BANTENRAYA.CO.ID – Terdakwa Zeki, PNS Disdukcapil Kota Tangerang Selatan, disebut sebagai pihak yang mengendalikan pembayaran pengangkutan dan pengelolaan sampah di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tangsel.
Hal tersebut terungkap dalam sidang lanjutan kasus korupsi yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp21,6 miliar.
Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum dari Kejati Banten dan Kejari Tangsel menghadirkan sejumlah saksi,
mulai dari pegawai DLH, pihak PT Ella Pertama Perkasa (EPP), hingga pemilik lahan yang pernah dijadikan lokasi pembuangan sampah.
BACA JUGA : Sampah Berceceran dan Bau Busuk di Bojonegara Kabupaten Serang
Para saksi dihadirkan untuk memberikan keterangan terhadap terdakwa Wahyunoto Lukman Mantan Kadis LH Tangsel,
Direktur Utama PT Ella Pratama Perkasa Sukron Yuliadi Mufti, Zeki Yamani eks Staf DLH Tangsel, dan TB Apriliadhi Kusumah Kabid Kebersihan.
Saksi Rega Ardiyansyah, honorer DLH Tangsel, mengaku sejak awal tidak mengetahui perencanaan teknis atau lokasi pasti pembuangan sampah.
Menurutnya, sampah awalnya dibuang dari TPA Cipeucang ke Rumpin, namun kemudian dihentikan karena penolakan warga.
BACA JUGA : 1.200 Personel Diterjunkan Amankan Operasi Zebra Maung 2025
“Awalnya setahu saya di Rumpin, (cari lahan baru) karena didemo di Rumpin,” kata Rega di hadapan majelis hakim yang diketuai M. Ichwanudin.
Rega juga mengungkapkan pernah menyerahkan uang Rp50 juta kepada Mahfudin, pemilik lahan pembuangan di wilayah Tangcity.
Penyerahan tersebut disaksikan oleh Zeki Yamani, mantan pegawai DLH yang kini bertugas di Disdukcapil.
“Itu pembayaran deposit, penggunaan lahan,” ungkapnya.
BACA JUGA : Ratusan Truk Tertahan Akibat Ada Unjukrasa di Jalan Bojonegara-Pulo Ampel
Menurut Rega, seluruh pengelolaan pembayaran di lapangan dikendalikan oleh Zeki dan timnya—meski Zeki bukan pegawai DLH.
Rega mengaku pernah menerima tambahan insentif sekitar Rp10 juta pada Agustus–November 2024.
“Saya hanya mengikuti. Yang mengelola pembayaran itu Pak Zeki,” ujarnya.
Saksi lain, Ari Gunadi Wibisana, staf pengangkutan PT EPP, menyebut lokasi pembuangan terus berpindah karena beberapa kali terjadi penolakan warga.
BACA JUGA : Ratusan Truk Tertahan Akibat Ada Unjukrasa di Jalan Bojonegara-Pulo Ampel
Sampah sempat dibuang ke Sukasari, Rumpin, Calincing, Cibodas, hingga Jatiwaringin dan Bitung.
“Dari Cibodas pindah ke Sukasari berjalan dua minggu saja karena didemo kembali, terus di Calincing didemo lagi berjalan 3 minggu. Pindah lagi ke Jatiwaringin, Tangerang,” kata Ari.
Ia juga menyebut sekitar 3.000 ton sampah dibuang di lahan milik Haji Endi di Sukasari, namun tidak dikelola sesuai kontrak.
“Tidak ada pengelolaan. Hanya ditimbun tanah,” katanya.
BACA JUGA : Penegakan Hukum Truk Tambang Lemah
Untuk TPA Cipeucang, ia menyebut jumlah sampah mencapai 900 hingga 1.200 ton per hari.
Setelah ada penolakan warga, lokasi pembuangan terus berpindah, meski dirinya sempat mempertanyakan hal itu kepada Kepala Dinas LH Tangsel namun tidak mendapat jawaban.
“Iya benar waktu itu saya menanyakan hal tersebut,” ujarnya.
Staff keuangan PT EPP, Mulyanto Awab, menyatakan Zeki beberapa kali meminta dana pembayaran, dengan total mencapai Rp15,4 miliar.
BACA JUGA : Dorong Transformasi Pendidikan Indonesia, Bank BJB Jalin Kerja Sama dengan Kemendikbud
“Yang saya tahu, Zeki itu pelaksana lapangan dari DLH. Total uang yang diserahkan ke Zeki sekitar Rp15,4 miliar,” katanya.
Mulyanto mengaku tidak mengetahui detail alasan pembayaran tersebut, hanya bahwa permintaan itu dianggap sebagai kebutuhan lapangan.
Mahfudin, pemilik lahan pembuangan di Jatiwaringin dan Bitung, mengaku tidak mengetahui bahwa sampah yang dibuang ke lahannya berasal dari DLH Tangsel.
“Saya baru tahu setelah sebulan, itu pun dari rekan media,” katanya.
BACA JUGA : Pemprov Bantu Pembangunan Frontage Kaligandu-Unyur
Setelah mengetahui hal tersebut, Mahfudin meminta bayaran atas penggunaan dua lahannya seluas total 6 hektare.
Ia menerima Rp200 ribu per ton sampah, ditambah Rp300 ribu untuk biaya koordinasi, dengan total sekitar Rp1,3 miliar pada Agustus–November 2024.
“Tidak ada kerja sama tertulis (Pembayaran diterimanya dari Rega dan Zeki, tanpa adanya kontrak atau dokumen resmi-red),” tegasnya.
Usai mendengarkan keterangan saksi-saksi, sidang ditunda hingga pekan depan dengan agenda keterangan saksi lainnya. (darjat)








