SERANG, BANTEN RAYA – Samudin (46), warga Kecamatan Kasemen, Kota Serang, pelaku perkosaan gadis keterbelakangan mental berusia 21 tahun menikahi korban, Senin (17/1) malam. Pernikahan itu dilakukan sesuai dengan perjanjian perdamaian antara pelapor dan kedua pelaku.
Ketua RT setempat Heri Kartini membenarkan jika korban dan salah satu pelaku yaitu Samudin, telah melangsungkan pernikahan semalam, disaksikan oleh keluarga dan masyarakat.
“Iya betul (Dinikahkan), semalam habis Isya,” katanya saat dihubungi melalui sambungan telepon seluler, Selasa (18/1).
Heri menjelaskan, acara pernikahan itu dilangsungkan di wilayahnya. Pelaku dinikahkan oleh ulama setempat, dengan wali dari bapak kandung korban.
“Bapaknya (korban), sama ustad. Di daerah sini masih satu kelurahan. Disaksikan keluarga pihak laki-laki dan RT. Saya hadir sebentar,” jelasnya.
Namun, Heri enggan menjelaskan lebih lanjut. Dirinya justru menyarankan awak media untuk langsung mendatangi keluarga korban di rumahnya.
“Langsung datang saja ke sana. Saya sudah sampaikan,” tandasnya.
Sementara itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (Apik) Jakarta Siti Mazumah mengaku turut prihatin jika kedua pelaku Samudin dan Edi Junaedi dibebaskan polisi hanya karena pencabutan laporan dan perdamaian.
“Perkosaan itu tidak ada delik aduan, itu delik murni umum semua jadi kalaupun dicabut, harusnya polisi menjadikan ini sebagai kasus kekerasan seksual terjadi disana, apalagi terjadi kehamilan,” katanya.
Apalagi, Siti menambahkan, korban dengan pelaku masih memiliki hubungan keluarga, dan korban juga tinggal bersama dengan pelaku. Tentunya korban bisa mendapatkan tekanan agar menuruti keinginan pelaku.
“Korban dengan pelaku kan tinggal di rumah salah satu istri pelaku yang merupakan bibinya. Dan itu kelihatan banget korban gampang dikontrol dikuasai oleh pelaku dan keluarganya, sehingga proses hukum atas kasus ini jadi terhambat harusnya korbannya diselamatkan terlebih dahulu,” tambahnya.
Siti juga prihatin atas kondisi korban yang kini tengah hamil besar. Sehingga dapat mengkhawatirkan akan kondisi korban jika masih berada di lingkungan pelaku.
“Aku prihatin banget banyak kasus yang terungkap, tidak membuat polisi memperbaiki kinerjanya. Tapi justru malah banyak kasus yang dihentikan entah dasar apapun, tidak menjadikan polisi punya empati kepada korban terlebih korban disabilitas lagi hamil terus kembali ke rumah pelaku,” katanya.
Sebelumnya, Kasat Reskrim Polres Serang Kota AKP David Adhi Kusuma membenarkan jika kedua pelaku sudah dibebaskan, lantaran telah dilakukan pencabutan laporan, dan diselesaikan secara musyawarah antara kedua belah pihak.
“Sudah mencabut laporan, kita panggil lagi, kita undang ternyata sudah membuat musyawarah sehingga penyidik melakukan penangguhan,” katanya.
Sementara itu pelapor, Dayat Ardiansyah mengatakan, pencabutan laporan perkosaan terhadap gadis keterbelakangan mental itu dilakukan atas dasar kemanusiaan, tidak ada paksaan dari pihak manapun.
“Iya kemarin, 4 hari lalu (pencabutan laporan). Kalau saya pribadi kemanusiaan saja, karena tetangga. Yang kedua miris banget anak-anak (anak pelaku) usianya anak saya. Udah (tersangka dibebaskan),” katanya.
Dayat menambahkan, sebelum pencabutan laporan, ada beberapa poin yang harus dilakukan oleh pelaku. Salah satunya yaitu pelaku harus menikahi korban yang saat ini tengah hamil 6 bulan.
“Wajib untuk dinikahi, karena korban sudah hamil besar. Artinya mau tidak mau harus dinikahi, dalam arti kata dengan satu bulan atau satu tahun, dua tahun cerai. Jika kasus ini berlanjut jangan salahkan kita,” tambahnya.
Dayat menegaskan dari dua orang pelaku, Samudin lah yang siap bertanggungjawab menikahi korban dalam waktu dekat ini. Sesuai dengan hasil musyawarah keluarga.
“Atas nama masyarakat, nggak ada (hubungan keluarga sebagai pelapor). Tetangganya (Samudin yang akan menikahi korban), karena pamannya memang obrolan saya dengan beliau. Dia melakukannya hanya melepas tidak sampai melakukan seperti itu,” tegasnya. (darjat)