BANTENRAYA.CO.ID – Akademisi mendukung usulan pemotongan tunjangan kinerja (tukin) pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten yang diusulkan fraksi-fraksi di DPRD Provinsi Banten.
Hanya saja, penerapan pemotongan tukin itu harus diterapkan pada pejabat yang secara kinerja memang memble.
Pengamat politik dari UNIS Tangerang Adib Miftahul mengatakan, pemotongan tukin pejabat sangat tepat dan masuk akal apabila dikaitkan dengan kinerja dari pejabat tersebut.
Bahkan, Adib menyatakan, tunjangan untuk pejabat bisa saja diberi hanya 50 persen atau 20 persen bahkan tidak usah diberi tunjangan apabila kinerja pejabat tersebut amburadul dan tidak bisa diharapkan.
Dapur SPPG di Kota Serang Kurang Higienis
“Kita tahu memecat pejabat ini kan susah, kalau enggak karena ada pelanggaran yang berat.
Etos kerjanya begitu saja, tidak ada inovasi, nah ini kalau yang begini enggak usah dikasih tunjangan kinerja. Ini baru bagus tuh,” kata Adib, Selasa (9 September 2025).
Adib menyatakan, tunjangan kinerja harus digunakan untuk mengukur bagaimana reward and punishment diterapkan.
Sebab inilah sebenarnya esensi dari salah satu asas maritokrasi, yaitu memberikan penghargaan kepada yang berprestasi dan memberikan hukuman kepada yang tidak bekerja secara baik.
CKG Sekolah di Kota Tangerang Capai 30 Persen
Dengan cara ini, maka setiap pejabat diberi penghargaan sesuai dengan kinerja yang dilakukan.
“Jadi kalau DPRD meminta tukin semua pejabat harus dipotong 50 persen, ini cenderung seperti balas dendam pribadi dari DPRD.
Karena semua mata saat ini sekarang sedang tertuju pada DPRD yang tunjangannya dinilai fantastis, dan ini bukan hanya terjadi di Banten tapi hampir di semua daerah di Indonesia,” katanya.
Karena itu, dia meminta agar DPRD Banten mendorong BKPSDM Banten atau BPKAD Banten untuk memberi penilaian mana saja pejabat-pejabat yang harus diberi reward, dan mana yang harus diberi punishment. Sebab selama ini tidak ada penerapan hal ini karena semua dipukul rata.
Pedagang Tolak Bangun Ulang Pasar Induk Rau Bakal Temui Dewan Kota Serang
“Itulah kekacauan yang sudah bertahun-tahun berlalu. Semua dipandang rata. Emang kinerjanya sama? Justru itulah yang akhirnya membuat kecenderungan saling iri,
karena enggak ada batasan di situ. Jadi, mulai dari sekarang yang bagus mana, yang sedang mana, yang jelek mana, itu harus berbeda-beda. DPRD jangan main asal pukul rata begitu,” kata Adib.
Adib menyatakan, usulan fraksi-fraksi DPRD Banten yang menginginkan semua pejabat Pemprov Banten dipotong tukinnya hingga 50 persen ini sangatlah tidak masuk akal.
Sebab menurutnya, bila ada pejabat yang yang berkinerja baik, maka tidak seharusnya mendapatkan pemotongan tukin apalagi hingga 50 persen.
Fokuskan Kolaborasi, Kaderisasi dan Pelayanan Masyarakat
“Kalau pejabatnya kinerjanya bagus, mengeksekusi kebijakannya tepat, adaptif, visioner, ya harus digaji tinggi.
Tukinnya malah kalau bisa ditambahin. Saya juga akan setuju kalau begitu. Sekali lagi, kalau pejabat yang bagus tukinnya harus tetap kalau perlu ditambahin,” ujarnya.
Sementara itu, menurut kajian PATTIRO Banten, tukin ASN di Provinsi Banten saat ini termasuk cukup tinggi bila dibandingkan dengan tukin ASN di Jawa Barat dan Jawa Timur,
meskipun secara beban pelayanan, untuk ASN di Provinsi Banten lebih ringan dibandingkan dengan ASN di Jawa Barat dan Jawa Timur. Hal ini disebut sebagai potensi pemborosan sistemik yang merugikan masyarakat.
Robinsar Sebut Edi Ariadi Teladan
Pegiat PATTIRO Banten Bella Rusmiyanti mengatakan, berdasarkan analisis data resmi tunjangan kinerja yang berlaku di tiga provinsi Jawa,
PATTIRO Banten mengidentifikasi ketimpangan signifikan antara besaran tunjangan dan beban kerja yang diemban.
Data menunjukkan bahwa Provinsi Banten memberikan tunjangan kinerja yang lebih tinggi dibandingkan Jawa Barat dan Jawa Timur pada hampir semua kelas jabatan struktural,
meski memiliki jumlah penduduk yang jauh lebih sedikit (12,5 juta jiwa dibandingkan 50,73 juta jiwa di Jawa Barat dan 42 juta jiwa di Jawa Timur).
Wakil Walikota Serang Nur Agis Aulia Panen Pokcoy di SDN 5 Banjarsari
“Ini bukan lagi soal ketidakadilan, tapi sudah masuk kategori pemborosan sistemik yang merugikan rakyat.
Dengan beban pelayanan yang 3-4 kali lebih ringan dibanding Jabar dan Jatim, ASN Banten justru menerima tunjangan 5-6 kali lebih besar. Ini adalah distorsi yang luar biasa,” kata Bella.
PATTIRO Banten menilai ketimpangan ini semakin mencolok ketika dikaitkan dengan capaian kinerja birokrasi.
Data Indeks Reformasi Birokrasi menunjukkan stagnasi yang mengkhawatirkan di Provinsi Banten, dengan peningkatan hanya 0,88 poin dari tahun 2017 (54,20) ke 2018 (55,08), dan mencapai 61,12 pada tahun 2020 dengan predikat B. Angka ini masih jauh di bawah rata-rata nasional sebesar 74,63.
Wakil Walikota Serang Nur Agis Aulia Panen Pokcoy di SDN 5 Banjarsari
Indikator kinerja lainnya juga menunjukkan tren yang kurang menggembirakan.
Indeks Persepsi Kualitas Publik Banten tercatat di angka 3,45, sementara Indeks Persepsi Anti Korupsi mengalami penurunan dari 67,35 pada tahun 2019 menjadi 61,38 pada tahun 2020.
Sistem Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (SAKIP) Provinsi Banten juga hanya meraih nilai 65 dengan predikat B, di bawah target yang ditetapkan dalam dokumen perencanaan. (tohir)








