SERANG, BANTEN RAYA- Tiga amplop berisi uang dengan total Rp36 juta disiapkan untuk tiga pegawai Kantor Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Lebak. Hal itu diungkapkan terdakwa Pahrudin selaku staf Pengadministrasian Umum, Koordinator Kelompok Substansi Pengukuran dan Pemetaan, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Negeri Serang, Kamis (19/5).
Dalam sidang kasus pungutan liar (pungli) sertifikat hak milik (SHM) di Kantor ATR BPN Lebak kedua terdakwa Fahrudin dan terdakwa Radianto selaku Kepala Subseksi Penetapan Hak Tanah dan Pemberdayaan Hak Tanah Masyarakat pada Kantor Pertanahan Kabupaten Lebak memberikan keterangan kepada majelis hakim.
Terdakwa Fahrudin mengaku dipaksa menerima titipan tiga buah amplop berisi uang oleh Ojat Sudrajat selaku pemohon yang diberikuasa oleh Lili pemilik tanah untuk mengurus SHM tanah seluas 17.330 meter persegi, di Desa Intenjaya, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak.
“Setalah diberikan (tiga amplop) saya tolak. Ada dua kali ditolak, karena takut hilang. Ojat beralibi mau ke luar kota, jadi uang saya terima untuk disalurkan,” kata terdakwa kepada Majelis Hakim yang diketuai Atep Sopandi disaksikan JPU Kejati Banten Subardi, Kamis (19/5).
Fahrudin menyebut tiga amplop berisi uang Rp36 juta itu akan diberikan ketiga pegawai BPN Lebak. Ketiganya yaitu Radianto, Ruki, dan Imam.
“Yang memutuskan langsung dari saudara Ojat itu Rp36 juta. Rp10 juta, Rp11 juta dan Rp15 juta disiapkan Ojat dititipkan ke saya ke si a, b dan c. Radianto Rp11 juta, Ruki Rp15 juta, Imam Rp10 juta. Diserahkan di dalam mobil Avanza kendaraan Ojat di parkiran,” jelasnya.
Selain titipan uang, Fahrudin mengungkapkan jika dirinya juga beberapa kali menerima imbalan dari Ojat, untuk uang operasional karena telah membantu proses pengurusan SHM. “Kalau transfer dari ojat saya akuin. Untuk operasional. Iya (tidak boleh) rinciannya ada Rp 1 juta, Rp 250 ribu, Rp500 ribu ada juga yang Rp5 juta,” ungkapnya.
Fahrudin menambahkan dirinya juga mendapatkan informasi jika pegawai BPN Lebak meminta jatah untuk setiap meter tanah yang akan diukur untuk pengurusan SHM.
“Istilah itu dari Masri (seribu di bawah, 2 ribu di atas) katanya sudah menghadap Pak Radianto kata Masri. Kurang tau karena tidak mendetail (soal kode seribu di bawah dan 2 ribu di atas),” tambahnya.
Fahrudin menegaskan, jika dirinya menyesali perbuatannya tersebut, dan mengakui apa yang dilakukannya salah. “Saya cukup menyesal, yang awalnya niat membantu malah jadi begini. Sangat sangat (menyesal),” tegasnya.
Hingga berita ini ditulis, sidang kasus dugaan pungli pengurusan SHM di BPN Lebak masih berlangsung. Sidang pekan depan akan diagendakan pembacaan tuntutan kedua terdakwa oleh JPU Kejati Banten. (darjat)