BANTENRAYA.CO.ID – Perkembangan teknologi dan kecerdasan buatan atau akal imitasi (AI) membuat banyak pihak mempertanyakan masa depan profesi guru.
Di era digitalisasi saat ini, tugas guru dalam mendidik murid menjadi lebih berat.
Guru dituntut mampu beradaptasi dengan teknologi modern yang berkembang.
Meski demikian, guru diyakini memiliki peran yang tidak dapat digantikan oleh mesin atau AI, terutama dalam aspek keteladanan dan pembentukan perilaku dan karakter anak.
BACA JUGA : Kepala SD Negeri Banjarsari 5 Anton Setiabudi Juara 2 Kepala Sekolah Dedikatif se Banten
Pengamat pendidikan dari Universitas Bina Bangsa Hilman menegaskan kembali relevansi tiga semboyan pendidikan Ki Hajar Dewantara: ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.
Ia menjelaskan bahwa ketiga prinsip itu menjadi fondasi pendidikan lintas zaman.
“Semboyan Ki Hajar Dewantara itu berarti di depan memberi teladan, di tengah memberi semangat, dan di belakang memberi dorongan. Nilai-nilai ini tidak akan pernah lepas dari zaman apa pun,” ujarnya, Senin (24 November 2025).
Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Bina Bangsa ini menyoroti bahwa aspek transfer of behavior atau transfer perilaku menjadi kunci utama yang tidak dapat dilakukan oleh kecerdasan buatan atau akal imitasi alias AI.
BACA JUGA : Gubernur Banten Andra Soni Berbincang Dengan Anak-Anak Usai Tinjau SMAN 9
Inilah yang ditekankan dan dikedepankan oleh seorang guru, yaitu memberikan teladan baik bagi murid.
“Guru itu secara langsung atau tidak langsung, mengajarkan behavior.
Inilah aspek yang memang tidak diajarkan oleh teknologi. Poin pertama yang tidak akan bisa digantikan oleh artificial intelligence adalah transfer of behavior. Guru diharapkan menjadi teladan,” ujarnya.
Menurut Hilman, prinsip ing ngarso sung tulodo menekankan bahwa guru wajib menjadi contoh, terutama di tengah meningkatnya kemampuan kritis siswa di era digital. Teladan diutamakan pada sikap atau kecerdasan emosi.
BACA JUGA : Gubenur Banten Andra Soni Meninjau Proyek Pembangunan SMAN 9 Kota Serang
Meski demikian, Hilman tidak menampik peran internet dan teknologi dalam pendidikan. Ia menilai bahwa digitalisasi, termasuk melalui program ISP (Interactive Slide Channel) yang dikeluarkan pemerintah, dalam rangka mempercepat akses informasi dan literasi digital.
Sebab dalam transfer pengetahuan, guru bisa saja kalah pintar dengan mesin. Karena itu, guru harus terus melakukan pengembangan diri, terutama pada pengetahuan.
“Apakah guru bisa dikalahkan oleh internet? Bisa saja. Tapi ada beberapa aspek yang hanya bisa dilakukan oleh guru. Karena itu, guru juga harus melek teknologi agar tidak disingkirkan oleh teknologi,” jelasnya.
Ia menekankan keseimbangan antara transfer perilaku, transfer pengetahuan (transfer of knowledge), dan transfer informasi (transfer of information) yang tetap harus dijaga oleh para pendidik.
BACA JUGA : 1052 Pejabat Pemkot Serang di Test CACT
Bila ketiga prinsip ini dimiliki oleh guru, maka sampai kapan pun guru tidak akan tergantikan oleh teknologi paling canggih sekali pun.
“Jika guru berpegang pada tiga prinsip Ki Hajar Dewantara, profesi ini tidak akan tergantikan zaman apa pun.”
Mengenai isu ketegasan guru yang kerap dikaitkan dengan pelanggaran HAM bahkan hukum, Hilman menilai bahwa sekolah harus memiliki kesepakatan yang jelas sejak awal, melibatkan komite, guru, dan orang tua.
Kesepakatan itu antara lain tentang hukuman apa saja yang bisa diberikan kepada siswa ketika mereka melanggar aturan sekolah.
BACA JUGA : Pemandian Air Panas Cisolong, Sumber Mata Air Alami
Ketika pemberian hadiah atau apresiasi (reward) dan hukuman (punishment) sudah disepakati, maka dia yakin masalah tidak akan muncul.
