Oleh : Mohammad Arief Hidayatullah
(Sekretaris Jendral KAMMI FKIP Untirta)
BANTENRAYA.CO.ID – Pendidikan merupakan salah satu faktor fundamental yang mempengaruhi kualitas generasi penerus bangsa. Pendidikan adalah hak setiap warga negara dan termanifestasi sebagai cita-cita negara yang harus direalisasikan.
Secara konstitusi, Negara telah menujukkan upaya dan komitmennya untuk meningkatkan dan memajukan kualitas pendidikan, salah satunya sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 31 Ayat 2 UUD 1945 Amandemen ke IV yang berbunyi “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”, Selain itu, peranan dan pengaruh pendidikan sangat besar dalam mempersiapkan dan membangun Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan berdaya saing.
Peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan merupakan langkah penting untuk dapat mewujudkan pendidikan yang adil dan dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Namun secara implementasinya, hingga saat ini pemerataan dan kualitas pendidikan masih menjadi problematika yang cukup kompleks terjadi di seluruh wilayah di Indonesia, termasuk di wilayah provinsi Banten.
Isu permasalahan pendidikan masih menjadi isu yang krusial di Provinsi Banten. Mulai dari permasalahan infrastruktur, tata kelola dan manajemen sekolah, hingga kepada tidak adanya basis data utama dan tersinkronisasi pada sektor pendidikan.
Akan tetapi dari semua permasalahan pendidikan tersebut, penulis ingin menyoroti dahulu perihal basis data pendidikan di Banten yang belum dikelola dengan baik.
Tidak Adanya Basis Data Pendidikan Yang Menjadi Patokan
Jika diselisik dan dicermati, data-data sektor pendidikan di provinsi Banten belum terorganisir dan tersinkronisasi dengan baik.
Hal itu dapat dilihat ketika mencari data perihal pendidikan yang sulit untuk diperoleh dan ditemukan, selain itu ketika memasukkan kata kunci pada mesin pencarian terkait data jumlah sekolah, tingkat kualitas infrastruktur sekolah, jumlah guru, dan sarana prasarana penunjang pendidikan, data tersebut menunjukkan statistik yang berbeda-beda di setiap instansi pemerintahan yang menyajikannya.
Salah satu contohnya adalah terkait data jumlah sekolah menengah yang tersebar di Provinsi Banten pada tahun ajaran 2022/2023, berdasarkan data yang diperoleh dari Data Pokok Pendidikan (DAPODIK) Kemendikbudristek yakni berjumlah 1362 sekolah.
Adapun menurut Sistem Informasi Data Pendidikan (SIDIK) Dindikbud Provinsi Banten berjumlah 1448 sekolah, sedangkan menurut Pusat Data dan Teknologi Informasi (PUSDATIN) Kemdikbudristek berjumlah 1342 sekolah, dan data tersebut akan berbeda lagi jika melihat dari data yang disajikan BPS Provinsi Banten dimana data terakhir yang disajikan justru data pada tahun 2017 silam, tidak ada sebuah pembaharuan.
Kasus permasalahan basis data pendidikan seringkali ditemukan dengan berbeda-bedanya data yang disajikan dimasing-masing instansi pemerintah dan tidak adanya pembaharuan data terkait bidang-bidang atau topik tertentu.
Selain itu, bisa berupa data pendidikan yang disajikan kurang lengkap dan menyeluruh. Berbicara perihal data pendidikan, PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi Regional) Banten pernah mengungkapkan, Sistem Data Pokok Pendidikan di Provinsi Banten tidak akurat dan pada saat di cross check menunjukkan bahwa 15% datanya meleset.
Misalnya ada data yang menyebut bangunan sekolah rusak tapi nyatanya bagus, begitupun sebaliknya.
Dari beberapa uraian di atas, tentu menjadi sebuah pertanyaan mengapa pemerintah di Provinsi Banten beserta Dinas Pendidikannya tidak melakukan pengecekan dan pemeriksaan secara intens dan berkala perihal kondisi pendidikan di Banten, serta tidak melakukan rekapitulasi dan sinkronisasi data antar instansi pemerintahannya.
Padahal jika berbicara data dan angka itu adalah komponen penting untuk mengetahui sejauh mana perkembangan pendidikan di Banten, untuk dapat menentukan masalah pendidikan apa yang sangat krusial dan diprioritaskan untuk dibenahi terlebih dahulu, serta dapat menjadi referensi bahan evaluasi untuk kedepannya.
Sarana dan Prasarana yang Masih Belum Merata
Tingkat sarana dan prasarana pendidikan di Banten belum dapat dikatakan optimal dan merata, baik secara aksesibilitas maupun infrastruktur.
Berdasarkan data yang disajikan Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemendikbudristek 2022/2023 terkait kondisi ruang kelas Sekolah Dasar (SD) di Banten, terdapat 14.753 (37%) ruang kelas dalam kondisi rusak ringan/sedang dan sebanyak 2770 (7%) ruang kelas dalam kondisi rusak berat.
Sedangkan untuk kondisi ruang kelas pada Sekolah Menengah Pertama (SMP), terdapat 5.269 (33%) ruang kelas dalam kondisi rusak ringan/sedang dan 593 (4%) ruang kelas yang mengalami rusak berat.
Penyediaan fasilitas perpustakaan pada Sekolah Dasar (SD) baru terpenuhi di 3.089 sekolah, dan terdapat 1.545 Sekolah Dasar (SD) lagi yang belum memiliki fasilitas perpustakaan.
Pada Sekolah Menengah Pertama (SMP), terdapat 1.297 sekolah yang memiliki perpustakaan dan 284 sekolah yang belum memiliki perpustakaan.
Adapun untuk sarana prasarana pada jenjang Pendidikan Menengah di Banten sudah mengalami peningkatan walaupun tidak terlalu signifikan, yakni sebanyak 4830 (29%) ruang kelas SMA/SMK dalam kondisi rusak ringan/sedang dan sebanyak 137 dari 1342 SMA/SMK yang belum memiliki perpustakaan.
Apabila diperhatikan dan dilihat lebih dalam, data terkait ruang kelas yang rusak dan unit sekolah yang belum memiliki fasilitas perpustakaan cenderung lebih banyak tersebar di 3 Kabupaten, yakni Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang.
Penanganan dan pembenahan sarana prasarana pendidikan perlu menjadi fokus dan langkah prioritas pemerintah Provinsi Banten sebagai bentuk implementasi amanah konstitusi yakni UUD 1945, terlebih khusus sarana dan prasarana yang fundamental pada jenjang pendidikan dasar, hal itu dikarenakan negara harus menjamin warga negaranya untuk dapat menempuh jenjang pendidikan dasar.
Kebijakan yang Belum Optimal dan Munculnya Kasus Korupsi yang Menghambat Ketercapaian Pembangunan Pendidikan
Kinerja pemerintah Provinsi Banten dalam mendorong dan meningkatkan partisipasi pemerolehan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar bagi masyarakatnya masih kurang baik, walaupun secara data Angka Partisipasi Sekolah (APS) ditahun 2021 mengalami peningkatan yang sebelumnya tahun 2020 sempat turun, sedangkan untuk Angka Partisipasi Murni (APM) mengalami penurunan dari tahun 2019 hingga 2021 untuk jenjang pendidikan dasar (Data BPS Provinsi Banten 2019-2021).
Optimalisasi sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya menempuh pendidikan perlu di masifkan, dikarenakan salah satu penyebab masih adanya masyarakat yang tidak bersekolah adalah belum adanya kesadaran akan pentingnya menempuh dan memperoleh pendidikan.
Selain itu, kasus-kasus korupsi yang pernah terjadi pada sektor pendidikan di Banten cukup menunjukkan belum adanya pengawasan dan pemeriksanaan yang baik dan masih rendahnya transparansi anggaran yang ada.
Beberapa kasus yang pernah timbul dan dilaporkan adalah kasus korupsi APBD pada tahun 2019 terkait pengadaan komputer untuk Dinas Pendidikan Provinsi Banten dengan jumlah kerugian sekitar 21 miliar.
Kemudian kasus korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dilingkungan Dindikpora Kabupaten Pandeglang pada tahun anggaran 2019 dan masih terdapat kasus korupsi lainnya.
Dengan adanya kasus-kasus tersebut, ini seharusnya menjadi evaluasi besar terkait implementasi kebijakan, pengawasan dan pengelolaan anggaran pendidikan agar dapat digunakan sesuai dengan perencanaan dan dapat dialokasikan dengan baik.
Tentu dari beberapa uraian diatas perihal permasalahan pendidikan di Provinsi Banten, menjadi tanggung jawab kita semua untuk bersama-sama memberikan solusi dan berkontribusi untuk kemajuan kualitas pendidikan tersebut.
Evaluasi dan kontribusi diperlukan dari segala sisi, baik sisi pemerintah, swasta ataupun masyarakat yang memiliki peran dan tugasnya masing-masing.
Sinergisitas dan kolaborasi diperlukan dalam setiap kebijakan dan program yang berfokus untuk kemajuan pendidikan, maka sepatutnya pemerintah melibatkan secara aktif partispasi publik dalam perencanaan sebuah kebijakan dan program yang akan dibuatnya.
Kemudian melalui momentum Hardiknas ini, penulis sebagai salah seorang mahasiswa di provinsi Banten mengajak kepada kawan mahasiswa lainnya untuk berperan sebagai mitra kritis pemerintah, menjadi mitra kolaborasi dan membantu setiap kebijakan dan program pemerintah yang berdampak baik bagi masyarakat dan lingkungan, serta menjadi paling kritis menentang kebijakan dan program yang tidak berpihak pada masyarakat dan lingkungan.
Dan menjadi patron dalam memajukan kualitas pendidikan di Indonesia.
Hidup Mahasiswa!
Hidup Rakyat Indonesia!
Selamat Hari Pendidikan Nasional!***