BANTENRAYA.CO.ID – Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun, Panji Gumilang, resmi ditetapkan menjadi tersangka dugaan penistaan agama oleh Bareskrim Polri, Selasa 1 Agustus 2023.
Penetapan tersangka ini usai dilakukan gelar perkara dan Panji Gumilang diperiksa selama 4 jam pada Selasa 1 Agustus 2023.
Penyidik kemudian langsung menahan Panji Gumilang seusai ditetapkan sebagai tersangka.
Sebelum Panji Gumilang berangkat ke Jakarta untuk panggilan dari Breskrim Polri seluruh santri di kumpulkan di sekitaran masjid.
Dari siaran youtube Al Zaytun, tampak Panji Gumilang berdiri untuk memberikan pesan dan arahan kepada santri, pengajar serta karyawan Al Zaytun.
“Menyampaikan segala pertanyaan yang akan disampaikan kalian jangan ikut berpikir tentang apa yang akan dilaksanakan Syekh,” ujarnya. Panji juga menitipkan pesan kepada anak didiknya untuk terus belajar.
“Dan belajarlah baik-baik sehat, Syekh hanya pergi beberapa jam saja nanti pulang lagi, jumpa lagi,” tutur Panji.
Selain itu Panji Gumilang juga meminta didoakan, agar pemeriksaan yang dilakukan dihadapan penegak hukum dapat berjalan lancar.
“Belajar baik-baik ini sudah mengganggu jam pelajaran sudah 15 menit. Kita berdoa kepada Allah semoga semua dilancarkan dan lancar semuanya,” harapnya.
Panji Gumilang dijadwalkan menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri sebagai saksi dalam kasus dugaan penistaan agama. Sejatinya, Panji diperiksa pada Kamis, 27 Juli 2023. Namun, dia absen dengan alasan sakit.
Total sudah 54 saksi diperiksa penyidik, dengan rincian 38 saksi dan 16 saksi ahli. Ahli itu meliputi ahli pidana, ahli sosiologi, ahli agama termasuk ahli fiqih.
Polisi tinggal mendengar keterangan Panji terkait kasus yang dipersangkakan terhadapnya. Setelah memeriksa Panji, polisi akan menggelar perkara untuk penetapan tersangka.
Bareskrim Polri mengantongi tiga unsur pidana yang diduga dilakukan Panji Gumilang setelah gelar perkara dalam tahap penyelidikan. Pertama, Pasal 156 A KUHP tentang Penistaan Agama. Kedua, Pasal 45A ayat (2) Jo 28 ayat 2 Indang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Beleid itu berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Ketiga, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur terkait berita bohong.
Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.***