Bantenraya.co.id– Sejumlah calon anggota legislatif (caleg) peserta Pemilu 2024 menyiapkan dana besar untuk bisa mendulang suara maksimal.
Hasil wawancara eksklusif yang dilakukan tim Banten Raya, diperoleh informasi adanya caleg yang menyiapkan uang Rp15 miliar untuk serangan fajar.
Salah seorang caleg DPR RI dapil Banten III yang tidak mau identitasnya diungkapkan mengaku menyiapkan Rp10 miliar hingga Rp15 miliar untuk ditebar pada hari H pencoblosan nanti.
Masyarakat umum biasa menyebutnya serangan fajar. “Antara Rp10 sampai Rp15 miliar,” ujar caleg ini kepada Banten Raya, Minggu (4 Februari 2024).
Tugu Selamat Datang Kawasan Banten Lama Dipenuhi Coretan
Caleg ini mengatakan, dirinya harus menyiapkan uang sebanyak itu karena masyarakat juga pragmatis. Mereka menuntut adanya serangan fajar dari para caleg.
Sebab masyarakat berpikir tidak mungkin ada orang yang mau maju sebagai caleg apabila tidak memiliki banyak uang.
“Masyarakat kalau caleg enggak bawa apa-apa, pasti dikatain pahit, pahit. Mereka juga marah,” katanya.
Ibarat gayung bersambut, maka ada permintaan dari masyarakat dan caleg mau tidak mau harus menyediakan uang untuk serangan fajar.
Sebagian Nelayan Karangantu Tak Melaut Karena Cuaca Tak Menentu
Apalagi, masyarakat juga tidak peduli seorang caleg dapat dari mana uangnya.
Dia mengatakan, uang serangan fajar itu akan dibagi ke dalam beberapa pecahan. Ada yang Rp30 ribu, Rp50 ribu, hingga Rp100 ribu.
Pemetaan siapa yang akan mendapatkan serangan fajar dengan nominal kecil dan siapa yang dapat nominal besar biasanya bergantung pada tempat tinggal.
Bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan atau wilayah pinggiran biasanya cukup dengan uang Rp30 ribu sampai Rp50 ribu.
Sungai Sultan di Kasemen Kota Serang Surut Saat Curah Hujan Tinggi
Ini dilakukan karena sebelumnya juga warga sudah diberikan sejumlah barang, baik sembako maupun yang lainnya.
Dia mengibaratkan warga golongan ini sudah “dirawat” sebelumnya.
Sementara untuk warga di perkotaan atau di kompleks nominal yang diberikan berkisar antara Rp50 ribu hingga Rp100 ribu per orang.
Ini terjadi karena warga di perumahan biasanya merupakan pekerja yang secara ekonomi cukup mampu, sehingga uang yang diberikan harus cukup besar.
Terpilih Secara Aklamasi, Brigjen Nunung Syaifuddin Pimpin Perbakin Banten
Apalagi secara pendidikan juga relatif lebih tinggi.
Meski demikian, menurutnya, warga di perkotaan juga ada dua karakter. Ada yang cukup dengan serangan fajar dan ada juga yang meminta dibangunkan fasilitas umum di perumahan mereka.
“Bentuknya pun bermacam-macam, mulai dari pos ronda, lapangan olahraga, sampai peralatan semisal tenda. Mereka biasanya mintanya pembangunan fasilitas umum dan sebelum pencoblosan,” ujarnya.
Di Kota Cilegon, sejumlah calon anggota legislatif Kota Cilegon juga mengaku sudah menyiapkan mode tempur menjelang detik-detik pencoblosan pada 14 Februari 2024.
Komunitas Disabilitas Serang Deklarasi Dukung Ganjar-Mahfud
Salah satunya yakni menyiapkan hampir 6.000 amplop berisi uang pecahan Rp100 ribu dan Rp50 ribu untuk para pemilih.
Para caleg beralasan, masih maraknya politik uang terjadi karena masyarakat yang ada masih sangat pragmatis,
alias memilih karena dorongan uang tunai yang diberikan kepada mereka pada hari H pencoblosan.
Di satu sisi, praktik politik uang juga dinilai masih sangat efektif dilakukan karena hampir 50 persen pemilih di Kota Cilegon berdasarkan data survei Litbang Banten Raya memilih karena alasan amplop berisi uang.
Nanang Saefudin Perintahkan DPUPR Untuk Perbaiki Fasilitas Gudang Logistik Kecamatan Cipocokjaya
Salah satu caleg petahana, yang kini masih aktif sebagai anggota DPRD Kota Cilegon menyatakan, dirinya menyiapkan modal sekitar Rp1,5 miliar selama pencalegan.
Dimana, separuhnya atau Rp750 juta, disiapkan untuk memberikan saweran atau serangan fajar untuk masyarakat.
Selain dana serangan fajar, pria ini mengaku membutuhkan anggaran operasional polesan menjelang pemilihan. Hal itu dibutuhkan untuk bisa menarik pemilih datang ke TPS.
