BANTENRAYA.CO.ID – Ketua Tim Penyusun Gelar Pahlawan KH Wasyid dan Ki Arsyad Thawil yakni Mufti Ali mengungkapkan ada peran wartawan koran.
Diman, peran wartawan tersebut dijadikan sumber primer untuk menyusun naskah akademik usulan gelar pahlawan untuk KH Wasyid dan Arsyad Thawil.
Wartawan tersebut diyakini menjadi saksi hidup ekspedisi pencarian KH Wasyid dan menyaksikan perang heroik hingga terbunuh dalam penyergapan.
Dimana, menurut Mufti Ali, ekspedisi pengejaran KH Wasyid selama 21 hari oleh tentara Belanda ternyata didampingi koresponden wartawan koran Java Bode.
Koresponden wartawan Koran Java Bode tersebut ikut ekspedisi setelah mendapatkan izin dari Gubernur Jendral Belanda.
BACA JUGA: Syok Lihatnya, Posisi Mumu Pisahkan Helldy dan Sanuji Saat Riung Mungpulung HUT Cilegon
Java-bode dalam bahasa Indonesia berarti Utusan Jawa adalah surat kabar yang diterbitkan di Batavia, Hindia Belanda (kini Jakarta).
Awalnya, koran ini terbit 2 kali per minggu dan sejak tanggal 1 Desember 1869 terbit setiap hari.
Namun, sejak bulan Maret 1942 hingga tahun 1949, koran ini tidak terbit karena pendudukan Jepang di Indonesia.
Adanya peran wartawan koran tersebut disampaikan Mufti Ali dalam Seminar Pengusulan Calon Pahlawan NAsional Kota Cilegon 2023.
Digelar oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kota Cilegon pada Kamis 27 April 2023.
Diketahui Mufti Ali sendiri merupakan juga Tim Penyusun Naskah Akdemik KH Brigjen Syamun yang sebelumnya sudah dinobatkan menjadi Pahlawan Nasional
KH Syamun sendiri merupakan tokoh pejuang Kota Cilegon yang juga meninggal dalam pelarian melawan tentara belanda dan sekarang mendapatkan Gelar Pahlawan Nasional.
Mufti menjelaskan, dirinya membuat kronogram mulai dari 10 Juli 1888 berdasarkan kesaksian langsung wartawan Java Bode yang mulai mendarat.
Dimana, Wartawan yang diketahui dengan nama Cushman mulai turun di Karangantu.
“Ini berdasarkan kesaksian langsung wartawan yang turut serta dengan satu kompi pasukan yang dia melihat langsung rute itu,” katanya.
“Dia koresponden spesialis dari koran Java Bode yang dapat izin dari gubernur jendral ikut serta 10 juli mendarat di Karangantu terus ikut pasukan kavaleri sampai 10 siang di cilegon,” katanya.
Selanjutnya juga, papar Mufti Ali, sebagian besar juga didukung dengan koran-koran lain yang ikut ekspedisi ke arah lainnya.
Sebagian besar kronogram dari 10 Juli hingga 31 Juli saat pertempuran heroik dan terbunuhnya Ki Wasyid didapatkan langsung dari koran Java Bode.
“Sebagian besar tidak ada disertasinya Sartono Kartodirdjo. Ini didapat langsung dari koran Java Bode,” ujarnya.
Naskah akademik tersebut, jelas Mufti, adalah hasil riset keliling di lapangan maupun riset terhadap arsip-arsip, koran-koran, sumber-sumber primer dan sumber wawancara.
“Berita-berita koran yang sezaman maupun yang lebih bekalangan tentang perjuangan dan tentang riwayat hidup dua tokoh,” imbuhnya.
Pihaknya, kami sudah susun rute gerilya KH Wasyid sejak peristiwa 9 Juli 1888 dan 10 juli dengan pasukannya ke Beji, lalu ke Tanjung Sekong dan balik lagi ke Beji,.
“12 Juli sampai ke Krenceng gugur terakhir di sungai Cisiih kami sampaikan satu bab,” imbuhnya.
Sementara, Anggota Tim Penyusun Farhan Al Fuadi menjelaskan, untuk Ki Arsyad Thawil keterlibatannya sangat erat, karena Belanda menilai Arsyad Thawil merupakan salah satu penghasut utama adanya gerakan pemberontakan 1888.
“Karena perannya yang dinilai berbahaya karena aktif mempersiapkan pemberontakan dan terlibat dalam musyawarh besar Syehk Marjuki,” jelasnya.
Beliau, jelas Farhan merupakan Muthowwif dan memiliki jaringan jemaah haji untuk mendulang dana, sehingga gerakan bisa lebih masif.
“Peran beliau sangat strategis. Sebab, beliau yang mampu mendulang dana. itu menjadi alasan dia ditangkap dan dibuang ke Manado,” pungkasnya. ***