika hal tersebut dilakukan penundaan maka akan berefek terhadap perpanjangan dewan yang juga dipilih bersamaan sebelumnya.

“Jabatan presiden sudah dibatasi sebanyak 2 periode, sementara mereka dipilih oleh rakyat dan memandatkan hanya 5 tahun dalam konstitusi,” ujarnya.

Namun, papar Dedy, KAHMI Kota Cilegon tidak ingin berspekulasi tentang isu 3 periode. Sebab, jelas konstitusi membatasi jabatan presiden sebanyak 2 periode.

“Lebih baik sekarang kita fokus pada pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 ini, UMKM bisa kembali tumbuh, sektor pariwisata bisa berjalan, industri bisa kembali berproduksi dan investasi yang sedang berjalan bisa dimaksimalkan,” tegasnya.

Sementara itu, Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Provinsi Banten mengaku tak ingin ikut terjebak dalam isu dukung atau tidak mendukung perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau wacana presiden 3 periode. Pihaknya menyerahkan persoalan tersebut ke konstitusi dan tak ingin mencampurinya.

Kepala Apdesi Provinsi Banten Uhadi mengatakan, pada dasarnya Indonesia adalah negara hukum sehingga segala sesuatunya diikat dalam sebuah peraturan. Oleh sebab itu, pihaknya tak dalam ranah mendukung atau tak mendukung perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi.

“Kita negara hukum, artinya itu kan bukan bagian kita. Itu bagian DPR atau MPR,” ujarnya kepada Banten Raya, Rabu (6/4).

Ia menegaskan, pihaknya juga tak mau mencampuri urusan politik karena setiap orang memiliki pilihannya masing-masing. Baginya yang terpenting dengan bagaimana keberadaan Apdesi ini bisa menjadi wadah untuk menampung aspirasi warga desa.

“Siapa pun presidennya kami tetap menyuarakan untuk marwah desa, kedaulatan desa, itu saja,” katanya.

Uhadi memaparkan, bahwa sebenarnya Silaturahmi Nasional (Silatnas) bukan agenda kegiatan untuk mendeklarasikan dukungan. Sebab, Silatnas adalah agenda rutin tahunan Apdesi, namun pada 2020 dan 2021 tak digelar karena pandemi Covid-19.

“Sebelumnya ada aksi juga saat itu di istana tentang (menuntut revisi) Perpres 104 tahun 2021. Kita ingin lebih sopan dan santun, akhirnya kita menyampaikan poin-poin usulan yang saat itu tertunda dalam aksi,” ungkapnya.

Soal adanya pihak yang mendukung Presiden Jokowi 3 periode, Ia mengaku tak ada pemberitahuan dari pihak mana pun. Namun sekali lagi, Ia menegaskan tak mau mencampurinya karena setiap orang berhak atas pilihan politiknya masing-masing. Uhadi hanya ingin fokus apa yang menjadi aspirasi Apdesi di daerah, tersampaikan kepada pimpinan tertinggi di negara ini.

“Kepala desa sejatinya, dari dulu memperjuangkan tetap semangatnya membangun desa dari segala apa yang menjadi kewajiban kami di desa, enggak lebih enggak kurang,” tegasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Banten M Nawa Said Dimyati angkat bicara terkait adanya penyampaian dukung Jokowi 3 periode dari Apdesi. Menurutnya, masa jabatan presiden telah diatur dalam undang-undang dasar dan masa jabatan presiden dibatasi hanya 2 periode. Setiap periodenya memiliki masa waktu jabatan selama 5 tahun.

Politisi Demokrat itu menegaskan, Apdesi tidak mempunyai legal standing bicara penambahan masa jabatan presiden. Menurutnya juga tak elok organisasi kepala desa mendeklarasikan penambahan masa jabatan presiden. Sebab, hal itu merupakan bagian dari politik praktis.

“Apdesi tidak punya legal standing bicara tentang perpanjangan masa jabatan atau penambahan masa jabatan Presiden,” katanya.

Pria yang akrab disapa Cak Nawa itu menyampaikan, larangan kepala desa berpolitik praktis telah diatur dalam Undang-undang. Dirinya mengimbau agar Apdesi tidak ikut terlibat dalam urusan politik praktis, dan lebih baik untuk memperbaiki hal-hal yang menjadi kewenangan desa.

“Itu ada Undang-undang nomor 6 tahun 2014, Undang-undang nomor 7 tahun 2017 dan ada aturan dalam Undang-undang nomor 10 tahun 2016 jo Undang-undang nomor 1 tahun 2015. Aturan itu harus dipahami dengan baik, daripada mengurusi masa jabatan presiden lebih baik mengurusi pemerintahan desa,” ujarnya. (tanjung/tohir/uri/dewa)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *