Dua Mantan Kabiro Kesra Dituntut 6,5 Tahun

1 KARO KESRA
PEMBACAAN - JPU Kejati Banten saat membacakan tuntutan kelima terdakwa kasus hibah Ponpes tahun 2018-2020 di Pengadilan Tipikor Serang, Selasa (4/1).

SERANG, BANTEN RAYA- Dua mantan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Setda Provinsi Banten Irvan Santoso dan Toton Suriawinata dituntut 6 tahun dan 6 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Banten dalam sidang kasus hibah dana bantuan sosial (bansos) pondok pesantren (ponpes) tahun 2018-2020 yang menyebabkan kerugian negara Rp70 miliar.

Sementara tiga terdakwa lainnya, yakni Agus Gunawan honorer Biro Kesra Banten, Epieh Saepudin pihak swasta, dan Tb Asep Subhi penerima hibah, dituntut 2 tahun dan 6 bulan penjara, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Negeri Serang, Selasa (4/1).

Tuntutan yang dibacakan secara bergantian oleh JPU Kejati Banten, M Yusuf, Subardi dan Herlambang. Dalam tuntutannya disampaikan, kelima terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, sebagai mana Pasal 3 jo 18 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Bacaan Lainnya

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Irvan Santoso dan Toton Suriawinata dengan pidana selama 6 tahun dan 6 bulan penjara. Terdakwa lainnya, Agus Gunawan, Epieh Saepudin serta Tb Asep Subhi dituntut 2 tahun dan 6 bulan penjara,” kata JPU kepada Majelis Hakim yang diketuai Selamet Widodo, disaksikan terdakwa dan kuasa hukumnya, Selasa (4/1).

Selain pidana penjara, Subardi menambahkan, Irvan Santoso dan Toton Suriawinata juga dibebani denda Rp1 miliar subsider 4 bulan penjara.

“Hal memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah saat pemerintah melakukan upaya pemberantasan korupsi. Belum mengembalikan hasil korupsi. Hal meringankan memiliki tanggungan keluarga, sopan dalam persidangan dan telah mengembalikan hasil korupsi,” tambahnya.

Selain pidana penjara, Subardi menjelaskan keenam terdakwa kasus dana hibah ponpes itu juga dikenakan denda sebanyak Rp1 miliar, subsider 4 bulan kurungan.

“Menjatuhkan pidana tambahan uang pengganti terdakwa Epieh sebesar Rp120 juta yang telah diberikan ke ponpes, diperhitungkan sebagai uang pengganti. Asep Subhi membayar uang pengganti Rp91 juta jika tidak dibayar diganti 2 tahun penjara. Agus Gunawan diharuskan membayar uang pengganti Rp8 juta yang telah diserahkan ke penyidik,” jelasnya.

Dalam fakta persidangan, bahwa dalam angaran realiasi bantuan hibah tersebut, terdapat program pemberdayaan pesantren sebesar Rp62 miliar. Seharusnya tugas Biro Kesra memiliki bukti pertanggung jawaban dan bukti transfer.

Namun, sampai dengan penghitungan kelebihan uang negara tidak ada bukti laporan pertanggungjawaban dari FSPP sebagai pelaksanaan program tersebut. Jumlah penerima pesantren 3.122, tapi di lapangan terjadi dinamika, dan tidak memiliki persyaratan yang disahkan oleh FSPP.

Pada 30 Oktober 2017 dilakuan monitoring dan evaluasi dengan hasil dilakukan pembahasan RAB dana hibah 2018. Progresnya yaitu sebanyak 3.017 Ponpes penerima hibah, sedangkan yang belum dicairkan sebanyak 51 pesantren.

Berdasarkan informasi dari bank Banten, pesantren yang belum cair tidak terdaftar dan belum memenuhi syrat. Biro kesra kemudian meminta FSPP untuk menindaklanjuti. Apabila verifikasi FSPP tidak memenuhi syarat dicairkannya dana tersebut, agar disetorkan ke kas daerah.

Selanjutnya pada 22 januari 2019, telah dilakukan evaluasi khususnya pengelolaan dana Ponpes. Untuk realisasinya dana hibah diserahkan ke 3.079 lembaga Ponpes, Jumlah Ponpes yang tidak direaliasikan sebanyak 43 Ponpes. Dimana dana yang tidak direalisasi sudah disetorkan ke kas daerah.

Dari jumlah ponpes penerima hibah Rp20 juta, terdapat 563 ponpes yang belum melaporkan pertanggungjawaban, hingga batas waktu yang ditentukan yaitu 9 Februari 2019. FSPP belum mendapatkan laporan yang wajib ditagih dan disetorkan kembali ke kas daerah.

FSPP bertanggungjawab secara materil, tidak bersedia menyelesaikan bantuan hibah untuk 563 ponpes atau menagih uang bantuan hibah sebesar Rp11 miliar untuk disetorkan ke kas daerah.

Pengurus FSPP tidak bersedia,dan menandatangani penggunaan hibah 2018, sebagai pertangungjawaban hibah kepada Ponpes. Sedangkan untuk hibah 2018, Ponpes di wilayah Pandeglang bantuan hibah 20 juta melalui FSPP dikenakan iuran di tingkat kecamatan Rp1,5 juta dan di kabupaten Rp1,5 juta.

Hal itu sesuai keterangan terdakwa Epieh Saepudin, Asep Subhi, jika iuran bulan di tingkat kabupaten adalah iuran bulanan sebesar Rp100 ribu, dengan pembayaran untuk 12 bulan atau satu tahun sebesar Rp1,2 juta.

Kemudian Rp300 ribu untuk kelengkapan kesekretariatan dibayarkan sekaligus setelah menerima dana hibah cair. Setiap iuran kecamatan dikumpulkan ke bendahara FSPP yaitu Nurjanah.

Selanjutnya pertimbangan hukum terdakwa Irvan Santoso dan Toton yaitu pada 12 September 2019 terdakwa menerima proposal hibah yang ditandatangani Presidium FSPP Anang Azhari, dengan rencana anggaran Rp71 miliar untuk pemberdayaan dan operasional FSPP.

Terdakwa Irvan Sanstoso telah merekomendasikan sebagai penerima hibah, melalui nota dinas dengan nilai Rp68 miliar. Padahal batas akhir proposal telah melewati batas pada 17 November 2017.

Irvan sebelumnya telah merekomendasikan FSPP sebagai calon penerima hibah melalui nota dinas tanggal 22 november 2017 dengan nilai Rp68 miliar dan terdakwa Tonton, telah membuat kajian usulan hibah yang disampaikan ke terdakwa Irvan Santoso, dan menyatakan dapat menyetujui penerimaan hibah menjadi Rp66 miliar.

Namun dalam dokumen hanya mengutip dari dokumen FSPP yaitu, lampiran data pondok pesantren penerima 2018, sebanyak 3.100 Ponpes. Bahwa dokumen usulan hibah dari FSPP sebesar Rp66 miliar oleh tim evaluasi biro kesra yang dibuat tidak ada nomor dan tanggal, mengutip FSPP berupa surat proposal FSPP pada bulan April, dengan angaran rutin operasional.

Perbuatan terdakwa Irvan dan Tonton yang menerima proposal FSPP melewati batas waktu yang ditentukan adalah menyimpang dari ketentuan gubernur banten tentang pedoman pencairan hibah.

Usai pembacaan tuntutan, kelima terdakwa melalui kuasa hukumnya mengajukan nota pembelaan atau pledoi yang akan dibacakan kuasa hukum maupun terdakwa. Sidang selanjutnya ditunda pekan depan dengan agenda pledoi. (darjat)

 

Pos terkait