SERANG, BANTEN RAYA- Radianto, selaku Kepala Subseksi Penetapan Hak Tanah dan Pemberdayaan Hak Tanah Masyarakat pada Kantor Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Lebak yang jadi terdakwa kasus dugaan pungutan liar (pungli) pembuatan sertifikat hak milik (SHM) dituntut 1 tahun dan 8 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tipikor Serang, Selasa (21/6/2022).
Selain Radianto, JPU juga menuntut terdakwa lainnya, Pahrudin selaku pegawai pemerintah non ASN pada bagian administrasi kantor ATR BPN Lebak, dengan tuntutan 1 tahun dan 6 bulan penjara.
JPU Kejati Banten Subardi mengatakan, terdakwa Radianto dan Pahrudin terbukti bersalah sebagaimana pasal 23 Undang-undang RI nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi, jo pasal 421 KUHP, jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Radianto dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 8 bulan. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Pahrudin dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan penjara,” kata JPU kepada majelis hakim yang diketuai Atep Sopandi, Selasa (21/6).
Selain pidana penjara, Subardi menambahkan, kedua terdakwa diberikan pidana tambahan berupa denda Rp50 juta. Apabila tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama 2 bulan kurungan.
“Hal yang memberatkan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, terdakwa menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan. Hal meringankan, terdakwa berlaku sopan selama persidangan, belum pernah dihukum dan mengakui perbuatannya,” tambahnya.
Dalam persidangan sebelumnya, Fahrudin mengaku dipaksa menerima titipan tiga buah amplop berisi uang oleh Ojat Sudrajat selaku pemohon yang diberi kuasa oleh Lili pemilik tanah untuk mengurus SHM tanah seluas 17.330 meter persegi di Desa Intenjaya, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak.
Tiga amplop berisi uang Rp36 juta itu akan diberikan ketiga pegawai BPN Lebak. Ketiganya yaitu Radianto, Ruki, dan Imam. Masing-masing amplop berisi uang Rp10 juta, Rp11 juta dan Rp15 juta. Amplop tersebut diserahkan di dalam mobil Avanza kendaraan Ojat di parkiran.
Selain titipan uang, Fahrudin juga beberapa kali menerima imbalan dari Ojat, untuk uang operasional karena telah membantu proses pengurusan SHM, dengan nilai yang berbeda-beda mulai dari Rp250 ribu, Rp500 ribu, Rp1 juta hingga Rp5 juta.
Fahrudin juga mendapatkan informasi jika pegawai BPN Lebak meminta jatah untuk setiap meter tanah yang akan diukur untuk pengurusan SHM yang disampaikan oleh Masri (pihak desa) dengan kode dibawah Rp1.000 dan atas Rp2.000.
Usai pembacaan tuntutan, kedua terdakwa mengajukan nota pembelaan. Sidang selanjutnya ditunda dan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pledoi. (darjat)