SERANG, BANTEN RAYA – Resesi atau kondisi ekonomi negara memburuk yang diprediksi terjadi pada tahun 2023 ini disikapi berbeda-beda olah masyarakat. Bahkan, beberapa masyarakat tidak terlalu peduli dengan prediksi pemerintah yang menyatakan Indonesia akan mengalami resesi.
Lalan Sarmento, salah satu warga Kabupaten Serang mengatakan, dalam menanggapi isu resesi tahun 2023 yang disampaikan oleh pemerintah, masyarakat terutama masyarakat Banten tidak seharusnya memiliki rasa ketakutan apalagi sampai berlebihan.
“Kita sebagai orang Banten sudah di beberapa kali mengelami krisis, sebelum merdeka pernah krisis terus tahun 1998 juga pernah terjadi krisis dan semua itu bisa kita lewati bersama-sama,” ujar Lalan, Minggu (8/1).
Ia menjelaskan, yang perlu dilakukan oleh masyarakat tetap berusaha sesuai bidangnya masing-masing dan bagi masyarakat desa bisa menggali potensi yang ada di desanya masing-masing. “Terlebih sekarang ini kan di desa-desa ada program ketahanan pangan, kalau program itu berhasil saya pikir resesi tidak perlu ditakuti,” katanya.
Lalan berharap, pemerintah tidak perlu menakut-nakuti masyarakat dengan isu resesi yang diprediksi akan terjadi pada tahun 2023 ini. “Kalau pandangan saya sebagai orang awam, kalau memang pemerintah punya prediksi tinggal diantisipasi saja. Masyarakat tidak perlu dibuat khawatir,” katanya.
Terpisah, warga lain Air Dailami mengaku sudah mendengar isu resesi dari pemberitaan di media sosial (medsos) seperti yang berulang kali disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahwa Indonesia akan mengelamai resesi panjang.
“Apakan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan itu sebagai warning atau menakut-nakuti, saya kita sebagai masyarakat Indonesia kelahiran di bawah 1990 sudah merasakan bagaimana krisis moneter terjadi pada tahun 1998. Hari ini kita mendengar ancaman resesi dunia,” ujarnya.
Ia menuturkan, terlepas terjadi atau tidaknya resesi global pada tahun ini, pemerintah seharusnya tidak mengeluarkan pernyataan yang menakut-nakuti masyarakat, akan tetapi bicara solusi bukan lagi permasalahan seperti yang disampaikan mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.
“Saya pikir tinggal penguatan pembinaan UMKM (usaha mikro kecil menengah) yang terbukti menjadi garda terdepan dalam menghadapi masalah ekonomi,” kata Ketua PP Ikatan Mahasiswa Bojonegara Puloampel (IKMBP) itu.
Terpisah, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Banten Gunawan mengatakan, perekonomian global maupun nasional dalam kondisi yang belum sepenuhnya menentu. Masih banyak tantangan yang akan dihadapi dan kini lebih kompleks.
“Proyeksi ke bawah 2023 bahkan lebih rendah dengan masa pandemi 2020 dan 2021. Ini permasalahannya kompleks,” ujarnya.
Ia menuturkan, permasalahan yang cukup kompleks ini terjadi jika dalam 2020 dan 2021 hanya dihadapkan pada persoalan kesehatan dengan pandemi Covid-19, kini muncul lagi masalah geopolitik. Konflik antara Rusia dan Ukraina membuat geopolitik juga menjadi tak stabil sehingga menghambat suplai komoditas.
“Pandemi yang belum sepenuhnya pulih, sekarang bertambah dengan masalah geopolitik yang memperlambat arus suplai barang. Menghambat juga arus komoditas utama yang dibutuhkan berbagai negara,” katanya.
Lebih lanjut dipaparkan Gunawan, kondisi tersebut tentunya berdampak pada perkembangan harga pangan di global dan Indonesia sendiri. Kondisi itu tidak menguntungkan yang membuat berbagai negara mengalami inflasi yang tinggi.
“Permintaan global turun, jika sebelumnya ada China sebagai alternatif saat pasar Eropa turun, maka sekarang menghadapi masalah yang sama. Inflasi kita juga akan terpengaruh karena bahan baku hingga pangan masih impor,” ungkapnya.
Meski demikian, di tengah kondisi perekonomian global yang belum menentu, Indonesia masih bisa mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup baik. Pertumbuhan ekonomi masih tercatat di atas 5 persen berbanding lurus dengan tingkat inflasi yang juga masih di angka 5 persen, termasuk di Banten.
“Masih tumbuh positif itu sudah sangat bagus, 2023 meski tantangan cukup besar tapi fiskal pemerintah juga masih punya ruang fiskal yang memadai. Banten masih tumbuh positif, triwulan III 5,71 persen walau masih sedikit di bawah nasional. Inflasi kita juga aman di 5,34 persen,” tuturnya.
Gunawan menegaskan, setidaknya ada ada 4 hal yang mesti dilakukan agar pertumbuhan ekonomi bisa tetap positif. Pertama, optimalisasi belanja daerah demi menjaga pertumbuhan ekonomi dengan melakukan percepatan serta optimalisasi belanja daerah pada produk dalam negeri.
Kedua, melakukan pengendalian inflasi yang kini menjadi salah satu fokus pemerintah pusat maupun daerah mengingat tekanan inflasi semakin tinggi di tengah kondisi geopolitik yang belum menentu. Ketiga, dukungan percepatan pemulihan termasuk terhadap pelaku industri dan melakukan peningkatan pengembangan ekonomi syariah serta juga kepada UMKM untuk meningkatkan inklusi keuangan. Keempat, mendorong sektor ekonomi prioritas dengan meningkatkan digitalisasi dan ekonomi digital.
