Kembang Kempis Melawan Digitalisasi

Kembang Kempis Melawan Digitalisasi
MENANTI PENUMPANG: Pengayuh becak Hasanudin (kaos hijau) duduk di atas becaknya sambil menunggu penumpang di pangkalan becak Lingkungan Penancangan, Kota Serang, Kamis (17 Oktober 2024).

BANTENRAYA.CO.ID – Pengayuh becak di Kota Serang di era teknologi digital saat ini mulai tergusur.

Sulit rasanya untuk bersaing di era sekarang, mengingat banyaknya moda transportasi umum seperti angkot, ojek online, dan taksi online.

Belum lagi sekarang warga sudah banyak memiliki kendaraan pribadi, sehingga keberadaan pengayuh becak semakin kurang diminati.

Bacaan Lainnya

Imbas banyaknya persaingan itu, keberadaan becak di era digital saat ini semakin berkurang.

Dewa 19 Nyanyi Bareng Andra Sony-Dimyati di Stadion Maulana Yusuf Kota Serang

Seorang pengayuh becak di Kota Serang, Hasanudin alias Gepeng mengatakan, lebih dari setengah abad menjadi profesi tukang becak.

“Sejak usia 17 tahun sekitar tahun 70-an,” ujar Hasanudin, ditemui Banten Raya di pangkalan becak Lingkungan Penancangan, Kota Serang, Kamis (17 Oktober 24).

Ia menuturkan, alasan masih bertahan hingga kini menjadi tukang becak, lantaran tidak memiliki kemampuan lain.

“Masalahnya kalau kerja lainnya kan nggak bisa, Pak,” ucapnya polos.

Hasanudin mengaku tidak mempunyai penghasilan lain, selain mengayuh becak.

Jalan Raya Pandeglang-Kota Serang Rawan Laka

“Gak punya penghasilan lain. Nggak ada selain ngebecak,” ungkapnya dengan mimik melas.

Meski hanya mengandalkan dari mengayuh becak, ia bersyukur selalu diberikan kecukupan nikmat dari Allah SWT setiap saat. “Sehari-hari begini aja. Becak aja,” katanya.

Ia menjelaskan, alasan lain menjadi profesi tukang becak, karena himpitan ekonomi setelah kepergian ayahnya.

Hasanudin menjadi tulang punggung untuk membantu biaya kebutuhan keluarganya sehari-hari.

Peringati 4 Tahun Berpulangnya Owner, The Acacia Hotel Anyer Berbagi Kasih ke Warga Sekitar

“Dulu bapak saya udah enggak ada. Saya ditinggal (meninggal) waktu masih kecil. Jadi saya itu tulang punggung.

Saudara ada dua. Anak pertama laki-laki. Cuma saya doang sendiri,” jelas bapak berusia 69 tahun ini.

Hasanudin mengungkapkan, saat itu penumpang becak masih banyak dibutuhkan, karena kondisi Kota Serang yang masih sepi dan belum banyak moda transportasi umum.

“Lihat penumpang becak itu banyak. Jadi saya tergiur becak dulu itu banyak dibutuhin,” katanya.

Sampah Kembali Numpuk Diujung Jembatan Ciujung Kragilan Kabupaten Serang

Kendati hanya berprofesi sebagai seorang tukang becak, Hasanudin dikaruniai empat orang anak hasil pernikahan dengan wanita pujaannya.

“Punya anak empat. Keempat anak saya, Sumarni, Narni, Santani, Samani. Yang dua sudah berkeluarga. Yang dua belum,” tutur dia.

Meski hanya seorang tukang becak, Hasanudin mampu menyekolahkan keempat anaknya hingga sekolah menengah atas.

“Alhamdulillah anak saya semua sekolah sampai SMA. Sudah lulus STM PGRI 1. Satunya di Hasanudin.

Atasi Pengangguran, Airin-Ade Siapkan Program Muda Berdaya hingga Gen Banten

Yang kedua SMEA Pasundan. Kalau anak pertama 31 tahun, kedua 29 tahun, ketiga 27 tahun, keempat 24 tahun,” katanya.

Hasanudin ingin seperti orangtua lainnya yang anak-anaknya sekolah hingga perguruan tinggi,

namun apalah daya keterbatasan ekonomi yang hanya mengandalkan mengayuh becak hanya cukup untuk kebutuhan dasar sehari-hari. “Nggak ada modal,” tutur Hasanudin.

Ia mengaku anak-anaknya sempat malu melihat profesi ayahnya sebagai tukang becak.

Gambar di Bak Truk Bisa Dijadikan Media Seni Memorable

“Kalau malu ya malu. Cuma ya bapaknya bisanya ngebecak ya udah nggak malu.

Ketimbang ditutup-tutupi mending jelas aja. Memang anak sering ditanyain.

Bapak profesinya apa, tukang becak. Gurunya sudah tahu,” katanya.

Menurut Hasanudin, saat berdinas sering kepergok dengan anak-anaknya di jalan.

