Survei Preferensi Literasi Remaja Provinsi Banten, Baca Buku 1 Jam, Buka TikTok 8 Jam

Literasi Survei
ilustrasi

SERANG, BANTEN RAYA – Banten Raya menggelar survei preferensi literasi remaja di Provinsi Banten 1-10 November 2022 dengan membagikan angket secara online untuk mengetahui bagaimana kebiasaan membaca remaja saat ini.

Total responden ada 5.000 orang di rentang pelajar SMA – mahasiswa usia 13-23 tahun dengan metode acak di mana 70 persen responden berusia 15-18 tahun.

Dalam hasil survei terungkap bahwa remaja berusia SMA hampir seluruhnya memiliki ponsel atau smartphone. Bahkan sebagian ada yang memiliki gadget lebih dari satu.

Bacaan Lainnya

Dari kepemilikan ponsel tersebut, hanya 16 persen remaja yang mengakses ponsel 1-3 jam sehari. Sisanya, lebih dari 6 jam bahkan 10 persen remaja mengakses ponsel lebih dari 12 jam sehari.

Sebanyak 70 persen remaja mengakses film dan video, hanya 1 persen yang mengakses ebook, dan 2 persen yang tertarik untuk membaca artikel dengan tema beragam.

Seluruh responden rutin mengakses media sosial meliputi Facebook, Instagram, TikTok, dan Twitter.

Facebook dan Twitter merupakan media sosial yang paling sebentar diakses oleh responden. Sebanyak 95,8 persen remaja mengakses Facebook kurang dari 3 jam sehari, dan 89,4 persen remaja mengakses Twitter 0-3 jam sehari.

Sementara TikTok merupakan media sosial yang paling lama dan paling sering diakses oleh para responden. Sebanyak 56,7 persen responden mengakses TikTok lebih dari 6 jam dalam satu hari, bahkan ada 5,4 persen yang mengakses TikTok 10 jam sehari, dan 5 persen responden mengakses lebih dari 12 jam sehari.

Para remaja juga rutin mengakses Instagram. Sebanyak 65,8 persen mengakses 1-3 jam, 25,8 persen 4-6 jam, 5 persen 7-9 jam, dan 3,2 persen lebih dari 10 jam.

Dari aktivitas keseharian mengakses internet dan media sosial, sebanyak 69,4 persen remaja hanya memiliki maksimal 20 buku di rumah termasuk buku pelajaran. Sisanya 30,6 persen memiliki lebih dari 20 buku termasuk buku pelajaran untuk keperluan sekolah.

Dengan kepemilikan buku tersebut, hanya 5 persen pelajar yang membaca buku di atas 4 jam setiap harinya, 5 persen antara 3-4 jam. Sedangkan sisanya membaca buku maksimal 2 jam. Bahkan ada 37,9 persen remaja yang membaca buku kurang dari 1 jam dalam satu hari.

Dari buku yang dibaca tersebut, jenis buku yang dibaca terbanyak meliputi buku pelajaran, buku novel, komik, dan biografi. Sisanya menyebar meliputi buku kesehatan, filsafat, dan lain sebagainya.

Redaktur Pendidikan dan Budaya Banten Raya Satibi mengatakan, survei yang dilakukan tidak mencerminkan secara persis budaya membaca pelajar di Provinsi Banten. Akan tetapi survei ini memberikan gambaran bagaimana kebiasaan para pelajar membandingkan budaya menggunakan gadget, dan minat baca para pelajar.

Menanggapi hal ini, Duta Baca Indonesia Gol A Gong mengatakan, hasil survei yang dilakukan Banten Raya itu masih terbilang positif. Dia tidak khawatir dengan minat baca remaja yang saat ini disebut dengan Gen Z.

“Saya nggak khawatir,” ujar Gol A Gong, Minggu (13/11).

Gol A Gong mengatakan, dalam soal membaca, saat ini mengalami kenaikan dari yang semula hanya 57 persen menjadi 97 persen. Membaca yang dimaksud tidak hanya membaca buku secara fisik, melainkan juga buku digital, dan jumlah buku yang dibaca. Dalam sebuah penelitian di luar negeri, membaca literasi digital masyarakat Indonesia baru 1 jam per hari, kalah dengan India yang sudah 10 jam per hari.

“Literasi kita naik sekarang dari sedang menjadi baik,” katanya.

