SERANG, BANTEN RAYA – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten melalui kejaksaan negeri (Kejari) telah menghentikan 11 perkara tindak pidana ringan melalui restoratif justice atau diselesaikan secara damai antara pelaku dan korban.
Kajati Banten Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, Kejaksaan di bawah Kejati Banten telah mendirikan 8 rumah restoratif justice di sejumlah wilayah di Provinsi Banten.
“Sudah 7 wilayah (Kota Serang, Kota Cilegon, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Tangerang, Tangerang Kota, Tangerang Selatan). Dengan ini (Kabupaten Serang) jadi delapan,” katanya kepada Banten Raya saat peresmian rumah restoratif justice di Kecamatan Ciruas, Senin (27/6/2022).
Leo mengungkapkan, dari delapan rumah restoratif justice ini, sudah ada belasan perkara tindak pidana ringan dengan nilai kerugian kurang dari Rp5 juta sudah diselesaikan melalui restoratif justice.
“Ada 17 kasus, kemarin kan ada 16, tadi ada satu Cilegon. Pada tahun 2021 ada 2 perkara di Serang dan tahun 2022 ada 2 perkara. Di Serang total ada empat perkara,” ungkapnya.
Kajari Serang Freddy Simandjuntak mengatakan, peresmian rumah restoratif justice di wilayahnya merupakan hasil dukungan Pemerintah Kota maupun Kabupaten Serang, dan pihak terkait lainnya.
“Peresmian rumah restoratif justice di Kabupaten atau Kota Serang ini merupakan jawaban atas keinginan masyarakat yang mendambakan keadilan yang hakiki. Selain itu juga merupakan amanat dari Perja Nomor: 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif,” katanya.
Freddy menambahkan, restoratif justice juga merupakan salah satu alternatif penyelesaian perkara tindak pidana yang dalam mekanisme dan tata cara peradilan pidana yang awalnya berfokus pada pemidanaan, diubah menjadi proses dialog dan mediasi.
“Dalam prosesnya kita melibatkan, pelaku, korban, dan pihak lain yang terkait, untuk bersama-sama menciptakan kesepakatan perdamaian,” tambahnya.
Terpisah, Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah memandang tujuan rumah restoratif justice sangat positif, dalam hal hukum pidana, mewujudkan kepastian hukum dan mengasah kearifan lokal.
“Dengan menghidupkan kembali budaya ketimuran yang penuh kekeluargaan, dan pemaaf serta memberikan peluang permasalahan hukum itu bisa diselesaikan dengan damai, tanpa harus dilanjutkan ke proses penuntutan dan persidangan di pengadilan” katanya.
Tatu berharap kehadiran rumah restoratif justice ini mampu menggali kearifan lokal dalam rangka mengimplementasikan nilai-nilai kebersamaan yang hidup dalam masyarakat.
“Sehingga memungkinkan penyelesaian atas peristiwa tindak pidana yang terjadi di masyarakat. rumah ini juga diharapkan sebagai tempat musyawarah mufakat untuk menciptakan keharmonisan dan kedamaian dalam masyarakat secara bertahap,” jelasnya.(darjat)