Banten Mulai Kekeringan, Warga Mulai Krisis Air

Bencana Kekeringan
ANTRE : Warga Gunung Batur 2, Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon, menggotong air bersih di galon setelah antre 24 jam lamanya,

SERANG, BANTEN RAYA- Kekeringan mulai melanda Provinsi Banten. Sejumlah masyarakat di Banten, seperti di Kota Cilegon, Kota Serang, Kabupaten Serang, Pandeglang dan Lebak, mulai mengalami krisis air akibat kemarau panjang. Mereka kesulitan mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.

Di Kota Cilegon, krisis air bersih dialami warga Lingkungan Gunung Batur 2, Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Pulomerak. Krisis air terjadi sekitar tiga pekan terakhir akibat kemarau.

Pantauan Banten Raya, ratusan galon air ukuran 15 liter berjejer di sebuah sumber mata air. Setiap galon diberi nama oleh pemiliknya. Ratusan galon yang berjejer dalam rangka antre air bersih untuk kebutuhan mandi, cuci, kakus dan kebutuhan minum. Galon air yang berjejer nantinya satu per satu akan mendapatkan giliran menerima tetesan air dari keran yang tersambung oleh toren air.

Bacaan Lainnya

Toren air berfungsi menampung air dari sumber mata air di sekitar lokasi, kemudian dialirkan ke keran agar pengisian galon bisa dilakukan secara terus menerus. Sementara, tenaga manusia hanya menggeser galon air saja tanpa harus mengambil air dari sumber mata air.

Ketua RT 02, RW 03, Lingkungan Gunung Batur 2, Kelurahan Mekarsari, Fadillah mengatakan, krisis air bersih sudah menjadi rutinitas saat musim kemarau. Tahun ini, krisis air bersih sudah terjadi sekitar 3 pekan terakhir terakhir. “Sudah setengah bulan seperti ini. Bulan kemarin masih ada hujan, ini belum (hujan), parah,” kata Fadillah, Senin (7/8/2023).

Fadillah menjelaskan, galon dibariskan untuk bergantian mendapatkan pengisian air bersih. Di Lingkungan Gunung Batur 2, belum ada aliran air bersih dari pemerintah. “Kalau di Gunung Batur 1 sudah ada air dari bawah (jaringan air bersih). Kalau sudah parah, mungkin nanti kita dorong dari Gunung Batur 1 ke Gunung Batur 2,” ucapnya.

Kata Fadillah, sumber mata air mulai mengering jika kemarau sudah panjang. Saat ini hampir sebulan tidak terjadi hujan. “Di sini ada 128 KK (Kepala Keluarga), ada sekitar 10 KK itu punya aliran air pakai selang dari atas gunung, dari sumber mata air. Tapi mayoritas ya antre di sumber mata air ini,” paparnya.

Fadillah menjelaskan, setiap KK tidak dijatah untuk antre air. Berapa pun galon diperbolehkan. “Normalnya kalau untuk mandi dan di dapur masak, sehari habis 10 galon,” ucapnya.

Ia menambahkan, dari sumber mata air ke pemukiman warga jaraknya sekitar 400 meter. “Ada yang dipikul, ada yang pakai motor, kalau ibu-ibu digendong,” tuturnya.

Fadillah menuturkan, di sekitar sumber mata air telah dibangunkan musola oleh Palang Merah Indonesia (PMI) Cilegon, sekitar 4 tahun lalu. “Itu dibangunkan PMI musola di situ, kadang orang nunggu air solat di situ, sama buat ngadem,” ucapnya.

Warga Lingkungan Gunung Batur 2, Januri mengatakan, Ia mengantre air sekitar sehari semalam. “Dari jam 4 sore kemarin, sekarang baru selesai antre,” katanya.

Januri menjelaskan, antre galon sesuai dengan yang datang terlebih dahulu. Galon dinamain oleh pemiliknya. Jika ada yang penuh, nanti digeser ke galon lainnya. “Sehari butuh 12 galon. Pakai motor, 3 kali bolak-balik,” kata Januri.

