BANTENRAYA.CO.ID – Reformasi birokrasi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten dinilai belum menunjukkan dampak signifikan terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik.
Besarnya pendapatan yang diterima para aparatur negara ini tidak diimbangi dengan kinerja yang maksimal.
Hal itu disampaikan Pengamat Kebijakan Publik dari Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul.
Ia menilai tingginya kesejahteraan pejabat daerah, khususnya di level kepala dinas dan PNS, belum tercermin dalam kualitas layanan publik maupun inovasi birokrasi.
Menurut Adib, take home pay pejabat setingkat kepala dinas yang bisa mencapai lebih dari Rp50 juta per bulan, namun kinerjanya masih memble atau lemah.
BACA JUGA : Kopi Gozeal Dongkrak Brand Fesyen Asal Banten ke Pasar Nasional
Seharusnya, pendapatan besar itu mampu mendorong kinerja yang jauh lebih produktif dan berorientasi hasil maksimal.
“Anggaplah misal kita pukul rata gaji mereka take home pay-nya itu Rp50 juta, kalau di perusahaan swasta itu sudah sekelas CEO.
Kalau mengukur kinerja seharusnya mau ASN atau swasta sama. Output yang dihasilkan itu apa,” ujar Adib kepada Banten Raya, Minggu (30 November 2025).
Dosen Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang ini menyoroti tajam kinerja pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten sebagai refleksi peringatan Hari Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI).
BACA JUGA : Dalam Waktu Dekat, MUI Kirim Rekomendasi Terkait Masalah Umat Kepada Pemkot Serang
Adib menegaskan bahwa, efektivitas tunjangan besar seharusnya dapat diukur melalui ketercapaian tugas pokok dan fungsi di masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
“Lemahnya implementasi meritokrasi dalam penempatan pejabat hanya berjalan secara formalitas di atas kertas. Sehingga, hal itu membuat realitasnya tidak mencerminkan kualitas dan kompetensi.
Seharusnya, meritokrasi itu basis utamanya kompetensi dan kualitas. Cuma ini akhirnya ketika meritokrasi itu hanya dijalankan secara normatif, ya bisa dilihat saat ini yang terjadi realitasnya,” tegasnya.
Ia menilai, kinerja ASN Banten masih belum maksimal. Hal tersebut, kata dia, terlihat dari minimnya inovasi dan arah kerja birokrasi yang tidak berbanding lurus dengan visi kepala daerah.
BACA JUGA :2025, Kekerasan Pada Anak di Kota Serang Naik Menjadi 65 Kasus
Banyak program yang menurutnya hanya bersifat formalitas dan seremonial, belum menghadirkan terobosan yang menyentuh kebutuhan publik. Banyak aplikasi yang dibuat tetapi dia mempertanyakan efektivitasnya.
“Mereka itu benar-benar harus punya kajian, evaluasi, dan target, baik jangka pendek, menengah, dan panjang. Di situlah baru sistem organisasi itu bekerja,” ujarnya.
Adib menyebut, kondisi saat ini masih jauh dari harapan. Penempatan pejabat pelaksana tugas (Plt) yang terus berlangsung membuat birokrasi terkesan tidak jelas arah dan tanggung jawabnya.
“Kalau saat ini, realitasnya, apakah kepala OPD itu punya inovasi? Ya saya kira malah biasa saja, hanya melakukan formalitas saja.
BACA JUGA : Tebing Sungai Cibanten Kota Serang Dirapihkan
Makanya kalau sekarang lagi digencarkan soal efisiensi, saya kira mereka juga gak paham apa yang diefisiensikan.
Contohnya punya banyak aplikasi, tapi gak ada yang berjalan dengan baik, mana letak efisiensinya?” tambah Adib.
Terkait pelayanan dasar, Adib menilai masih banyak kekurangannya, baik dari sektor pendidikan, kesehatan, hingga infrastruktur.
Ia mencontohkan proses PPDB yang masih berantakan serta layanan kesehatan yang belum memberikan kemudahan penuh bagi warga Banten.
BACA JUGA : Dalam Waktu Dekat, MUI Kirim Rekomendasi Terkait Masalah Umat Kepada Pemkot Serang
“Pelayanan-pelayanan dasar saat ini menurut saya belum memuaskan.
Misal, kalau masyarakat hanya membawa KTP Banten dan bisa diterima di seluruh faskes Banten bahkan Indonesia, itu baru memuaskan menurut saya,” tuturnya.
Lebih lanjut Adib turut memperingatkan potensi kecemburuan sosial ketika tunjangan besar diberikan tanpa mempertimbangkan kualitas kinerja.
