SERANG, BANTEN RAYA – Ada banyak modus yang dilakukan untuk mengakali persyaratan ketika penerimaan peserta didik baru (PPDB). Salah satunya adalah mengajukan pindah alamat di kartu keluarga (KK) agar masuk zonasi PPDB.
Anggota Komisi V DPRD Banten Furtasan Ali Yusuf mengatakan, ada banyak upaya dilakukan oleh masyarakat agar anak mereka bisa diterima di sekolah yang mereka incar. Upaya ini kerap kali dilakukan dengan cara memanipulasi, salah satunya pindah alamat di KK ke alamat yang masuk zonasi PPDB.
Padahal, secara riil tempat tinggal mereka masih di alamat lama. Hanya alamat di KK yang berubah dan pindah. Modus ini biasanya dilakukan setahun sebelum PPDB dibuka. Sehingga, secara aturan mereka tidak melanggar.“Aturan sehebat apa pun kan masyarakat lebih pinter,” kata Furtasan, Rabu, 22 Juni 2022.
Furtasan mengaku tidak hanya satu dua kasus perpindahan KK demi agar bisa sukses masuk zonasi PPDB. Diketahui, saat PPDB, salah satu jalur yang bisa digunakan adalah zonasi. Dengan sistem ini, setiap calon siswa bisa masuk ke sekolah yang dekat dengan tempat tinggal mereka secara otomatis.“Saya banyak menemukan. Kalau sudah diterima (di sekolah yang diincar-red) kembali lagi alamatnya,” katanya.
Politisi Partai Nasdem ini mengatakan, upaya mengakali zonasi itu merupakan salah satu kelemahan dari sistem PPDB saat ini. Kelemahan lain, dia melihat sistem ini membuat kompetisi dalam diri anak semakin melemah. Tidak ada lagi upaya dari siswa belajar agar bisa lolos tes ketika akan masuk ke sekolah yang mereka inginkan.
Karena itu, dia meminta Pemerintah Provinsi Banten agar penerimaan siswa baru dikembalikan lagi pada sistem lama, baik melalui sistem test maupun menggunakan nilai raport. Hal ini diyakininya akan dapat membuat para siswa kembali semangat belajar.
Selain soal sistem penerimaan siswa baru, dia juga berpandangan bahwa sekolah swasta seharusnya diberdayakan oleh Pemerintah Provinsi Banten. Sehingga, semua siswa bisa sekolah di mana saja, baik sekolah negeri maupun swasta. Ini untuk memperbaiki keberpihakan pemerintah selama ini yang hanya fokus pada sekolah negeri.“Kalau selama ini kan tidak adil dengan sekolah swasta,” katanya.
Dia mencontohkan kebijakan pemerintah DKI Jakarta yang membantu sekolah negeri dan swasta. Dengan demikian, siswa bisa sekolah di mana saja. Pola ini menurut Furtasan bisa dicontek oleh Pemerintah Provinsi Banten. Apalagi, secara penganggaran dia melihat APBD Banten masih bisa melakukan itu.
“Saya sudah sampaikan ke Pj,. Gubernur. Aggaran itu cukup (menghabiskan berapa) karena anggaran kita mencapai 12 triliun,” ujarnya.
Bila pemberdayaan sekolah swasta ini dilakukan, kata Furtasan, maka aspirasi pendirian SMA Negeri seperti yang disampaikan warga Ciracas tidak akan ada. Sebab di daerah itu sudah banyak bermunculan sekolah swasta, salah satunya SMK PGRI.
Dia juga melihat wacana sekolah gratis di SMA/ SMK negeri merupakan agenda politik karena merupakan janji kampanye Gubernur dan Wakil Gubernur. Karena itu, ketika keduanya sudah habis masa jabatannya, semestinya sistem sekolah gratis ini ditinjau ulang agar tidak memberikan dampak negatif pada sekolah swasta.
Pasalnya, akibat wacana sekolah gratis, banyak orang tua berbondong-bondong menyekolahkan anak mereka ke sekolah negeri. Akibatnya, banyak sekolah swasta yang gulung tikar karena tidak bisa melawan tangguhnya label sekolah gratis.
Sebelumnya, warga Ciracas, Kecamatan Serang, Kota Serang, mendambakan pendirian SMA Negeri di daerah tersebut. Usulan pendirian SMA Negeri ini karena jarak tempuh ke sekolah terdekat tidak sesuai zonasi. Selain itu, jumlah populasi penduduk di Ciracas juga sudah tinggi. (tohir)