SERANG, BANTEN RAYA – Pencairan proyek pengadaan ribuan komputer untuk ujian nasional berbasis komputer (UNBK) pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten tahun anggaran 2018 sebesar Rp25 miliar tak memenuhi syarat. Hal itu terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Negeri Serang, Kamis (11/5).
Pada sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Banten menghadirkan Heti Septiana, Bendahara Pengeluaran pada Dindikbud Banten. Saksi dihadirkan untuk terdakwa Engkos Kosasih, mantan Kepala Dindikbud Provinsi Banten, Ucu S selaku vendor atau supplier pengadaan komputer dari PT CAM, mantan Sekretaris Dindikbud Ardius Prihantono, dan Direktur Utama sekaligus Presiden Direktur PT Astragraphia Xprins Indonesia (AXI) Sahat Manahan Sihombing.
Bendahara Pengeluaran pada Dindikbud Provinsi Banten Heti Septiana mengatakan, untuk penandatangan Surat Perintah Membayar (SPM) ditandatangani oleh Pengguna Anggara (PA) dalam hal ini terdakwa Engkos Kosasih.
“Diajukan Oktober (SPM) langsung diproses. Kalau tidak ada kesalahan, paling dua hari. Waktu itu mendengar Pak Joko (Joko Waluyo Kuasa Pengguna Anggaran) tidak mau tanda tangan (SPM). Akhirnya kita buatkan lagi SPN yang ditandatangani PA (Engkos Kosasih),” katanya kepada Majelis Hakim yang diketuai Slamet Widodo, Kamis (11/5).
Heti menambahkan, terkait pengajuan surat permintaan pembayaran dari PT AXI, dirinya tidak mengecek berkas pengajuan. Padahal JPU menyebut ada syarat yang tidak dipenuhi seperti kontrak e-katalog dan berita acara serah terima barang.
“Syarat pengajuan ada kontrak e-katalog, pengajuan pencarian referensi bank pihak ketiga, kwitansi pembayaran, berita acara serah terima barang. Saya tidak meriksa (dokumen pengajuan), gak baca juga,” tambahnya.
Heti menjelaskan, pembuatan SPM dilakukan karena kebutuhan, dan menganggap semua persyaratan sudah dipenuhi oleh PT AXI. “Karena waktu mendesak, makanya kita buatkan (SPM),” jelasnya.
Dalam dakwaan JPU, pengadaan komputer UNBK 2018 tidak memiliki analisis kebutuhan dan tidak tercantum di rencana kebutuhan barang milik Pemprov Banten. Pengadaan itu dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan dan tidak memiliki kerangka acuan kerja.
Terdakwa Engkos sebagai Pengguna Anggaran telah menandatangani pencairan pembayaran yang tidak sesuai dengan spesifikasi barang yang dipesan sebagaimana kontrak, komputer UNBK yang diterima dan dibayarkan tidak sesuai dengan yang dipesan.
Terdakwa Engkos dan Ardius bersama terdakwa Ucu dari PT CAM dan Manahan dari PT AXI dinilai telah merekayasa pemilihan barang di e-Katalog. Padahal, menurut jaksa, PT AXI sebagai penyedia tidak memiliki barang atau paket komputer UNBK.
Pesanan melalui e-Katalog itu tidak dilakukan oleh PT AXI, tapi oleh Ucu dari PT CAM. Penyedia itu juga tidak berasal dari rantai pasok, tapi membeli dari distributor. Selain itu, software yang terpasang di komputer UNBK dan servernya tidak memiliki lisensi resmi dan sah diakui Microsoft Indonesia.
Engkos dan Ardius didakwa telah memperkaya diri sendiri atau korporasi dan merugikan negara Rp 8,9 miliar. Hal ini berdasarkan audit Inspektorat Banten pada 2018 pada Maret 2022.
Usai keterangan saksi, sidang selanjutnya ditunda pekan depan dengan agenda keterangan saksi lainnya. (darjat)