Apalagi sampai pada pelaporan kepada polisi karena dugaan tindak kekerasan atau kriminal. Sebab menurutnya, tindakan tegas kepada siswa perlu tetap ditegakkan.
“Tindakan tegas perlu dilakukan, tetapi harus sesuai dengan kesepakatan dengan orang tua,” katanya seraya menekankan perlunya sinergi antara sekolah dan keluarga agar tidak terjadi miskomunikasi dalam proses pendidikan siswa.
Hilman juga menyoroti persoalan kesejahteraan guru, terutama di sekolah swasta.
BACA JUGA : Teras Bamboo, Tempat Kumpulnya Komunitas
Menurutnya, tata kelola institusi menjadi faktor kunci apakah sebuah sekolah, terutama sekolah swasta, dapat memberikan kesejahteraan kepada guru atau tidak.
“Jika kita berpandang pada pilar tata kelola kredibilitas, adil, transparansi, akuntabel, dan bertanggung jawab, seharusnya tidak ada pihak yang dirugikan,” ungkap Hilman.
Ia menjelaskan bahwa kualitas guru dan kredibilitas administrasi menjadi bagian penting dari sistem tata kelola yang baik.
Dengan itu, sekolah swasta pun dapat memberikan kesejahteraan yang layak. Ketika lima pilar tata kelola dijalankan, dia meyakini sekolah akan mampu memberikan kesejahteraan yang baik kepada para guru.
BACA JUGA : Gubenur Banten Andra Soni Meninjau Proyek Pembangunan SMAN 9 Kota Serang
Senapas dengan Hilman, pengamat pendidikan dari UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten Rohman mengatakan bahwa pesatnya informasi di era teknologi AI membuat murid bisa mendapatkan informasi yang berlimpah dalam waktu yang instan.
Masalahnya, informasi yang tersedia di internet tidak seluruhnya dapat dipercaya bahkan banyak juga yang menyesatkan.
Menurut Rohman, guru hari ini tidak lagi hanya mengajar dengan papan tulis dan spidol. Mereka berhadapan dengan generasi yang sejak kecil akrab dengan gawai, mesin pencarian, dan AI.
Generasi ini mendapatkan jawaban dalam hitungan detik, tetapi sering keliru dalam memilah mana yang dapat dipercaya dan mana yang menyesatkan.
BACA JUGA : Bank Bjb Dukung Economics 360 Dan Umkm Binaan Raih Penghargaan
“Tantangan terbesar guru bukan lagi sekadar menyampaikan materi, tetapi membantu murid memaknai informasi yang berlimpah itu.”
Ia menekankan bahwa peran guru kini bergeser dari sumber utama pengetahuan menjadi fasilitator pembentukan cara berpikir dan karakter.
AI mungkin mampu menjawab apa, tetapi hanya guru yang mampu menerangkan mengapa dan bagaimana. “Mesin bisa menganalisis data, tetapi guru membentuk integritas, empati, dan watak,” tegas Rohman.
Rohman menambahkan bahwa di tengah maraknya hoaks, polarisasi, dan kecanduan digital, murid bukan hanya membutuhkan kecerdasan, tetapi juga ketangguhan moral.
Dia menegaskan bahwa peran guru tidak hilang, tetapi berkembang menjadi semakin penting.
“AI bisa menghasilkan esai, tetapi tidak bisa mengajarkan kejujuran.
Internet bisa menjelaskan konsep, tetapi tidak bisa menumbuhkan empati.
Ketika AI semakin pandai, manusia justru semakin memerlukan teladan. Teknologi membantu kita melangkah, tetapi hanya guru yang mampu menunjukkan arah,” kata Rohman.
Rohman juga menyoroti dinamika baru dalam hubungan sekolah dan keluarga.
Meningkatnya kesadaran hukum membuat orang tua lebih berani melapor ketika merasa ada kekerasan terhadap anak, seperti kasus yang terjadi di SMAN 1 Cimarga Lebak. “Banyak guru merasa ruang geraknya kini terbatas.
Sedikit saja keliru bisa berbuntut panjang,” ujarnya.
Namun ia menilai perubahan ini bukan ancaman, melainkan dorongan untuk meningkatkan profesionalisme. Kekerasan walau kecil dan walau bertujuan baik tidak lagi bisa dibenarkan.
BACA JUGA : Kejati Tahan Plt Dirut PT ABM
“Disiplin penting, tetapi pendekatannya harus bergeser ke disiplin positif yang berbasis dialog, tanggung jawab, dan kesepakatan,” katanya. (tohir)