Gol A Gong yang merupakan pendiri komunitas Rumah Dunia ini mengatakan, akrabnya Gen Z pada gadget menurutnya bukan masalah. Sebab literasi bisa saja melalui gadget. Karena banyak remaja saat ini belajar banyak hal dari digital. Bahkan, Perpustakaan Nasional saat ini mendukung ekosistem digital di masyarakat.

Menurut Gol A Gong, sudah tidak zaman lagi saat ini membaca diidentikkan dengan mambaca buku fisik. Sebab literasi digital juga bermakna sama, yaitu membaca. Apalagi, perintah agama Islam untuk membaca (iqro) juga tidak dikhususkan pada baca buku. Belajar dari YouTube juga menurutnya juga membaca, begitu juga dari media sosial lain, termasuk Instagram dan TkTok.

“Kan kata Allah SWT, bacalah. Bukan baca buku, kan? Baca teks dan konteks,” katanya.

Menurutnya, masalahnya bukan pada anak atau remaja yang kerap memegang ponsel atau menggunakannya. Menurutnya titik tekannya adalah pada bagaimana orang tua bisa mengarahkan dan membimbing agar mereka bisa memanfaatkan gadget dengan baik.

Evi Syaefudin, Plt Sekretaris Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Provinsi Banten mengatakan bahwa survei yang dilakukan Banten Raya positif menjadi masukan pihaknya.

Namun dalam pemeringkatan budaya baca berdasarkan kunjungan pelajar yang datang ke perpustakaan oleh Perpustakaan Nasional, Banten berada di peringkat ke 10 nasional.

Ia mengatakan, banyak program yang sudah dilakukan oleh DPK Banten untuk meningkatkan literasi di lingkungan pelajar di Banten, di antaranya adalam Program Banten Membaca dimana DPK Provinsi Banten malakukan kunjungan ke sekolah dengan menghadirkan sejumlah penulis untuk melakukan diskusi dengan peserta didik.

“Belum lagi kegiatan bedah buku yang menghadirkan penulisnya langsung, Program Silang Layang dimana DPK Provinsi Banten memberikan pinjaman buku secara cuma-cuma ke sekolah-sekolah dengan jumlah yang lumayan banyak, dan program lainnya untuk meningkatkan minat baca pelajar di Banten,” kata Evi kepada Banten Raya, kemarin.

Eping, sapaan akrab Evi Saepudin menilai dalam hasil polling yang dilakukan oleh Banten Raya terungkap bahwa budaya baca pelajar di Banten hanya satu jam dalam satu hari, hal tersebut diduga karena banyaknya tugas sekolah dan kegiatan belajar mengajar yang hanya dilakukan lima hari dalam satu pekan.

“Artinya tugas dari sekolah yang relatif banyak menyebabkan pelajar di Banten lebih memilih menyelesaikan tugas sekolah terlebih dahulu dibandingkan dengan membaca buku,” ungkapnya.

Terpisah, Muhamad Taqwim, Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten mengatakan, salah satu upaya Dindikbud Banten untuk meningkatkan budaya baca di lingkungan sekolah adalah dengan meningkatkan sarana dan prasarana perpustakaan sekolah.

Tidak hanya itu, lanjutnya, Dindikbud Banten juga sudah mengimbau kepada sekolah pada jenjang pendidikan SMA dan SMK untuk membudayakan membaca buku sebelum pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dilaksanakan.

“Fasilitas dan jumlah koleksi di perpustakaan sekolah terus kami tingkatkan, agar peserta didik nyaman membaca buku di perpustakaannya, dan banyak pilihan judul dan jenis buku. Kami juga melakukan sinergi dengan DPK Provinsi Banten untuk melakukan kunjungan ke sekolah melalui Program Perpustakaan Keliling,” ujar Taqwim.

Sementara itu, M. Holil, Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Serang-Cilegon pada Dindikbud Banten mengatakan bahwa survei yang dilakukan oleh Banten Raya ini akan menjadi bahan rapat untuk sekolah pada jenjang pendidikan SMA dan SMK di wilayah Serang dan Cilegon.

Holil menduga salah satu penyebab pelajar di Banten membaca buku hanya satu jam dalam sehari, dan lebih dari satu jam menggunakan media sosial karenakan smartphone yang saat ini dimiliki oleh pelajar.

Untuk kembali meningkatkan budaya baca di lingkungan pelajar, Holil mengaku salah satu yang akan dilakukan adalah dengan meminta kepada pihak sekolah untuk kembali menggalakan budaya membaca sebelum mata pelajaran dimulai, dan memberikan tugas kepada peserta didik yang berkaitan dengan budaya literasi. (tanjung/tohir/satibi)

Pos terkait