“Dari hasil asesmen, sektor industri pengolahan menjadi unggulan penopang perekonomian Banten. Digitalisasi juga perlu ditingkatkan mendukung pertumbuhan ekonomi di daerah,” pungkasnya.
Sementara itu, Dosen Ekonomi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Hady Sutjipto mengatakan, ancaman resesi di 2023 muncul setelah dana moneter internasional (IMF) dan Bank Dunia atau World Bank telah mengeluarkan peringatan. Ditambah lagi kondisi geopolitik yang belum menentu dampak konflik Rusia dan Ukraina.
“Indonesia ada pengaruhnya (terdampak-red) namun tidak dominan,” ujarnya.
Ketidakpastian konflik Rusia dan Ukraina juga membuat sejumlah Negara mengalami krisis energi. Pasalnya, sejumlah negara itu cukup bergantung pada pasokan energi dan pangan dari Rusia. Namun sekali lagi, Indonesia tak akan terdampak dominan karena memiliki sumber daya.
“Indonesia punya keunggulan, barang tambang lagi naik makannya di teman-teman kita di Kalimantan lagi panen sekarang. CPO (minyak kelapa sawit) juga. Posisi Banten ini strategis, Banten ini punya keunggulan sebagai daerah di Indonesia untuk industri petrokimia,” pungkasnya.
Hady mengatakan, Rusia merupakan salah satu negara yang memproduksi energi terbesar nomor 4 di dunia setelah Arab Saudi dan negara-negara lain. Sementara Ukraina merupakan negara penghasil makanan pokok, terutama gandum, untuk wilayah Eropa.
Karena itu wajar bila yang akan banyak terdampak oleh adanya invasi Rusia ke Ukraina yang sampai saat ini masih terus berlangsung adalah negara-negara yang sangat bergantung pada impor kedua negara tersebut baik impor energi maupun makanan. Apalagi saat ini wilayah Eropa memasuki musim dingin di mana di saat itu membutuhkan lebih banyak sumber energi dan makanan.
“Yang terdampak adalah negara Eropa dan negara yang banyak bergantung impor dari Rusia dan Ukraina,” katanya.
Sebaliknya, Indonesia malah bisa memanfaatkan momentum adanya resesi ini untuk memperbaiki kondisi ekonomi yang ada. Misalnya dengan memperbanyak ekspor batubara dan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang saat ini harganya mengalami kenaikan di tingkat internasional. “Ini kesempatan Indonesia untuk memanfaatkan peluang tadi,” ujarnya.
Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Padjadjaran Bandung ini mengatakan, bila pun resesi benar-benar terjadi dan melanda Indonesia, maka yang paling bisa terjadi adalah harga minyak, terutama yang non subsidi, akan sangat dipengaruhi oleh kondisi resesi dunia. Ketika harga dunia naik, maka harga BBM non subsidi akan naik. Namun bila harga minyak dunia turun akan ikut turun.
Ketika itu terjadi, masyarakat di Provinsi Banten diimbau agar lebih menghemat pengeluaran dan hanya membeli kebutuhan pokok seperti kebutuhan untuk makan dan minum. Sementara kebutuhan di luar kebutuhan pokok seperti untuk membeli handphone, tas, kendaraan, dan lain sebagainya hendaknya ditunda terlebih dahulu.
Terkait dengan adanya inflasi yang cukup tinggi saat ini, kata Hady, dia melihat inflasi yang terjadi di Indonesia, juga Banten, adalah inflasi tahunan atau yang dia sebut dengan siklus inflasi. Inflasi ini hanya terjadi pada saat atau momen tertentu misalkan ketika akan menjelang hari raya idul Fitri maupun Natal dan tahun baru. Di luar itu harga normal seperti biasa.
Adapun terjadinya inflasi tinggi saat ini menurutnya hal itu disebabkan karena musim yang sedang buruk. Musim menyebabkan sejumlah tanaman yang ditanam petani gagal panen sehingga menyebabkan harga melonjak tinggi. “Makanya tim inflasi daerah harus bekerja agar bahan pokok bahan pokok tetap tersedia,” katanya.
Trepisah, Pengamat Ekonomi dari STIE Bina Bangsa AR Chaerudin mengatakan, memang banyak kalangan yang memprediksi akan terjadinya resesi ekonomi di tahun 2023. Meski demikian, dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini, dia menilai Indonesia secara keseluruhan, termasuk Banten, akan bisa mengatasi resesi ini.
“Saya memiliki keyakinan Indonesia bisa mengatasi resesi,” katanya.
Chaerudin menilai masyarakat Indonesia secara umum dan Banten secara khusus, terutama ekonomi kelas menengah ke bawah, bisa mengatasi resesi. Pengalaman menghadapi Covid-19 yang begitu berat, menurutnya, bisa dijadikan acuan bagaimana masyarakat bisa beradaptasi dan menyesuaikan dengan kondisi yang baru, bahkan yang paling ekstrem.
“Masyarakat, terutama menengah ke bawah, sudah biasa tuh, ya, sudah terbiasa dengan tempaan-tempaan ekonomi,” katanya.
Namun ketika resesi benar-benar akan terjadi, maka dia menyarankan agar masyarakat Banten mau menurunkan keinginan-keinginan yang tidak prioritas dan konsumtif. Resesi menurutnya nanti akan bisa menjadi pelajaran yang baik untuk masyarakat menengah ke bawah di Banten supaya bisa lebih produktif, lebih hemat, lebih irit, dan tidak konsumtif.
“Indonesia memang terkenal konsumitif tapi dengan pembelajaran-pembelajaran Indonesia bisa mengatasinya sepertinya. Saya kira tidak akan terlalu terguncang,” katanya.
(tanjung/tohir/dewa)