Trending

9 Kasus Kekerasan Tak Diproses Hukum

SERANG, BANTEN RAYA – Sebanyak 9 kasus kekerasan di wilayah Provinsi Banten tidak diproses hukum oleh Kejaksaan dan diselesaikan melalui penerapan mekanisme restoratif justice. Hal itu bertujuan agar tak semua kasus berakhir di pengadilan dengan pemenjaraan.

Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejati Banten Rohayatie mengatakan ada 17 perkara yang diselesaikan secara restoratif justice. Dari jumlah itu 9 perkara merupakan kasus kekerasan, seperti penganiayaan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Related Articles

“Ada 17 di tahun 2021 dan 2022, kebanyakan memang pasal 335, 351 (pasal kekerasan),” katanya ditemui di Kejati Banten.

Rohayatie menjelaskan, penghentian perkara berdasar Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Sejumlah syarat yang harus dipenuhi yaitu tindak pidana baru kali pertama dilakukan oleh pelaku, ancaman hukuman tindak pidana tidak lebih dari 5 tahun, kerugian materiil yang ditimbulkan di bawah Rp 2,5 juta, dan adanya kesepakatan antara pelaku, korban dan masyarakat,” jelasnya.

Rohayatie menambahkan, tidak menutup kemungkinan ada perkara lain yang diselesaikan secara restoratif justice, di tahun 2022 ini. Terlebih Kejati Banten sudah memiliki 8 rumah restoratif justice di beberapa wilayah di Provinsi Banten.

“Iya kita punya 8 rumah RJ, nanti ada tambahan beberapa telah mengajukan (permohonan restoratif justice),” tambahnya.

Sebelumnya, Kajati Banten Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan tindak pidana ringan yang terjadi di masyarakat dapat diselesaikan secara musyawarah dan pengampunan hukum. Tindak pidana ringan tidak selalu harus dibebankan kepada aparat penegak hukum (APH).

Baca artikel Bantenraya.co.id lainnya di Google News
 
1 2Laman berikutnya

Related Articles

Back to top button