Ia menuturkan, kejadian krisis air hampir setiap tahun ketika musim kemarau tiba. Namun, dalam beberapa tahun terakhir memang kondisi airnya semakin sedikit. “Kata orang-orang dulu tidak kaya gini, dulu pohon jati masih banyak, sekarang pohon-pohon yang gede sudah banyak ditebang, jadi airnya berkurang,” tuturnya.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Cilegon Agus Ubaidillah mengaku belum mendapatkan informasi terkait krisis air di Gunung Batur, Kecamatan Pulomerak. “Saya belum dapat info, coba nanti kami cek dan kami rapatkan dulu di BPBD,” kata Agus yang baru menjabat Plt Pelaksana BPBD Cilegon pada 1 Agustus 2023.

Sementara itu, Camat Pulomerak Hoero Sanjaya mengatakan, di Gunung Batur 1 sudah ada penampunhan air bersih dari Pemkot Cilegon. Jika di Gunung Batur 2 membutuhkan air, biasanya dibuka dan disalurkan ke Gunung Batur 2. “Kalau Gunung Batur 2 belum meminta, ya belum dibuka. Itu berdasarkan perjanjian warga di sana,” kata Hoero.

Ia menjelaskan, terkait persediaan air bersih di Kawasan Pegunungan di Kecamatan Pulomerak, menjadi kewenangan Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Disperkim) Kota Cilegon dalam penyediaan jaringan air.

“Alhamdulillah selama berpuluh tahun di Cipala saat ini sudah ada air bersih berkat Bapak Walikota Cilegon (Helldy Agustian). Saat ini tersisa, 3 titik yang rawan kekeringan saat kemarau ada di Gunung Batur 2, Tembulun dan Ciporong,” katanya.

Di Kabupaten Lebak, warga Kampung Sentral, Desa Rangkasbitung, Kecamatan Rangkasbitung, Aditya mengungkapkan, akibat kekeringan mesin PDAM sering tidak mengeluarkan air.”Waduh bukan cuma di Lebak Selatan yang kekeringan, di Rangkasbitung juga air yang dihasilkan dari mesin PDAM suka tidak keluar,” katanya.

Aditya menjelaskan, akibat air PDAM tidak mengeluarkan air, ia sering membeli air galon untuk kebutuhan mandi, memasak, dan mencuci.”Udah dua Minggu suka enggak keluar airnya. Ya terpaksa mandi juga pakai air galon dapet beli,” ucapnya.

Akibat kekeringan dan krisis air bersih, masyarakat di Lebak rela berjalan kaki mulai dari 1 kilometer sampai 16 kilometer untuk mendapatkan air bersih.

Berdasarkan penelusuran Banten Raya, ada tiga kecamatan di Kabupaten Lebak yang mengalami krisis air bersih, yakni Kecamatan Cibeber, Kecamatan Sajira, dan Kecamatan Maja.

Namun berdasarkan data Badan Penanggulan Bencana Daerah (BPBD) Lebak, ada 7 desa tersebar di tiga kecamatan yang mengalami krisis air yakni, Kecamatan Sajira, Kecamatan Banjarsari, dan Kecamatan Warunggung.

Ketua Pemuda Kampung Curug, Desa Citorek Timur, Kecamatan Cibeber, Kandi mengungkapkan, masa kekeringan di Kecamatan Cibeber sudah berlangsung selama satu bulan, sehingga warga sekitar kesulitan air bersih dan ratusan haktare sawah mengalami kekeringan.

“Semua sumur milik warga kekeringan. Jadi misalkan ingin minum dan untuk masak warga harus berjalan sejauh 16 kilometer untuk mengambil air di sumber mata air. Terkadang juga kami harus rela keluar daerah demi mendapatkan air bersih,” kata dia kepada Banten Raya, Senin (7/8/2023).

Ia menjelaskan, ada empat Kampung yang mengalami kekeringan dan krisis air bersih antara lain, Kampung Cibengang, Kampung Cibilik, Kampung Guradog, dan Kampung Nagajaya.