Kesenjangan itu bukan hanya muncul antarpegawai negeri, tetapi juga dengan pegawai honorer maupun PPPK yang memiliki beban kerja besar namun penghargaan minim.
BACA JUGA : Lestarikan Bahasa Daerah, Guru SDIT RJ Cilegon Jadi Narasumber Gelar Wicara
“Tukin itu harus diberikan kepada mereka yang punya capaian kinerja yang baik. Tidak diberikan kepada mereka yang kerjanya memble alias bobrok.
Karena tidak bisa dipukul rata. Apalagi saat ini banyak kinerja-kinerja yang maksimal itu dilakukan oleh honorer atau PPPK, yang mana tukin mereka itu jauh dari kata ideal. Ini jelas menimbulkan kecemburan, baik di sisi internal dan eksternal ASN,” lanjutnya.
Adib menegaskan bahwa, reformasi birokrasi di Banten dianggap masih jauh dari maksimal dan optimal. Fondasi meritokrasi yang selama ini dikoar-koar, belum benar-benar menjadi acuan dalam pengelolaan manajemen ASN.
“Reformasi birokrasi di Banten saat ini masih belum berjalan maksimal dan optimal menurut saya. Karena dalam prosesnya bukan menjadikan meritokrasi itu sebagai dasar, tapi masih menggunakan sistem like and dislike. Meritokrasi yang ada hanya sebatas tulisan saja,” ujarnya.
BACA JUGA : Peringati HGN Ke 80, AGIS Primary School Beri Penghargaan Untuk Guru Berdedikasi
Sementara itu, sejumlah catatan dan saran perbaikan disampaikan untuk Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI).
Anggota Komisi I DPRD Provinsi Banten Nia Purnama Sari mengatakan bahwa KORPRI sebagai wadah pemersatu ASN perlu terus beradaptasi agar mampu menjawab tantangan pelayanan publik yang semakin kompleks.
Menurut Nia, KORPRI memiliki peran strategis dalam mendorong peningkatan profesionalisme, menjaga integritas, serta membangun budaya kerja yang berorientasi pada pelayanan masyarakat.
Salah satu saran utama yang disampaikan adalah perlunya percepatan peningkatan kompetensi pegawai, terutama dalam bidang digital dan administrasi modern.
BACA JUGA : Tebing Sungai Cibanten Kota Serang Dirapihkan
“Sebab, tantangan digitalisasi layanan publik masih membutuhkan kemampuan teknis yang merata di seluruh OPD,” kata Nia.
Selain itu, peningkatan etos kerja juga menjadi fokus perhatian. Masih ditemukan beberapa unit kerja yang dinilai perlu memperkuat kedisiplinan, motivasi, serta konsistensi penyelesaian tugas.
Catatan lain tentang pentingnya percepatan reformasi birokrasi di Provinsi Banten.
Proses pelayanan yang cepat, transparan, dan mudah diakses dinilai sebagai kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kepercayaan publik.
“Penguatan koordinasi antar instansi dan penyederhanaan alur birokrasi harus terus dilakukan,” kata Nia.
BACA JUGA : Gelar Kajian, SD Terpadu Al-Qudwahi Undang Angelina Sondakh Sebagai Narasumber
Selain soal kinerja, KORPRI juga diingatkan untuk terus menjaga komitmen terhadap integritas dan netralitas ASN.
Nilai dasar ASN seperti profesionalisme, etika pelayanan, serta komitmen pada kepentingan publik dinilai perlu terus disosialisasikan agar tercipta lingkungan kerja yang sehat dan berintegritas.
Namun di lapangan ditemukan masih ada ASN yang merapat dengan politik sehingga membuatnya tidak bisa netral.
Selain aspek kinerja, pegawai juga berharap adanya peningkatan program kesejahteraan, perlindungan profesi, serta pengembangan karier yang lebih terstruktur.
BACA JUGA : Dalam Waktu Dekat, MUI Kirim Rekomendasi Terkait Masalah Umat Kepada Pemkot Serang
Penguatan peran KORPRI dalam memberikan dukungan kepada pegawai, baik secara profesional maupun sosial, dinilai penting untuk menjaga keseimbangan antara kinerja dan kesejahteraan.
Berbagai saran tersebut menjadi pengingat bagi KORPRI dan ASN di Provinsi Banten agar lebih adaptif, kreatif, dan inovatif.
Dengan mengoptimalkan potensi sumber daya manusia dan memperkuat budaya pelayanan, KORPRI diharapkan mampu menjadi motor penggerak tata kelola pemerintahan yang lebih baik. (raffi/tohi)








