Andra Soni Lempar Bola

Andra Soni Lempar Bola

BANTENRAYA.CO.ID – Aktivitas truk pengangkut hasil tambang (pasir, batu, tanah) di sejumlah wilayah di Banten semakin meresahkan masyarakat.

Mereka mendesak agar Gubernur Banten Andra Soni mengambil tindakan tegas untuk menanganinya.

Namun, Andra Soni saat diwawancara Banten Raya, justru meminta pemerintah daerah kabupaten dan kota untuk segera melakukan langkah konkret untuk penanganannya.

Bacaan Lainnya

Andra Soni berlasan penanganan tersebut menjadi kewenangan kabupaten/kota.

BACA JUGA : 930 Honorer Terancam Nganggur

“Terkait itu (truk tambang) saya sudah koordinasi dan minta ke kabupaten kota, saya sudah komunikasi dengan bupati untuk bisa mengatasi itu. Karena aturannya itu ada di kabupaten kota,” ujarnya.

Andra menegaskan, penanganan masalah truk ODOL (over dimension over loading) harus dilakukan secara tegas oleh pemerintah daerah,

mengingat kewenangan pengaturan lalu lintas dan penegakan aturan operasional berada di tingkat kabupaten/kota.

“Ya karena kan dengan adanya truk ODOL ini bukan cuma bikin macet, tapi juga jalan-jalan kita jadi cepat rusak, terus juga membahayakan pengguna jalan lain,” katanya.

BACA JUGA : Mahasiswa Sebut Satu Pulau Hilang Akibat Reklamasi

Andra menambahkan, pembatasan jam operasional bisa menjadi salah satu solusi agar lalu lintas di kawasan industri Bojonegara, Cilegon, Lebak dan Tangerang lebih tertib.

“Mesti ada aturan, harus, seperti jam operasional atau semacamnya, dan itu kewenangan di kabupaten kota,” jelas Andra.

Sementara itu, Pemkab Lebak mengaku kewalahan dengan maraknya aktivitas galian C di Kabupaten Lebak.

Selain banyak galian yang diduga ilegal, Pemkab Lebak juga menyoroti aktivitas galian yang tidak memperhatikan lingkungan serta truk operasional yang semerawut.

BACA JUGA : Dari Sukabumi untuk Indonesia, bank bjb Perkuat Ekosistem UMKM Daerah

Wakil Bupati Lebak Amir Hamzah mengatakan, pemkab memiliki wewenang terbatas terkait isu galian C, meski berada di dalam wilayahnya.

Menurut Amir, galian C hanya memberikan dampak negatif kepada masyarakat Lebak, menyusul lemahnya pengawasan dan ketegasan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten.

“Kita sudah kirim 5 kali rekomendasi ke Pemprov Banten untuk mengevaluasi galian-galian yang diduga ilegal di Lebak. Kalau ngomong bosen mah bosen. Tapi ya hanya itu saja yang bisa dilakukan,” kata Amir.

Amir juga sepakat bahwa kerusakan lingkungan akibat galian C di Lebak sudah sangat parah.

BACA JUGA : Bank bjb dan IPDN Teken MoU, Wujudkan Kolaborasi untuk Pendidikan Tinggi Berkualitas

Selain bukit yang akhirnya dilubangi, dia memberi contoh dari kondisi Sungai Ciberang yang kini sangat keruh dan dangkal akibat sedimentasi yang berasal dari galian C di Kecamatan Cimarga.

Hal itu berpotensi mengganggu kesehatan serta kesejahteraan masyarakat yang tinggal di bantaran sungai.

Kondisi itu terjadi akibat Pemprov Banten tak serius mengawasi kewajiban pengusaha tambang untuk melakukan penanganan pasca tambang di Kabupaten Lebak.

“Sebetulnya dulu itu ada deposit reklamasi. Jaminan pengusaha untuk melakukan reklamasi. Tapi sekarang kewenangan ada di Dinas ESDM Banten,” terangnya.

BACA JUGA : Bank bjb dan IPDN Teken MoU, Wujudkan Kolaborasi untuk Pendidikan Tinggi Berkualitas

Problem galian C di Lebak juga bahkan menjalar ke jalan raya. Hampir setiap hari, truk tonase operasional galian C memadati jalan-jalan di Kabupaten Lebak, tanpa mengenal waktu.

Beberapa kasus kecelakaan bahkan sempat terjadi. Amir menyebut, truk tonase yang mengangkut pasir dan tanah kerap parkir sembarangan dan meresahkan masyarakat.

Untuk itu, Pemkab Lebak saat ini tengah menyusun Peraturan Bupati (Perbup) tentang jam operasional truk galian C.

Namun dia kembali menegaskan bahwa Perbup tidak akan bisa sepenuhnya menyelesaikan persoalan galian C di Kabupaten Lebak, dan perlu adanya dukungan dari Pemprov Banten.

BACA JUGA : Kecamatan Taktakan Kota Serang Deklarasi Bebas Buang Air Besar Sembarangan

“Kalau soal penindakan itu kan sudah ranah negara, lewat kepolisian mungkin.

