Bantenraya.co.id – Keterbatasan tak dapat membendung semangat hidup Syarif untuk tetap konsisten menebar kebaikan.
Dengan segala keterbatasan, dengan sabar Syarif tak bosan berbagi ilmu agama kepada anak-anak, meski kakinya mengalami kelumpuhan.
Diketahui kaki Syarif mengalami kelumpuhan sejak usianya masih enam tahun. Kondisi kakinya lemas dan tidak bisa digerakkan.
Untuk bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lain, ia terpaksa menggunakan kedua tangan untuk menopang dan menyeret tubuhnya.
Baca Juga : Pembelian BBM Pakai Barcode bikin Nelayan Baksel Boncos
Keseharian Syarif sebagai guru ngaji anak-anak dihabiskannya di Kampung Sari Mulya, Desa Jayasari, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak.
Meski dengan segala keterbatasannya, Syarif selalu berusaha agar bisa bermanfaat bagi orang lain.
Saat mengajar tersebut juga, Syarif terlihat sabar dan perlahan memandu satu persatu demi memastikan anak-anak didiknya fasih ketika membaca Al-Quran.
“Sehari-harinya saya hanya ngajar ngaji anak-anak saja, yang ingin mengaji. Mereka datang ke rumah. Mungkin sudah nasib kali ya dari Allah SWT,” kata Syarif saat berbincang dengan Banten Raya, Selasa (17 september 2024).
Baca Juga : Perjuangan Polisi Baduy Jaga Keamanan, Dua Pekan Sekali Baru Bisa Turun Gunung
Syarif sendiri mengaku kondisinya itu berawal ketika ia berusia enam tahun.
Saat itu, suatu hari Syarif mengalami sakit panas hingga akhirnya kakinya tidak berkembang seperti pada kaki orang-orang normal.
“Kondisi seperti ini dari kecil, sejak usia 6 tahun. Awalnya dulu ini karena sakit panas. Tapi tiba-tiba kaki saya lemas dan tidak bisa digerakkan sampai sekarang,” paparnya.
Meski begitu, beruntung Syarif memiliki istri yang setia menemaninya, Keni. Bahkan, kesetiaannya tersebut terlihat dari keseharian Keni yang tak mengenal lelah mencari nafkah.
Baca Juga : Cabor Angkat Besi Dapat 2 Emas, Pecahkan Rekor Nasional
Keni menyibukkan diri sebagai buruh serabutan di kampungnya.
Ia bekerja dengan menggarap lahan milik tetangganya. Bahkan demi dapurnya tetap berasap, Keni tak segan memanjat pohon kelapa untuk mengambil buahnya.
Pagi sekali dirinya bergegas ke tempat-tempat yang bisa menghasilkan pundi-pundi uang. Uang tersebut kemudian ia gunakan untuk memenuhi ekonomi keluarga.
“Kadang sayaanjat pohon kelapa buat ngambil buahnya. Ya pohonnya pohon punya orang,” ujarnya.
Baca Juga : Lampaui Target dan Rencana, Progres Pembangunan IKN Sangat Positif
Hasil memanjat pohon kelapa tersebut, Keni mengaku mendapatkan upah Rp 30 ribu dalam sehari. Meski berbahaya dan upahnya relatif kecil,
Keni mengaku bersyukur dengan apa yang ia dapatkan. Dirinya berharap bisa terus dimudahkan untuk mencari rezeki dan bisa mendapat bantuan dari pihak yang peduli.
“Sehari biasanya dapat Rp 30 ribu dikasih orang. Saya juga pasti harus siap fisik, apalagi pohon kelapa tinggi, biasa puluhan meter,” ujarnya. (Aldi)