Kondisi Keuangan Pemkab Pandeglang Sedang Tidak Baik-baik Saja

Screenshot 20230510 091224 Google

BANTENRAYA.CO.ID – Kondisi keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang per 4 Mei 2023 dilaporkan mengalami defisit sekitar Rp 82,2 miliar.

Kondisi tersebut terjadi karena tidak seimbangnya proyeksi pendapatan dengan belanja yang harus dibayarkan pada bulan berjalan.

Rendahnya proyeksi penerimaan daerah salah satunya diakibatkan dari terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 212/PMK.07/2022 tentang Indikator Tingkat Kinerja Daerah dan Ketentuan Umum Bagi Dana Alokasi Umum yang Ditentukan Penggunaannya Tahun Anggaran 2023.

Bacaan Lainnya

Dikutip dari PMK Nomor: 212, Pasal 2 disebutkan DAU yang ditentukan penggunaannya terdiri atas: penggajian formasi PPPK, pendanaan kelurahan, bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang pekerjaan umum.

BACA JUGA:Bupati Pandeglang Irna Narulita Buka-bukaan Ungkap Asal-usul Harta Kekayaan Miliknya yang Banyak Disorot Media, Begini Pengakuannya 

Asisten Daerah (Asda) Bidang Administrasi Umum Sekretariat Daerah (Setda) Pandeglang, Ramadani mengatakan, kondisi keuangan seperti ini kemungkinan terjadi secara nasional, terutama terhadap daerah yang kapasitas fiskalnya rendah seperti Kabupaten Pandeglang.

“Terkait sudah ditetapkannya PMK Nomor: 212 kaitan dengan Dana Alokasi Umum yang penggunaannya sudah ditetapkan penggunaannya. Jadi kalau buat kita ini DAU rasa DAK (Dana Alokasi Khusus, red), jadi kita keteter likuiditas kas daerahnya,” ungkap Ramadani, Selasa 9 Mei 2023.

Menurut dia, mekanisme penggunaan DAU yang ditetapkan penggunaannya cukup sulit dilakukan oleh pemerintah daerah. Karena untuk penggunaannya sudah ada besaran pagu yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Misal untuk bidang pendidikan sekian ratus miliar (rupiah), bidang kesehatan sekian ratus miliar (rupiah), untuk infrastruktur sekian puluh miliar (rupiah), itu harus dipenuhi dulu. Dan itu harus dilakukan di tahun berjalan, kan sulit bagi daerah untuk melakukan proses pergeseran (anggaran, red). Karena proses APBD itu kan N-1, sebelumnya sudah kita tetapkan,” bebernya.

Beban lainnya bagi daerah, sambung Ramadani, adalah kewajiban pembayaran gaji PPPK formasi tahun 2022 dan 2023 sebesar Rp 116 miliar yang slotnya belum dianggarkan.

“Jadi solusinya ke depan kita harus terus meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah, red), karena masih ada sumber-sumber PAD belum optimal kita gali. Kedua adalah dilakukan rasionalisasi belanja, karena rasionalisasinya ekstrem mungkin istilahnya menjadi kanibalisasi anggaran untuk menutupi kekurangan yang cukup signifikan yang hampir Rp 87 miliar,” kata dia.

Kata dia, kondisi defisit APBD tahun ini menjadi beban berat bagi pemerintah daerah. Maka dalam waktu dekat pemerintah daerah akan melakukan inventarisasi pos belanja yang dirasa tidak perlu atau mendesak. Jenis belanja yang bisa dilakukan rasionalisasi seperti belanja pemeliharaan kendaraan dinas, pemeliharaan gedung, hingga perjalanan dinas (perdin).

“Kalau semua itu tidak cukup mungkin harus (mengurangi, red) TPP (Tambahan Penghasilan Pegawai, red), itu solusi terakhir. TPP mungkin kita bayarkan hanya sekian persen, cuma itu masalahnya bukan kebijakan yang populis, pasti pada protes 11.000 pegawai kalau TPP-nya dikurangi,” sambung Ramadani. ***

Pos terkait