Pengamat Politik Sebut Sistem Pemilu 2024 Terbuka, Pertimbangan Hukum yang Tepat dan Konstitusional

IMG 20230215 WA0027
Pengamat Politik, Dosen Fakultas Hukum dan Sosial Universitas Mathla’ul Anwar Banten, Eko Supriatno.

BANTENRAYA.CO.ID – Mahkamah Konstitusi atau MK telah memutus gugatan Pemilu tahun 2024 dengan sistem proporsional terbuka dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dalam putusannya, MK menolak permohonan gugatan terkait sistem Pemilu, dan Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.

Dengan adanya putusan uji materi tersebut, maka pada Pemilu 2024, para pemilik suara bisa secara langsung memilih Calon Legislatif (Caleg) yang diinginkan agar bisa menjabat sebagai anggota dewan.

Bacaan Lainnya

BACA JUGA : Pemilu 2024, PKS Pandeglang Sambut Baik Keputusan Mahkamah Konstitusi, Begini Tanggapannya

Pengamat Politik, Dosen Fakultas Hukum dan Sosial Universitas Mathla’ul Anwar Banten, Eko Supriatno menilai, putusan MK mengenai sistem Pemilu proporsional terbuka adalah sistem pemilu yang menempatkan partai politik dapat mengajukan calon anggota legislatif dari daftar calon yang tidak dibatasi.

“Alhamdulillah, MK sudah melakukan analisis terhadap gugatan yang diterima dan membuat keputusan berdasarkan pertimbangan hukum yang tepat dan konstitusional,” kata Eko, Jumat 16 Juni 2023.

Pandangan penulis, putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak permohonan perkara gugatan Undang-Undang Pemilu sehingga sistem pemilu proporsional terbuka tetap berlaku merupakan keputusan yang tepat.

BACA JUGA : Demokrat Pandeglang Matangkan Strategi Pileg 2024, Targetkan 10 Kursi

“Proporsional terbuka membuat rakyat punya otoritas memilih sendiri wakilnya dan sistem proporsional terbuka adalah kemajuan esensial dalam demokrasi Indonesia. Sebab, sistem proporsional tertutup dinilai menjauhkan dan mengasingkan rakyat dari proses politik,” ujarnya.

Menurutnya, MK punya alasan hukum yang bagus, sebenarnya ketika memutuskan menolak itu karena mengubah sistem di tengah jalan, di tengah tahapan pemilu itu tidak mungkin. Kecuali mengubah sistem, tetapi diterapkan bukan pada 2024 ini, melainkan 2029. Tapi, putusannya tetap terbuka dan itu sudah tepat.

“Ketika ada kekurangan dari sistem yang dipakai, upaya yang dilakukan bukanlah dengan mengganti sistem, namun dengan memperbaiki apa yang menjadi permasalahannya. Seyogyanya, dalam pemilu 2024 nanti masyarakat pemilih belajar untuk tidak lagi taqlid buta dalam pemilu,” katanya.

BACA JUGA : PKB Matangkan Strategi Raih Suara Masyarakat, Pasang Tokoh di Pileg 2024

Dikatakannya, Pemilihan umum dengan sistem proporsional terbuka memberikan hak penuh kepada rakyat dalam memilih wakilnya di parlemen.

“Sistem pemilu proporsional terbuka pemilih dapat memilih calon anggota legislatif yang diusulkan oleh partai politik yang diinginkan, bukan hanya calon yang ditentukan oleh partai,” ujarnya.

Menurutnya, sistem Pemilu proposional terbuka mengharuskan pemilih untuk memilih nama atau nomor kandidat yang tersedia di surat suara. Mekanisme ini meminta partai politik untuk menyediakan daftar kandidat wakil rakyat untuk dimasukkan ke dalam surat suara dan kandidat yang meraih suara terbanyak terpilih sebagai wakil rakyat.

“Adapun kelebihan dari pemilu dengan sistem proporsional terbuka, yakni pertama, memungkinkan pemilih untuk memilih calon yang diusulkan oleh partai politik yang diinginkan sehingga pemilih dapat menentukan siapa yang akan mewakili mereka di legislatif. Kedua, memberikan kesempatan yang sama kepada semua calon legislatif tanpa terikat pada posisi tertentu dalam partai politik,” ujarnya.

BACA JUGA : Pilgub Banten 2024, Hasil Survei Elektabilitas dan Popularitas Bupati Irna Kalahkan Airin dan Iti, Benarkah?

Pada sisi lain, kata Eko, sistem terbuka memberikan kesempatan yang lebih besar bagi calon independen. Selanjutnya, tanpa dukungan yang kuat dari suatu partai bisa membuat persaingan antar-calon menjadi lebih sengit karena tidak ada batasan dalam jumlah calon.

“Ketiga, adanya kedekatan antara pemilih dengan kandidat, kemudian pemilih bisa memberikan suaranya secara langsung kepada kandidat yang disenangi sesuai dengan preferensinya,” ujarnya.

Dikatakannya, adapun kekurangan dari proporsional terbuka ialah mereduksi peran partai politik, terciptanya kontestasi antarkandidat di internal partai, dan membuka ruang politik uang. Adapun sistem pemilu proposional tertutup menginstruksikan pemilih untuk memilih tanda gambar atau lambang partai yang tertera dalam surat suara karena tidak tersedia list kandidat wakil disurat suara.

“Akan tetapi, partai politik tetap menyediakan daftar nama kandidat wakil rakyat yang diurutkan berdasarkan nomor terkecil hingga terbesar (1, 2, 3, 4, 5, dan 6) dengan aturan main nomor urut pertama berhak meraih kursi pertama di lembaga perwakilan,” jelasnya. ***

Pos terkait