“Kalau di Kampung sini ada segitu yang kekeringan, sumur pada kering terus kalau mau mandi dan melakukan aktivitas menggunakan air kami harus berjalan jauh ke hulu sungai,” tandas Kandi.

Warga Kampung Paja Margaluyu, Desa Paja, Kecamatan Sajira, Eva menuturkan, hampir setiap tahun saat musim kemarau di Kampung Paja Margaluyu, para warga harus mengambil air di sumur resapan yang dibuat secara swadaya oleh masyarakat.

“Kalau air sungai normal ya sumur resapan tersebut pastinya akan terendam, karena letak sumur berada tepat ditengah Sungai Cilutung. Tapi jika saat musim kemarau seperti ini, warga akan menggali lagi sumur resapan tersebut,” kata dia ditemui saat mengambil air, Senin (7/8/2023).

Ketua RT Kampung Salaraja, Desa Salaraja, Kecamatan Warunggunung, Hafid mengaku bahwa di Kampung Salaraja pun mengalami kekeringan dan krisis air bersih.

“Ya kami juga mengalami kekeringan dan krisis air bersih, bahkan 20 haktare sawah gagal panen, para petani kesulitan dari sektor beras, dan warga kesulitan air sehingga harus mengambil air di sumur swadaya,” singkatnya.

Kepala Pelaksana BPBD Lebak Febby Rizky Pratama membenarkan kekeringan hingga menyebabkan sulitnya warga memperoleh air bersih sudah terjadi di beberapa desa.

“Dari rakor bersama teman-teman relawan di 28 kecamatan, dilaporkan beberapa daerah sudah mengalami kekeringan baik di area persawahan dan krisis air bersih,” kata dia saat ditemui di kantornya.

Menurutnya, ada 16 kecamatan merupakan wilayah yang rawan mengalami kekeringan dan juga krisis air bersih. Namun 8 di antaranya sudah mendapat intervensi dari pemerintah melalui program Pamsimas dan lain-lain.

“Jadi ada 8 kecamatan lain yang menjadi titik fokus kami, dan saya sudah minta ke teman-teman relawan untuk mendata berapa desa yang mengajukan suplai air bersih,” beber Febby.

Febby mengatakan, ada 7 desa telah mengajukan permohonan bantuan air bersih kepada BPBD dikarenakan sumber air bersih di desa tersebut sudah tidak layak dikonsumsi.

“Seperti di Banjarsari, Warunggunung dan Sajira. Ini akan kita bantu, selain mengandalkan air baku PDAM dan sumber-sumber lainnya agar tidak ada lagi masyarakat yang membeli air,” paparnya.

Sementara itu, berdasarkan Pantauan Banten, kondisi air sungai Ciujung di Bendung Gerak Pamarayan Baru dalam sepekan terakhir mulai kritis. Saat ini kondisi air bendungan di Kecamatan Cikeual tersebut mengalami penurunan elevasi muka air dengan rata-rata penurunan 0,03 meter di atas permukaan laut (MDPL) per hari.

Pengawas Bendung Baru Pamarayan Andriyanto Sukamto mengatakan, saat ini kondisi air di Bendung Baru Pamarayan belum normal den terjadi devisit debit air. “Muka air normal di 13.00 MDPL, sekarang posisinya 12.77 dan sudah drop 23 sentimeter. “Bahkan semakin drop setiap harinya. Estimasi 1 sampai 2 sentimeter per hari,” ujarnya.

Ia menjelaskan, walaupun kondisi air mengalami devisit namun akan terus dialirkan sampai habis hanya jumlahnya yang kurang dan tidak sesuai dengan kebutuhan airnya untuk pertanian. “Kami akan terus optimalkan dengan kondisi el nino ini. Bendung Pamarayan mengaliri areal sawah dengan jumalah semntara ini kurang lebih 21.000 hektare,” katanya.

