SERANG, BANTEN RAYA- Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Banten mendakwa lima terdakwa kasus proyek fiktif pengadaan software di PT Indopelita Aircraft Service atau anak perusahan PT Pertamina, telah merugikan negara sebesar Rp8,1 miliar. Hal itu disampaikan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Negeri Serang, Rabu (3/8/2022).
Kelimanya yaitu Mantan Presiden Director PT IAS, Sabar Sundarelawan, Bussines Development & Corporate Planning Vice Preaiden PT IAS Imam Fauzi, Pjs Senior Manager Operationa & Manufacturing PT Kilang Pertamina Internasional unit VI Balongan, Dedi Susanto.
Kemudian Direktur Utama PT Aruna Karya Teknologi Nusantara (AKTN), Andrian Cahyanto dan Finance & Business Director PT IAS, Singgih Yudianto.
JPU Kejati Banten Subardi mengatakan, kelima terdakwa secara bersama-sama dan turut serta dalam penunjukan, penerbitan dan pembayaran uang muka pekerjaan fiktif dan menyalahi mekanisme, prosedur dan ketentuan, dalam pekerjaan pengadaan software di PT IAS tahun 2021.
“Sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 8.191.559.534 sebagaimana laporan tim internal audit PT Pertamina,” kata JPU kepada ketua Majelis Hakim Slamet Widodo, di Pengadilan Tipikor Negeri Serang, Serang, Rabu (3/8/2022).
Subardi menjelaskan, kelima SPK yaitu pekerjaan aset integrity manajemen sistem (AIMS) di Pertamina RU VI Balongan kepada PT Everest Technology, SPK pembelian dan jasa 3 D pack for emergency safety response simulation dan engineering integrity di Pertamina RU VI Balongan kepada PT Everest Technology.
SPK pekerjaan 3D laser scanning di Pertamina RU VI Balongan kepada PT Aruna Karya Teknologi Nusantara (AKTN), SPK assessment maintenance excellent dan digital transformation di Pertamina RU VI Balongan kepada PT AKTN serta SPK pekerjaan smart P&ID dan isometric serta loading data SDx di Pertamina RU VI Balongan kepada PT AKTN.
“Penerbitan dan penandatanganan ke-5 SPK tersebut, semata-mata hanya untuk memenuhi permintaan percepatan realisasi project digitalisasi kilang di Kilang Pertamina RU VI Balongan, oleh karena ke-5 SPK tersebut terbit, dan ditandatangani tanpa melalui tahapan pengadaan barang dan jasa,” jelasnya.
Subardi mengungkapkan, atas kelima SPK itu terdakwa Sabar Sundarelawan mendapatkan Rp 500 juta, Singgih Yudianto Rp 500 juta, Dedi Susanto Rp 3,4 miliar, Imam Fauzi Rp 120 juta dan Andrian Cahyanto Rp 1,9 miliar serta saksi Ratna Sari selaku Komisaris PT AKTN Rp 1,6 miliar.
“Secara sendiri atau bersama-sama, secara langsung maupun tidak langsung mempunyai pertentangan kepentingan atau conflict of interest telah menggunakan kekuasaan, dalam jabatanya mempengaruhi jalannya proses keputusan pengadaan,” ungkapnya.
Subardi menambahkan terdakwa Sabar bersama Singgih, Imam dan Dedi dari PT IAS telah mengarahkan, menyetujui, dan memerintahkan pembayaran 2 pekerjaan pada PT AKTN. Padahal, lanjut Subardi, pekerjaan proyek digitalisasi kilang di Kilang Pertamina RU VI Balongan belum ada kontrak induk dan tidak pernah dikerjakan atau fiktif.
“Pembayaran uang muka pekerjaan dari PT IAS kepada PT AKTN terhasap SPK 204 dan SPK 205 yang merupakan pekerjaan fiktif,” tambahnya.
Atas dasar itu, kelimanya didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 11 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Usai pembacaan dakwaan dua terdakwa yaitu Pjs Senior Manager Operationa & Manufacturing PT Kilang Pertamina Internasional unit VI Balongan, Dedi Susanto, dan Bussines Development & Corporate Planning Vice Preaiden PT IAS Imam Fauzi mengajukan eksepsi.
Sidang selanjutnya ditunda dengan agenda eksepsi kedua terdakwa. Sedangkan tiga terdakwa lainnya menunggu sidang eksepsi selesai digelar. (darjat)