Coba kalau Satpol-PP Lebak nangkap, ya bisa dibawa ke PTUN. Harusnya Satpol-PP provinsi. Semua izin dan lain-lain di sana,” tegasnya.

Ketua DPRD Lebak Juwita Wulandari mengaku tak pernah diajak duduk bersama soal keberadaan galian tambang yang berada di Kabupaten Lebak, termasuk untuk galian yang ilegal.

Juwita menyesalkan hal tersebut. Seharusnya, meski segala perizinan berada di Pemprov Banten, namun dampak dari galian tersebut tentu dirasakan oleh masyarakat Lebak.

BACA JUGA : 5 Ribu Truk Tambang Seliweran Tiap Hari

Seharusnya, Pemkab maupun DPRD Lebak diajak berdiskusi sambil mencari solusi terkait persoalan yang muncul ketika adanya aktivitas tambang.

“Kita tidak pernah diajak duduk bareng oleh provinsi soal galian tambang ini.

Maka kita meminta agar kita diajak diskusi. Dampak galian itu kan di kita walaupun izin segala macam di provinsi,” kata Juwita awal September lalu.

Ia mendorong adanya Perda Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di tingkat Provinsi Banten melalui Komisi IV DPRD Banten.

BACA JUGA : Bank bjb dan IPDN Teken MoU, Wujudkan Kolaborasi untuk Pendidikan Tinggi Berkualitas

Dorongan itu merupakan langkah DPRD Lebak menjawab persoalan negatif yang muncul setelah adanya aktivitas tambang.

Selain itu, pihaknya juga mendorong keberadaan Satuan Tugas (Satgas) pertambangan untuk mengontrol aktivitas tambang dan truk-truk pengangkut hasil tambang yang ada di seluruh Kabupaten Lebak.

“Kewenangan kita sangat minim. Tapi DPRD Lebak jadi pihak pertama yang meneriakkan isu tambang ini.

Selain itu, kita juga akan mendorong agar setiap aktivitas tambang menyiapkan parkir sendiri agar kendaraan operasional tidak perkir di bahu jalan,” tandasnya.

BACA JUGA : Bus Trans Banten akan Diganti

Terpisah, Bupati Serang Ratu Rachmatuzakiyah juga buka suara usai adanya peningkatan aktivitas kendaraan truk tambang di jalan raya Bojonegara-Puloampel.

Untuk menyikapi hal tersebut Pemkab Serang telah mengikuti rapat koordinasi lintas sektoral di Polres Cilegon dan memutuskan pembatasan waktu operasional kendaraan truk tambang.

Zakiyah mengatakan, dalam rapat koordinasi lintas sektoral pihaknya telah menentukan jam operasional truk pengangkut tambang yang melintas Bojonegara dan Puloampel atau sebaliknya.

“Operasional yang tidak boleh dilewati dari pukul 06.00 hingga pukul 09.00. Kemudian dari pukul 16.00 hingga pukul 19.00,” ujarnya.

BACA JUGA : Sampah Liar di Kota Serang Dibakar Akibat Tak Diangkut

Ia menjelaskan, salah satu poin penting dalam rapat itu menyepakati akan dibentuk tim terpadu yang terdiri atas Dinas Perhubungan Provinsi Banten,

Dinas Perhubungan Kabupaten Serang, Dinas Perhubungan Kota Cilegon.”Kemudian Polres Cilegon dan Polda Banten.

Pembatasan operasional truk ini untuk mengurai kemacetan dan keselamatan warga sekitar,” katanya.

Zakiyah menuturkan, banyaknya truk tambang yang melintasi jalan raya Bojonegara-Puloampel juga menjadi masalah besar terutama arus lalu lintas.

BACA JUGA : Kecamatan Taktakan Kota Serang Deklarasi Bebas Buang Air Besar Sembarangan

“Yang jelas sebagai Bupati ini tentu menjadi masalah, terutama jalanan kami di wilayah Bojonegara.

Dishub sudah berkoordinasi dengan berbargai stakeholder, supaya nanti bisa diurai dan tidak panjang macetnya,” jelasnya.

Pihaknya juga telah melayangkan aspirasi kepada komisi XII DPR RI supaya terdapat pembangunan flyover atau jalan layang untuk mengurai kemacetan di Bojonegara dan Puloampel.

“Kami sudah sampaikan komisi XII supaya ada flyover, karena di situ ada kawasan industri. Supaya warga dan masyarakat tetap nyaman mlakukan aktivitas sehari-hari,” ujarnya.

BACA JUGA : Pengusaha Terdakwa Korupsi Pengelolaan Sampah DLH Tangsel Minta Bebas Dari Dakwaan

Diketahui, soal jam operasional truk yang mengangkut pasir dan batu yang melintasi wilayah Bojonegara, Kabupaten Serang, akan mulai dibatasi untuk menghindari adanya penumpukan kendaraan besar tersebut di jalan raya.