“Itu beda lagi (money politik). Hampir kurang lebih 6.000 amplop yang disiapkan. Itu juga belum tentu semuanya, tapi minimal separuhnya bisa nyangkut datang ke TPS dan memilih,” katanya.
Besarnya ongkos politik tersebut, menurutnya, karena persaingan politik yang cukup ketat di daerah pemilihan (dapil) dimana petahana hampir semuanya mencalonkan diri.
“Dapil saya ketat karena petahana itu mencalonkan semuanya, sehingga mau tidak mau dilakukan,” ucapnya.
Adanya politik uang sendiri, karena semua masyarakat menghendaki hal tersebut.
Sebab, jika tidak maka caleg lainnya yang akan memberikan dan memiliki peluang lebih besar dari kita.
Dirut PLN Darmawan Prasodjo Dinobatkan Jadi Executive of The Year Tingkat Asia
“Jadi isi amplop tergantung wilayah, tidak dipukul rata semuanya. Karena sudah dipetakan, ada yang Rp200 ribu, Rp100 ribu hingga yang terkecil itu Rp50 ribu.
Kalau tidak, maka masyarakat malah mengoceh dan kita tidak akan dipilih.
Coba saja kalau tidak percaya. Ini pengalaman saya saat maju sebagai pendatang baru pada Pileg sebelumnya.
Bisa terpilih karena memberikan uang,” jelasnya.
Marak Kafe dan Kuliner, Pemkot Serang Cuan Hingga Rp 33,6 Miliar
Dari jumlah 6.000 amplop tersebut, minimal separuhnya atau 40 persen yang bisa memberikan hak pilih dan mencoblosnya nanti.
Artinya tidak semuanya setelah diberikan akan memilih dirinya. “Itu biasanya minimal sebesar 3 ribu suara bisa didapatkan,” ucapnya.
Hal yang sama disampaikan caleg lain di Kota Cileon. Ia mengaku menghabiskan sekitar Rp990 juta untuk serangan fajar, untuk bisa menghantarkan dirinya duduk kembali di DPRD Kota Cilegon.
“Hampir Rp1 miliar, tepatnya Rp990 juta. Itu sudah kerudung, kaos hingga pengkondisian di TPS sebanyak 120 TPS saat itu untuk 20 suara per TPS dengan nilai amplop (uang) mencapai Rp150 ribu,” paparnya.
Kasus Pencemaran Udara, Polda Banten Periksa 17 Orang
Ia menyatakan, untuk bisa meraih suara banyak, tidak bisa jika tidak melakukan politik uang. Artinya, politik uang juga jalan yang dikehendaki masyarakat.
“Ini yang dikehendaki masyarakat. Jadi akan memilih jika diberikan imbalan berupa uang.
Jika tidak, maka sudah bisa dipastikan tidak akan memilih lagi dirinya sebagai anggota DPRD Kota Cilegon petahana,” ujarnya.
Terpisah, salah seorang caleg Demokrat di Kabupaten Pandeglang yang namanya minta dirahasiakan mengatakan, sepekan terakhir menjelang pencoblosan ibarat babak final dalam sepak bola.
Semua tenaga dan jaringan dikerahkan. Dalam sehari pertemuan bisa sampai 10 lokasi.
Menurutnya, jika satu lokasi ada 100 orang maka sudah bisa dihitung berapa biaya pertemuan yang harus dikeluarkan.
“Kalau untuk konsumsi, kopi dan rokok itu sifatnya wajib.
Kalau transport ya tergantung, kalau ada ngasih kalau nggak ada nanti mau saya bagikan sebelum pencoblosan,” kata sumber ini.
Banyak Peziarah Dari Luar Kota, Pemkot Serang Pasang 52 Titik PJU di Situs Kesultanan Kenari
Ditanya berapa anggaran yang disiapakan untuk dibagikan ke warga pada serangan fajar, caleg cukup mapan ini enggan membocorkan.
Namun ia hanya menyebut akan membagikan uang transport sesuai pasaran.
“Kami sesama caleg kan ada kesepakatan. Kalau ngasih Rp50 ribu ya harus segitu.
Kalau calon pusat (DPR dan DPD) biasanya Rp100 ribu. Jangan merusak pasar,” kata caleg yang menargetkan memperoleh 7.000 suara di dapilnya ini.
Jaringan Listrik di Jalan Kelapa Dua Kota Serang Diperbaiki
Seorang caleg DPR RI yang juga namanya enggan ditulis mengatakan, sepekan lebih menjelang pencoblosan dirinya lebih memilih memperkuat jaringan yang sudah terbentuk.
Terkait politik uang, caleg ini mengaku tidak mau disamaratakan dengan caleg lain, karena dirinya memiliki pandangan berbeda soal kewajaran money politik.
“Kalau saya sih nggak janjiin apa-apa kecuali barang-barang atau bahan makanan alakadarnya.
Bagaimana pun politik uang itu memang dianggap wajar oleh warga.