Sukamto menuturkan, jika tidak ada hujan sama sekali dalam waktu dekat ini di hulu sungai Ciujung diprediksi kurang lebih 20 hari lagi Bendung Pamarayan tidak bisa mengalirkan air ke irigasi wilayah timur yaitu di Kecamatan Tanara.

“Saat ini Tanara juga sudah kekurangan air irigasi dari Bendung Pamarayan karena jumah airnya yang kurang. Kita kirim karena devisit air sunganya,” tuturnya.

Namun untuk saluran air ke arah barat seperti ke Kecamatan Ciruas, Kramatwatu, dan Kota Cilegon diestimasikan cukup sampai 30 hari. “Jadi agak sedikit lama karena mercu atau bangunan ukur yang mengarah ke barat lebih rendah daripada mercu ke timur,” ungkapnya.

Diketahui, sejumlah wilayah di Kabupaten Serang seperti di Desa Tengkurak, Kecamatan Tirtayasa sudah mengalami kekeringan. Warga di sana sudah mulai kesulitan mendapatkan air bersih. “Memang biasanya kalau musim kemarau seperti ini susah mendapatkan air bersih karena sungai Ciujung airnya asin,” kata Kepala Desa Tengkurak Suryadi.

Ia menjelaskan, biasanya warga mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi dan mencuci dari sumur namun saat ini air sumur mulai berkurang. “Air sungai Ciujung kalau musim kemarau hitam dan enggak bisa dimanfaatkan. Kami berharap ada kiriman air bersih untuk warga kami,” katanya.

Hal yang sama juga terjadi di Desa Carenang, Kecamatan Carenang. Dalam beberapa hari terakhir warga di sana mulai kesulitan mendapatkan air bersih. “Iya sebagian sudah pada kekeringan. Air sumur bornya pada kering. Kalau untuk menum beli air isi ulang,” kata warga Carenang Agus Munawir Sajali.

Krisis air bersih juga dialami warga Lingkungan Ambon, Kelurahan Margaluyu, Kecamatan Kasemen, Kota Serang.

Warga Lingkungan Ambon kesulitan air bersih, lantaran musim kemarau, sehingga sumber air di sumur warga Ambon semakin berkurang. Imbasnya warga Lingkungan Ambon terpaksa harus meminta air di tetangga atau keluarga terdekatnya untuk memenuhi kebutuhan air bersih.

Salah seorang warga RT 10 RW 07, Lingkungan Ambon, Kelurahan Margaluyu, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Saptunah mengatakan, sudah hampir dua pekan ini air sumur di rumahnya semakin berkurang, seiring memasuki musim kemarau di wilayahnya.

“Kalau gak salah sudah hampir dua Minggu yang lalu airnya sudah berkurang. Ada mah ada cuman paling dapat seember sampai dua ember,” ujar Saptunah.

Saptunah menuturkan, untuk kebutuhan mandi, cuci, dan kakus (MCK), terpaksa Saptunah dan keluarganya meminta dan menumpang di keluarga terdekatnya.

“Kalau buat mandi dan nyuci numpang di rumah sodara yang sumurnya belum surut. Kalau buat masak dan minum mah sehari-hari beli air galon,” ucap dia.

Menurut Saptunah, tiap musim kemarau di lingkungannya langganan kesulitan air bersih. Warga terpaksa harus mencari sumber air bersih untuk kebutuhan sehari-harinya, seperti mandi, cuci, dan kakus (MCK). Saptunah menjelaskan, warga Lingkungan Ambon setiap hari harus membeli air galon atau isi ulang, karena air sumurnya berasa anta alias payau. Alhasil, untuk kebutuhan minum dan masak, seluruh warga Lingkungan Ambon membeli air galon atau isi ulang.

“Warga sini mah kalau buat masak dan minum harus beli air galon. Segalon Rp 4.000-Rp 5.000 bisa buat dua hari,” jelas Saptunah.

Saptunah berharap ada bantuan air bersih untuk warga Lingkungan Ambon, karena setiap musim kemarau panjang Lingkungan Ambon mengalami kekeringan air bersih.”Harapannya ada bantuan air bersih karena sekarang aja kita udah repot harus bawain air dan numpang di sodara,” katanya.