Hal itu merupakan kesepakatan dari rapat yang digelar lima instansi, yaitu Dinas Perhubungan Kabupaten Serang, Dinas Perhubungan Provinsi Banten, Polda Banten, Polres Cilegon, dan Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD).

Balai Pengelola Transportasi Darat, yaitu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Kementerian Perhubungan yang bertugas mengelola, mengawasi, dan meningkatkan fasilitas serta layanan transportasi darat di wilayah tertentu.

“Kesepakatan kemarin truk tidak boleh beroperasi di jam 06.00-09.00 dan jam 16:00-19.00,” kata Tri mengungkapkan isi dari rapat menyikapi truk odol yang saat ini marak di sejumlah lokasi di Banten, Minggu (13 Oktober 2025).

BACA JUGA : 5 Ribu Truk Tambang Seliweran Tiap Hari

Selain melarang truk melintas pada jam-jam yang sudah ditetapkan BPTD,

truk-truk juga dilarang menggunakan bahu jalan dan badan jalan untuk mereka ngetem atau menunggu sampai jam larangan operasional tersebut berakhir.

Hal ini juga untuk menghindari adanya penumpukan kendaraan truk di sepanjang jalan Bojonegara.“Bahu dan badan jalan tidak boleh digunakan,” katanya.

Selain itu, sebagai bentuk pengawasan juga akan difungsikan pos penjagaan yang berada di pos simpang bojonegara.

BACA JUGA : Jalannya Lambat, KP3B ke Pakupatan Habiskan Waktu 40 Menit

Akan ada petugas dari lima instansi tersebut di atas yang akan berjaga di pos tersebut, terutama untuk mengatur lalu lintas di daerah tersebut agar tidak terjadi penumpukan hingga kemacetan.

“Itu untuk ngatur lalin. Sudah ada dari lama sebenarnya posnya. Nanti ada lima lembaga Polres Cilegon, Polda Banten, Dishub Banten, Dishub Kabupaten Serang, dan BPTD,” katanya.

Dia mengungkapkan, untuk sementara solusi dari adanya truk-truk ini untuk yang pertama kali diberesi adalah di Bojonegara. Sebab daerah ini dinilai terkena dampak yang lebih buruk dibanding dengan daerah lainnya di Banten.

“Sementara Bojonegara dulu karena yang lebih parah,” katanya.

BACA JUGA : Tanam Sayuran Dengan Cara Teknik Irigasi Tetes di Kota Cilegon

Tri juga mengaku mendapatkan informasi bahwa Pemkab Serang saat ini juga sudah mengajukan kepada pemerintah pusat agar

bisa membatasi Jalan Raya Serang-Cilegon tepatnya di sepanjang jalan menuju Cilegon di mana banyak sekali truk-truk pasir dan batu parkir.

Namun untuk waktu pembatasannya hingga saat ini belum diketahui.

Untuk penindakan dan sanksi, Tri menegaskan bahwa itu merupakan kewenangan kepolisian.

BACA JUGA : Daya Tampung Sampah di TPSA Bagendung Kota Cilegon Capai 10 Juta Ton

Dalam undang-undang lalu-lintas, Dishub hanya mendampingi kepolisian apa apabila akan dilakukan penindakan.

Sementara itu, Walikota Cilegon Robinsar menjelaskan bahwa pihaknya akan kembali melakukan kajian ulang dengan soal aktivitas pertambangan.

Jika izin dari provinsi dan pajak diambil pusat, maka dari sisi lain akan dikaji supaya bisa mendatangkan pendapatan untuk Kota Cilegon.

“Oh iyah yang tinggi itu ke depan sedang kaji ulang kembali, supaya yang tambang dan truk bisa menghasilkan cuan,” jelasnya.

BACA JUGA : 5 Ribu Truk Tambang Seliweran Tiap Hari

Robinsar memastikan, tetap ada pajak yang masuk dari sisi bagi hasil tambang, terutama tambang yang berizin.

Namun, untuk angka pastinya dirinya tidak mengetahui, sehingga hal itu bisa ditanyakan langsung kepada Badan Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD) Kota Cilegon.

“Itu tanya Pak Dana (Kepala BPKPAD) jumlahnya berapa, kalau yang izin (petambangan) resmi itu ada. Kalau detailnya jumlahnya Pak Dana lebih tahu yah, kalau resmi pasti ada yah soal pajaknya,” ujarnya.

Soal pengawasan sendiri, jelas Robinsar, sampai sekarang pihaknya masih menunggu data dari Provinsi Banten. Sebab, izin tambang dikeluarkan pihak provinsi.

BACA JUGA : Inovasi yang Bikin Kagum! Dari Sajadah QR Code hingga Tas Bordir Nusantara, Semua Ada di Shopee Jagoan UMKM Naik Kelas

“Yang izin dari provinsi saya sudah minta datanya supaya saya bisa melihat mana titik tambang yang resmi, mana yang belum berizin supaya bisa didorong untuk mengurus izin, Ini bisa jadi karena ketidaktahuan.

Ini semua supaya sesuai dengan regulasinya,” ujarnya. (raffi/andika/aldi/tohir/uri)

Pos terkait