Kemendag Sita Karpet Impor Rp10 Miliar di Jatiuwung

Hanya saja kata dia, anak-anaknya tak pernah menyampaikan isi hatinya soal malu ayahnya tukang becak.

“Sering. Kayaknya malu. Bilang malu enggak. Tapi ada yang pernah nanyain bapak kamu ngebecak,” terang Hasanudin.

Sebelumnya, Hasanudin mengaku sempat menjadi pedagang laksa atau kupat tahu keliling,

namun lantaran profesi tukang becak saat itu jadi primadona karena belum ada pesaing seperti angkot, taksi, sekali pun ada ojek masih sangat terbatas.

Airin Siapkan Program Beasiswa Santri dan Pemberdayaan Pesantren

Kondisi kala itu membuat para tukang becak banyak diburu, sehingga pendapatannya pun cukup menjanjikan, ia pun akhirnya beralih menjadi seorang pengayuh becak.

“Dulunya sempat jualan kupat tahu keliling. Tapi karena dulu ngebecak itu kan agak lumayan.

Kalau dulu walaupun ongkosnya kecil, tapi uangnya rada cukup, karena segala-gala masih murah,” tutur dia.

Hasanudin menyebutkan, penghasilan per hari ngebecak tahun 1970-an sekitar Rp350 hingga Rp500.

Tuyul yang Meresahkan di Kebon Dalam Disebut Punya Target Rp1 M

“Paling dapat itu dulu 350 perak paling gede itu. Jarang dapat Rp 1.000,” katanya.

Dengan pendapatan per hari Rp 350 hingga Rp 500, ia mengaku cukup untuk menghidupi keluarganya selama dua hari.

“Dulu beras masih 60 perak. Dulu itu dapat Rp500, walau pun ikan Bandeng juga kebeli, dan bisa buat biaya hidup dua hari lebih,” beber Hasanudin.

Ia menceritakan saat awal menjalani profesi tukang becak di tahun 1970-an kondisi Kota Serang masih lengang, tidak hiruk pikuk seperti saat ini.

ASN Diberi Literasi Keamanan Digital

“Masih sepi. Lampu (PJU) gini-gini juga belum ada. Ada juga di Alun-alun doang di pendopo. Jalan raya belum ada (lampu), cuma ada lampu biasa.

Setiap Prapatan cuma ada lampu satu. Belum ada lampu jalan,” ungkap Hasanudin.

Hasanudin mengungkapkan, lokasi mangkal para tukang becak kala itu di Komplek KPKN, Bunderan, Ciceri, Kelurahan Sumur Pecung, Kecamatan Serang.

“Dulu di KBN (sekarang KPKN), karena pertama ada komplek di Serang itu ya di KBN. Sekarang pindah sini (Penancangan rel kereta api), karena ada kantor dinas, dan sekolah-sekolah,” ungkap dia.

Komedian Nurul Qomar Terancam Gugur di Pilkada 2024

Wilayah Serang sudah biasa dilewati oleh Hasanudin saat mengayuh becaknya untuk mengantar para penumpangnya hingga sampai tujuan.

“Kalau dulu kayaknya Kota Serang kayak ke jalanan semua. Dulu nggak ada mobil angkot.

Paling juga ada ojek motor Astra, Binter, cuma belum banyak. Kebanyakannya becak.

Sekarang sudah banyak online, grab, jadi penumpang enggak ada. Anak sekolah aja sekarang nggak ada yang naik becak. Bawa motor, bawa mobil,” terang Hasanudin.

Palang Pintu Perlintasan Kereta Api KSB Kota Serang Tak Menutup

Ia mengaku setiap hari becaknya beroperasi mengantar penumpangnya mulai dari Komplek KPKN hingga menuju pusat Serang.

“Kalau di Royal itu pokoknya sampai KBN (KPKN) ke sana muter ke kota setiap hari keputeran. Anak sekolah itu cepat naik becak.

Alun-alun, di Kaloran dulu ST, Ciceri di SMEA. Dulu SMEA adanya di pendopo belakang kabupaten. Sekarang pindah ke Ciceri,” tutur Hasanudin.

Setiap hari, Hasanudin harus mengayuh becaknya hingga berkilo-kilometer untuk menuju lokasi pangkalan di Komplek KPKN,

Atut Hadiri Pelantikan Anaknya di DPRD Banten

Ciceri dari kediamannya di Lingkungan Penancangan Pasir. “Rumah di Penancangan Pasir ke KBN sekitar tiga kilometer.

Kalau sekarang dari pangkalan Penancangan ke rumah dua kilometer,” tutur dia.

Dari kediamannya di Lingkungan Penancangan Pasir, ia berangkat sedari sore hari dan pulang hingga pagi hari.

“Dulu nariknya malam sampai pagi. Dulu abis ke KBN kalau malam setengah 4 pindah ke Ciceri nongkrongnya. Keluar jam 5 sore sampai jam 6 pagi,” katanya.