Sampah Berantakan dan Bau Busuk di Warung Jaud Kasemen Kota Serang
Namun caleg harusnya jangan larut dengan budaya ini karena saya yakin masih banyak warga yang berfikir rasional,” tegasnya.
Terkait dengan budaya serangan fajar, sejumlah warga yang ditemui Banten Raya mengaku sangat mengharapkan.
Warga menilai serangan fajar hal lumrah. “Biasanya cacing (uang serangan fajar) keluarnya malam mau pencoblosan.
Terus terang saya mau milih yang ngasih cacing,” kata Ayup warga Kecamatan Majasari.
Pengasuh Pesantren Ibnu Syam Kiyai Ahmad Slamet Ibnu Syam Raih Gelar Doktor, Ini Judul Disertasinya
Ayup mengaku tidak terlalu peduli dengan janji-janji caleg saat kampanye. Katanya, semua caleg selalu menyatakan siap memperjuangkan aspirasi masyarakat.
“Kalau saya mah yang pasti-pasti aja. Ada cacing dan kenal ya dipilih,” tegasnya.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik dari Lembaga Kajian Politik Nasional Adib Miftahul mengatakan, fenomena politik uang mulai marak sejak era reformasi.
Karena sejak era reformasi lah demokrasi di Indonesia yang sebelumnya tertuturp menjadi sangat terbuka.
Cegah Banjir, Bandung Karet Cibanten Direvitalisasi
Namun pada perkembangannya demokrasi cenderung liberal. “Kalau kita mau jujur, hampir semua melakukan itu (politik uang).
Hanya kadarnya saja yang berbeda-beda,” kata Adib.
Adib mengatakan, adanya politik uang disebabkan karena dalam pemilu atau pilkada pertarungannya adalah pertarungan suara terbanyak.
Sehingga, yang memiliki suara banyak yang bisa berkuasa. Maka, calon pun berlomba-lomba mendulang suara sebanyak-banyaknya, dengan cara melakukan politik uang.
Jokowi Sapa Warga Usai Resmikan Terminal Pakupatan Serang
Namun perebutan kekuasaan ini kemudian juga mengakibatkan lahirnya politik atau kekuasaan yang dikuasi oleh oligarki, di mana mereka yang memiliki banyak uang yang bisa dengan mudah membeli suara.
Ketika kekuasaan sudah dikuasi oligarki, maka di belakangnya adalah para cukong.
Ketika kekuasaan sudah dikuasai cukong, maka setiap kebihjakan yang diambil akan dibarter dengan kepentingan para cukong.
“Berbeda ketika zaman orde baru dulu, yang nyaris tidak terlalu besar (politik uang). Dulu money politic hanya terjadi di pilkades, biasanya,” katanya.
Pj Walikota Serang Yedi Rahmat Tinjau Lingkungan Domba Yang Terendam Banjir
Adib mengatakan, meski politik uang terjadi karena ada permintaan dan pemenuhan antara masyarakat yang
menginginkan atau meminta dengan para calon yang memberikan uang, namun menurutnya masyarakat tidak bisa sepenuhnya disalahkan.
Menurutnya, yang memiliki salah besar adalah partai politik (parpol) karena tidak menjalankan fungsinya sebagai tempat pengkaderan calon pemimpin dan pendidikan politik bagi masyarakat.
Fenomena saat ini kaderisasi susah dilakukan oleh parpol, karena mereka lebih menghargai yang punya uang banyak dan populer.
Banjir di Jalan Samaun Bakrie Dijadikan Tempat Bermain
Sementara kader yang berkeringat tetapi tidak populer apalagi tidak punya uang maka tidak akan dipromosikan oleh parpol.
Adib mengatakan, parpol saat ini tidak terlihat ideologinya. Hal itu misalnya bisa dilihat dari adanya orang yang banyak uang dan populer yang bisa gonta-ganti pindah partai.
Selama punya uang banyak, apalagi populer, maka partai akan menyambut dengan hangat.
“Masalah parpol adalah gagal melakukan pengkaderan. Ideologi parpol hari ini adalah ideologi transaksional,
Ratusan Dosen dan Mahasiswa Untirta Kembangkan Perbatasan Banten
politik dagang sapi,” katanya seraya menambahkan dia masih menghargai PDI Perjuangan dan PKS yang masih ideologis ketimbang parpol lain.
Adib juga mencontohkan sejumlah koruptor bisa terpilih kembali ketika mereka memiliki banyak uang.
Padahal, dia tidak terbukti korupsi. Atau pejabat yang memiliki rekam jejak buruk pada persoalan asusila. Selama punya uang,
Karena itu, Adib mengatakan, patut diduga sistem politik saat ini memang didesain seperti saat ini di mana masyarakat diperlakukan tidak jauh hanya sebagai angka,
agar mereka yang punya uang kemudian memiliki kuasa untuk kemudian memperbanyak kekayaan. (tohir/uri/muhaemin)