BANTENRAYA.CO.ID – Sebanyak 266 ribu warga Provinsi Banten terdiagnosis mengindap penyakit diabetes.
Hal itu terungkap berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan gratis (CKG) yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten melalui Dinas Kesehatan sebagai program strategis dari pemerintah pusat.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten Ati Pramudji Hastuti mengatakan, jumlah penderita diabetes di Banten mengalami peningkatan dalam dua tahun terakhir.
Ia menyebutkan, angka 266 ribu tersebut terungkap dari total 3,8 juta penduduk yang telah mengikuti program pemeriksaan kesehatan hingga November 2025.
BACA JUGA : Tertipu Loker, Warga Cikande Jadi Operator Scammer di Kamboja
“Itu sekitar 17 persen dari masyarakat yang sudah ikut cek kesehatan gratis. Lonjakan ini tentu harus diwaspadai bersama dan ini merupakan peningkatan dalam dua tahun terakhir,” kata Ati, Rabu (26 November 2025).
Ati mengungkapkan, jika dibandingkan pada tahun sebelumnya, yakni di 2024 dan 2023, jumlah tersebut telah mengalami kenaikan.
Di mana, kata dia, pada tahun 2023, penderita diabetes di Banten tercatat sebanyak 176.538 kasus. Sementara, di tahun 2024, tercatat sebanyak 225.026 kasus.
“Peningkatan kasus diabetes ini tidak hanya ditemukan pada kelompok usia dewasa, namun juga pada usia anak dan remaja.
Bahkan, berdasarkan hasil pemantauan kami di tahun 2024, dari total 225 ribu kasus, terindikasi diabetes di Banten, sekitar 25 persen di antaranya merupakan penderita di bawah umur 15 tahun,” ungkapnya.
Ati juga menjelaskan bahwa, kasus diabetes kini banyak dialami oleh para kalangan anak muda. Pada usia muda, kata Ati, diabetes kerap dipicu oleh faktor genetik, karena turunan dari kedua orang tuanya merupakan penderita diabetes juga.
“Biasanya ketika anak dengan diabetes masih kecil itu pasti kedua orang tuanya menderita diabetes oleh karenanya bagaimana edukasi kita sampai kepada usia remaja,” ujarnya.
Ati menuturkan, meningkatnya prevalensi diabetes pada usia produktif juga ikut dipicu perubahan gaya hidup masyarakat urban. Aktivitas fisik makin berkurang, sementara konsumsi makanan siap saji dan tinggi gula semakin meningkat.
BACA JUGA : Dishub Banten Pasang 23 Titik Rambu Jam Operasional Truk Tambang
“Pola hidup sehat dengan aktivitas fisik dan makan bergizi menjadi poin terpenting untuk menghindari risiko,” tegas Ati.
Menurut Ati, upaya penanganan dengan pemberian obat saja tidak cukup.
Saat ini, pihaknya juga melakukan upaya pencegahan dengan menghindari pernikahan antara dua individu yang sama-sama mengidap diabetes.
Ia mengatakan, Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan telah menjalin kerja sama yang mewajibkan calon pengantin menjalani pemeriksaan kesehatan, termasuk untuk mengetahui apakah keduanya memiliki riwayat diabetes.
BACA JUGA : Teguh Ista’al Jadi Ketua DPD Partai Golkar Kota Serang Terpilih Secara Aklamasi
“Kalau kita hanya melakukan tata laksana pengobatan yang ada ini tidak cukup. Kalau hulunya tidak bisa kita antisipasi.
Oleh karenanya, mencegah perkawinan yang sesama menderita diabetes ini harus jadi perhatian kita sehingga cek kesehatan pada calon pengantin menjadi titik utama poin kita,” tegasnya.
Selain itu, kata Ati, program pemeriksaan kesehatan gratis juga akan terus digencarkan hingga akhir 2025 dengan target mencapai 4,5 juta warga.
“Kita masih berjalan untuk cek kesehatan gratis sampai akhir Desember 2025. Kita sudah 3,8 juta masyarakat melakukan cek kesehatan gratis dan kita targetkan, tahun ini hingga 4 5 juta,” tandasnya.
Sementara, dari sisi profesi medis, dokter spesialis penyakit dalam, Ahmad Mekah menilai, tren kenaikan diabetes di Banten berjalan signifikan dan konsisten.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Banten ini mengatakan, lonjakan angka tersebut harus menjadi peringatan keras bagi masyarakat.
“Tren pasien diabetes cenderung meningkat. Jika obesitas, gaya hidup, serta faktor risiko lainnya tidak dikendalikan, maka kasus diabetes akan semakin sulit ditekan,” katanya.
Mekah juga menekankan bahwa, strategi penanganan tidak boleh hanya bertumpu pada pengobatan melainkan juga antisipasi dan pencegahan.
“Fasilitas kesehatan harus memperkuat edukasi, skrining rutin, serta manajemen risiko agar masyarakat terlindungi dari beban penyakit kronis yang lebih besar di masa depan,” pungkasnya. (raffi)







