Bos Apotek Gama Lolos Pidana Penjara

Bos Apotek Gama Lolos Pidana Penjara
PERSIDANGAN: Lucky Mulyawan bersama Popy Herlinda Ayu Utami saat menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Serang, Senin (29 Desember 2025).

BANTENRAYA.CO.ID – Pemilik Apotek Gama 1 Kota Cilegon Lucky Mulyawan, dan penanggung jawab Apotek Gama 1 Kota Cilegon Popy Herlinda Ayu Utami, lolos dari tuntutan pidana oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Pengadilan Negeri (PN) Serang, Senin (29 Desember 2025).

Meski dinyatakan bersalah, keduanya hanya dikenakan pidana denda.

JPU Kejati Banten Hendra Melyana dan JPU Kejari Cilegon Rizky Khairullah menyatakan jika Lucky bersama Popy terbukti bersalah sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 435 Undang-undang RI nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Bacaan Lainnya

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Lucky Mulyawan dengan pidana denda sebesar Rp1,8 miliar, subsider 6 bulan kurungan,” katanya kepada Majelis Hakim yang diketuai Hasanuddin, disaksikan kedua terdakwa.

BACA JUGA : Indosat Tambah 454 BTS, Optimalkan Layanan Periode Nataru di Jakarta dan Banten

Hendra menerangkan, sedangkan terdakwa Popy Herlinda Ayu Utami, dituntut membayar denda senilai Rp312 juta subsider 2 bulan penjara.

“Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam memberantas peredaran serta penyalahgunaan obat keras tanpa izin edar, serta tidak memenuhi standar, atau persyaratan keamanan, kemanfaatan dan mutu.

Yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum,” jelasnya.

Diketahui dalam dakwaan, Lucky Mulyawan Martono, pemilik sekaligus penanggung jawab Apotek Gama 1 di Kota Cilegon, didakwa atas dugaan peredaran obat ilegal dan penjualan obat keras tanpa resep dokter.

BACA JUGA : Car Free Day Terakhir di Kota Serang Tahun 2025

Perkara ini berawal dari hasil pengawasan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Serang pada tahun 2019.

Saat itu, BPOM memperoleh informasi bahwa Apotek Gama 1 memperjualbelikan obat stelan atau obat keras yang dijual tanpa kemasan dan keterangan resmi.

Menindaklanjuti informasi tersebut, BPOM mengeluarkan Surat Perintah Tugas pada 12 Februari 2019 untuk melakukan pemeriksaan.

Dari hasil pemeriksaan, ditemukan sejumlah pelanggaran, di antaranya penyimpanan obat di gudang lantai 3 yang tidak memiliki izin, penyaluran obat keras tanpa resep dokter, serta peredaran obat racikan, obat tradisional, dan kosmetik yang tidak memiliki izin edar.

BACA JUGA : Workshop Literasi Digital GenSi, Cara Indosat Geber Pemberdayaan UMKM

Atas temuan tersebut, BPOM memberikan Surat Peringatan kepada Apotek Gama 1 pada 6 Maret 2019. Namun, pelanggaran tersebut kembali terulang.

Pada Januari 2024, BPOM kembali menerima informasi adanya penjualan obat stelan tanpa label di apotek yang sama.

Untuk memastikan kebenaran informasi itu, petugas BPOM menyamar sebagai konsumen. Dalam penyamaran tersebut, karyawan apotek awalnya menawarkan obat bermerek Cataflam dengan harga Rp75 ribu.

Setelah petugas meminta obat yang lebih murah, karyawan kemudian menjual satu paket obat seharga Rp25 ribu yang berisi 15 butir obat berupa kapsul hijau-kuning, tablet putih, dan tablet warna pink.

BACA JUGA : ASDA II Pemkot Serang Resmikan Pintu Perlintasan KA KALISKA KSB Demi Menjaga Keselamatan

Obat tersebut tidak dilengkapi label yang memuat nama obat, aturan pakai, maupun tanggal kedaluwarsa. Selanjutnya, pada 19 September 2024, BPOM kembali melakukan inspeksi mendadak di Apotek Gama 1.

Pemeriksaan yang disaksikan pihak apotek itu menemukan adanya ruang penyimpanan persediaan farmasi serta ruang penyimpanan cangkang kapsul di lantai 3 yang tidak memiliki izin resmi.

Terdakwa Lucky Mulyawan Martono bersama terdakwa lainnya, Poppy selaku apoteker, terbukti menjual obat keras tanpa resep dokter dan melakukan pelanggaran peredaran obat.

Usai pembacaan tuntutan, sidang selanjutnya ditunda hingga pekan depan dengan agenda pembelaan atau pledoi dari kedua terdakwa. (darjat)

Pos terkait