Keluhan kesulitan air bersih juga diungkapkan Marsiah (44) warga RT 20/07 Lingkungan Ambon, Kelurahan Margaluyu, Kecamatan Kasemen, Kota Serang.Kata Marsiah, sudah hampir lima bulan kesulitan untuk mendapatkan air bersih, karena air sumurnya terus berkurang.”Sejak abis puasa aja airnya keluarnya sedikit,” kata Marsiah.

Marsiah menuturkan, air sumur di rumahnya dimanfaatkan untuk kebutuhan mandi, cuci, kakus, dan masak, sedangkan untuk air minum beli air galon.”Air sumur buat mandi, nyuci dan masak. Kalau buat mandi ya gantian, soalnya airnya sedikit. Sehari cuman setengah kolam kecil. Kalau buat minum mah beli air galon Rp 5.000,” tutur dia.

Marsiah mengaku sejak air sumurnya berkurang, penggunaan air bersih benar-benar harus seefektif mungkin.”Bingung mau nyuci juga dari Sabtu sampai Minggu belum nyuci sampe sekarang,” ungkapnya.Tak hanya itu, Marsiah juga mengaku pengeluarannya semakin membengkak, karena air sumur sanyo hanya mengeluarkan sedikit air, sementara listriknya tetap mengalir.”Boros ke listrik. Biasa beli token Rp 55.000 bisa dua minggu, ini mah gak nyampe dua Minggu,” sebut Marsiah.

Marsiah berharap ada bantuan air bersih dari Pemkot Serang, karena air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.Marsiah juga berharap ke depan ada jaringan pipanisasi Perumdam Tirta Madani Kota, agar ketika musim kemarau warga Lingkungan Ambon tidak kesulitan air bersih.

“Sekarang kita butuh air bersih buat mandi, nyuci, kakus, dan masak. Terus ada masuk pam biar di saat kekeringan bisa pakai air pam. Itu yang penting mah,” tandasnya.

Lurah Margaluyu Otong Antono mengatakan, pihaknya akan mengkroscek terlebih dahulu jumlah yang terdampak kesulitan air bersih di Lingkungan Ambon.

“Saya kroscek dulu ke lokasi tanya-tanya ke pak RT ada beberapa warga yang mengalami kesulitan air bersih di kampung ambon ini ya utamanya di kelurahan Margaluyu ini wilayah yang dekat dengan pesisir pantai dan agak sulit juga mendapatkan sarana air bersih,” kata Otong Antono.

Otong Antono berharap Perumdam Tirta Madani Kota Serang agar bisa masuk pipanisasi untuk sarana air bersih ke lingkungan Ambon.

“Saya berharap Perumdam Kota Serang agar bisa masuk pipanisasi untuk sarana air bersih ke kampung-kampung. Untuk bantuan air mungkin saya secepatnya berkoordinasi dengan pihak kecamatan dan perumdam di Kota Serang,” katanya.

Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Kota Serang Diat Hermawan mengaku pihaknya siap bergerak mendistribusikan air bersih untuk warga Lingkungan Ambon.

Diat Hermawan pun mengaku telah menginstruksikan tim reaksi cepat (TRC) untuk mendata jumlah kepala keluarga (KK) di Lingkungan Ambon.”Kita siap bergerak mendistribusikan air bersih. Berdasarkan informasi sementara dari TRC ada 300 KK di RW 07. Sebagian petugas sedang loading air buat didistribusikan,” katanya.

Diat Hermawan menyebut ada 12 kelurahan masuk dalam kawasan rawan bencana kekeringan.Salah satu faktor 12 kelurahan itu rawan bencana kekeringan, lantaran tidak memiliki sumber air bersih permanen.Alhasil hampir setiap tahun 12 kelurahan tersebut rawan bencana kekeringan air bersih. (gillang/sahrul/tanjung/harir)

Pos terkait