Kejari Musnahkan Barang Sitaan dari 35 Perkara

Ia mengaku tidak pernah membawa bekal nasi dari rumah saat sedang pangkalan becak.

“Nggak. Makan di kota aja kalau dapat uang. Makan sering di jembatan Kaujon,” akunya.

Hasanudin juga mengaku saat ini untuk beralih profesi rasanya tidak mungkin, selain faktor usia juga faktor pendidikan.

“Sekarang sulit mau kerja apa. Dulu nggak sekolah. Pas ada inpres saya sudah umur 14 atau 15 tahun. Jadi nggak sekolah,” kata Hasanudin.

Akses Masuk Wisata Panembahan Makam Maulana Yusuf Sultan Banten Rusak

Ia mengaku saat menunggu penumpang pernah mendapat rezeki bantuan dari orang lain. Bantuan itu kadang berupa makanan atau sembako.

“Kalau dulu nggak ada. Kalau sekarang Alhamdulillah. Cuma nggak banyak. Ada sedikit. Nggak sebanding,” akunya.

Hasanudin mengungkapkan, pendapatan ngebecak di era sekarang dengan dulu sangat berbeda.

Terlebih sudah banyak pesaing seperti angkot, ojek online, dan taksi online.

Cegah Stunting, Warga Ciodeng Terima PMT

Belum lagi sudah banyak warga memiliki kendaraan pribadi. Alhasil pendapatan Hasanudin semakin sulit untuk memperoleh banyak uang.

“Dari rumah jam 7 sampai sekarang belum dapat. Sampai sore kadang-kadang nggak dapat. Paling dapat dua kali jalan, sore mentok pulang.

Dua kali jalan paling Rp 20 ribu. Kalau yang 10 ribu, kadang-kadang ditawar Rp 7 ribu. Dari sini (Penancangan) ke kantor dinas pendidikan,” ungkap Hasanudin.

Ia mengakui rezeki sudah diatur oleh Allah SWT. Jika tarikan lagi lumanyan paling banter membawa pulang Rp 50 ribu.

Mad Romli-Irvansyah Resmi Berduet

“Emang rezeki sudah diatur ya paling minim Rp50 ribu. Kalau dipikir-pikir uang Rp50 ribu nggak cukup. Sekarang beras mahal belum yang lain,” katanya.

Hasanudin mengakui kebutuhan saat ini semakin terus membengkak, menyusul kedua anaknya semakin dewasa.

Beruntung, ia memiliki istri yang soleha, yang rela membantu Hasanudin dengan menjadi asisten rumah tangga.

Istri Hasanudin menjalani profesi rumah tangga sejak membina rumah tangga. Dari penghasilan sebulan Rp 300 per bulan, hingga kini Rp 1 juta per bulan.

Padi di Kasemen Gagal Panen

“Istri saya bantu kerja di rumah tangga orang. Dulu juga sama saya, istri nggak nganggur.

Jadi pembantu orang komplek. Jadi saya buat makan dia untuk modal sekolah.

Dari dulu sampai sekarang masih jadi asisten rumah tangga. Kalau ngomong cukup nggak cukup ya dicukupin.

untuk nggak cukup semua juga nggak cukup,” ujar Hasanudin penuh bijak.

Partai Gerindra Siap Tempur

Selama menjadi tukang becak, ia mengaku belum pernah mendapat bantuan dari pemerintah.

Hasanudin pun berharap pemerintah memperhatikan nasib pengayuh becak yang kian hari kian tergesur dengan moda transportasi umum.

“Belum pernah. Pemerintahnya aja nggak ngedata tukang becak. Nggak memperhatikan. Jadi kan bingung.

Harusnya diperhatikan. Tukang becak penghasilannya berapa, kasih modal. Sampai sekarang nggak ada. Apa yang buat modal dari pemerintah nggak ada,” akunya.

Penjual Bendera Musiman Raup Cuan 3 Juta Perhari

Jika ada bantuan permodalan, Hasanudin berencana membuka usaha dagang mengingat fisiknya yang tiap tahun mulai uzur.

“Kalau ada modal pengen jualan bubur, apa aja. Yang penting ada modalnya dulu,” beber Hasanudin.

Ia pun berharap kelak keempat anaknya dapat menjadi orang yang sukses dalam meniti karirnya, sehingga tidak sulit mencari pekerjaan seperti dirinya.

“Sedihnya itu dulu nggak disekolahin sama orangtua. Jadi nyari kerja itu susah. Nggak bisa ke sana ke sini.

1.388 Anak Yatim Dapat Santunan, Helldy Ingin Ada Lebaran Yatim di Kota Cilegon

Makanya anak jangan sampai kaya bapak. Kalau sedih bisa dibilang sedih benaran. Sekarang penghasilannya kurang becak itu

Kalau dulu walaupun dapat uangnya rada lumayan. Sekarang dapat 50 ribu nggak ada apa-apanya.

Jadi kalau setiap hari dipikir-pikir mah sedih,” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca. (harir)

Pos terkait